lumayan lah mbak herni kalo ada yang gitu......

tinggal dibagikan...disebarkan ke milis-milis...
kayaknya waktu yang pas ya sekarang...

supaya agak canggih dikit lah.... 
jadi gampang milihnya dan nggak cuman modal emosional... pokoknya partai 
kader... 
jadi bisa lebih bertanggung jawab....yang nanti ditanya pertanggungjawabannya 
di akhirat...;-)

sekarang kebanyakan partai, jadi susah milihnya....
;-)

  ----- Original Message ----- 
  From: herni nurbayanti 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, November 04, 2008 10:42 AM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Fenomena Politik Nepotisme <<<Partai Kader 
Sejati>>>


  Belum secanggih itu, mas ary... meski sudah ada beberapa inisiatif yg
  dilakukan..
  ICW dan jaringannya dng gerakan ganti polbus utk tidak pilih politisi busuk.
  Dan beberapa NGO lain yg menyediakan informasi soal program2 dan posisi
  partai2 pada isu tertentu.
  Biasanya sih dalam bentuk brosur... ada tabel2...
  Di kiri daftar partai..
  Lantas ada daftar program berdasarkan isu.. terus ada cek dan silang..
  untuk ya dan tidak..
  Baru segitu aja...

  2008/11/12 Ary Setijadi Prihatmanto <[EMAIL PROTECTED]>

  > nggak ada ya yang analisis,
  > kalo partai A, pajak bisa naek, tapi CSR jug naik.
  > ato partai B, pajak turun, tapi nasionalisasi lapangan oil and gas
  > ato partai C, nyang penting nyariat...pasti makmur....
  >
  > setelah lihat itu, baru lihat orangnya,
  > kapabel nggak? amanah nggak?
  >
  > ato mungkin semua sama saja ya semua partai itu......have no idea apa yang
  > harus dilakukan...terserah nanti...
  >
  > Herannya yang muncul pada akhirnya ya patron-patron juga...
  > katanya kaderisasi..... he he he he
  > apa kaderisasi patron?
  >
  > jabatan publik dengan segala fasilitasnya kok kayak hadiah "popularitas",
  > bukankah seharusnya "popularitas" itu sekedar alat bantuan agar mendapatkan
  > jabatan publik sehingga bisa menjalankan ide-ide?
  >
  > sebaik dan sesoleh apapun barack obama, kalo dia bicara "cut taxes (dari
  > yang kaya)",
  > dia nggak akan jadi kandidat demokrat....
  >
  > mas DWS sudah bisa ikut milih?
  >
  > ----- Original Message -----
  > From: Dwi Soegardi
  > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>
  > Sent: Monday, November 03, 2008 10:10 PM
  > Subject: Re: [wanita-muslimah] Fenomena Politik Nepotisme <<<Partai Kader
  > Sejati>>>
  >
  > Mbak Ramayanti,
  > Apa bener Partai Kader Sejati bener-bener partai kader?
  > (sori kalimat di atas kok ngga kreatif hehehe)
  >
  > Ada pula partai yang sangat mendukung punya banyak istri
  > dan banyak anak, supaya pendukungnya berlipat ganda.
  > Inikah Partai Kader Sejati?
  >
  > salam,
  >
  > rama yanti wrote:
  > >
  > >
  > >
  > >
  > > --- On Fri, 10/31/08, rama yanti <[EMAIL PROTECTED]<ryfa_0507%40yahoo.com>
  > > <mailto:ryfa_0507%40yahoo.com <ryfa_0507%2540yahoo.com>>> wrote:
  > > From: rama yanti <[EMAIL PROTECTED] <ryfa_0507%40yahoo.com> <mailto:
  > ryfa_0507%40yahoo.com <ryfa_0507%2540yahoo.com>>>
  > > Subject: Re: [wanita-muslimah] Fenomena Politik Nepotisme
  > > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>
  > > 
<mailto:wanita-muslimah%40yahoogroups.com<wanita-muslimah%2540yahoogroups.com>
  > >
  > > Date: Friday, October 31, 2008, 1:36 AM
  > >
  > > REFLEKSI:
  > >
  > > begini lah kalau partai politik di negara kita masih menggunakan sistem
  > > massa, bukan pengkaderan.
  > >
  > > partai politik seperti GOLKAR saja masih nepotisme. sebagaimana beberapa
  > > caleg yg masih ada kerabat dgn pucuk pimpinan di partai beringin itu.
  > > seperti teo sambuaga menjadikan anaknya menjadi caleg. agung laksono pun
  > > sperti itu.
  > >
  > > apa lagi dgn partai moncong putih spt PDIP yg jelas2 lebih baikan GOLKAR
  > > dalam hal pengkaderan. sabam sirait contoh nya dari DPP PDIP anak nya
  > > menjadi salah satu caleg dan juga pimpinan taruna merah putih yg
  > > notabene underbouw nya partai moncong putih itu. belum lagi megawati dgn
  > > puan maharani yg di prediksi akan menggantikannya ke depan di pimpinan
  > PDIP.
  > >
  > > yah alih alih begitu lah patron dari politik negeri kita.
  > >
  > > selama masih menggunakan massa tanpa pengkaderan percuma. dan kita tahu
  > > bagaimana negeri kita hancur karna nepotisme sebagaimana jaman suharto.
  > > betapa luluh lantak nya sistem bila nepotisme subur di negeri ini. orang
  > > tidak di pandang lagi antara layak atau tidak tapi "siapa anda"? dari
  > > siapa anda??
  > >
  > > dan itu lah yg dulu terjadi di saat penerimaan ppegawai negeri di negeri
  > > kita. saat wawancara pasti di tanya,..anda bawaan dari siapa?? kenal
  > > orang dalam??
  > >
  > > lalu ijazah yang mati matian di dapat tidak lagi berguna dan berarti.
  > >
  > > so, pilih lah partai kader.
  > >
  > > partai nya anak muda yg di dirikan atas nama kebersamaan dan
  > > penggemblengan serta pengkaderan.
  > >
  > > pilih Partai Kader Sejati.
  > >
  > > di jamin anti nepotisme!!!
  > >
  > > --- On Fri, 10/31/08, Sunny <[EMAIL PROTECTED] se> wrote:
  > >
  > > From: Sunny <[EMAIL PROTECTED] se>
  > >
  > > Subject: [wanita-muslimah] Fenomena Politik Nepotisme
  > >
  > > To: Undisclosed- Recipient@ yahoo.com
  > >
  > > Date: Friday, October 31, 2008, 1:36 PM
  > >
  > > http://www.radartim ika.com/index. php?mod=article& cat=Opini&
  > article=13379
  > >
  > > Senin, 27/10/2008 | 04:56 (GMT+9.5)
  > >
  > > Fenomena Politik Nepotisme
  > >
  > > Selain Korupsi dan Kolusi, salah satu unsur penting yang ingin dibasmi
  > > di era reformasi adalah Nepotisme. Ironisnya menjelang Pemilu 2009,
  > > mereka - mereka yang menganggap diri sebagai tokoh - tokoh reformis
  > > malah "mewariskan kekuasaan" (baca : nepotisme ) melalui partai, kepada
  > > keluarga dan krini - kroninya.
  > >
  > > Kecenderungan menempatkan suami, istri, anak, ipar atau keponakan
  > > merupakan gejala politik yang akrab terjadi pada era Orde Baru bahkan
  > > mungkin masa sebelumnya. Di era kekuasaan Soeharto, mantan presiden itu
  > > mengangkat putrinya sebagai Ketua DPP Partai Golkar dan ditunjuk sebagai
  > > menteri. Seorang pengusaha dekatnya ditunjuk sebagai anggota kabinet. Di
  > > era yang sama, beberapa sanak keluarga pejabat atau tokoh ditunjuk
  > > menjadi anggota MPR utusan golongan, karena sistem politik Orde Baru
  > > memberikan peluang untuk itu. Era Orde Baru akhirnya tumbang di tangan
  > > mahasiswa. Perilaku politik Orde Baru lalu meninggalkan isu kroniisme
  > > dan nepotisme sebagai isu politik sentral dalam panggung politik era
  > > reformasi. Menurut Profesor Syamsuddin Haris (Riset Ilmu Politik LIPI) -
  > > Nepotisme politik secara sederhana dapat diartikan sebagai pemberian
  > > perlakuan istimewa kepada keluarga sendiri dalam posisi kekuasaan
  > > politik tertentu, baik di lembaga legislatif, eksekutif,
  > >
  > > maupun yudikatif. (Kompas, 20 October 2008) Jika kita diamati fenomena
  > > politik jelang Pemilu 2009, sejumlah partai politik masih menerapkan
  > > pola kekeluargaan "ala Orba" dalam perekrutan tokohnya, baik dalam
  > > penentuan calon wakil rakyat maupun jabatan politik lainnya. Bahkan,
  > > politik kekeluargaan itu kini mengarah pada dinasti karena munculnya
  > > generasi ketiga atau cucu tokoh dalam penentuan jabatan politik,
  > > khususnya pencalonan anggota parlemen.
  > >
  > > Mencermati Daftar Calon Sementara (DCS) Anggota DPR, dua cucu mantan
  > > Presiden Soekarno, Puan Maharani dan Puti Guntur Soekarnoputri, menjadi
  > > calon anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
  > > PDI-P juga menempatkan Megawati Soekarnoputri, anak Soekarno dan ibu
  > > Puan, sebagai calon presiden untuk Pemilu 2009. Selain itu, sejumlah
  > > anggota keluarga Megawati juga menjadi calon anggota legislatif (caleg)
  > > dari PDI-P.
  > >
  > > Sukmawati Soekarno, adik kandung Megawati, yang memimpin Partai Nasional
  > > Indonesia (PNI) Marhaenisme juga menjadi caleg untuk Daerah Pemilihan
  > > Bali. Sejumlah politisi lainnya juga menempatkan kerabatnya sebagai
  > > caleg. Bukan itu saja, Edy Baskoro, putra Ketua Dewan Pembina Partai
  > > Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY); Dave Laksono, putra Wakil Ketua
  > > Umum Partai Golkar ditempatkan di elite partai pada posisi nomor urut
  > > teratas, menyisihkan para kader dan aktivis partai yang "berkeringat"
  > > serta berjuang dari bawah.
  > >
  > > Khawatir
  > >
  > > Merebaknya Politik Nepotisme yang akan menciptakan peluang dinasti
  > > politik dalam tubuh partai telah memunculkan kekhawatiran terhadap
  > > praktek Politik jenis ini, karena dapat mengebiri perkembangan politik
  > > di negeri ini. Menurut Profesor Syamsuddin Haris, salah satu dampak dari
  > > nepotisme politik dalam proses rekrutmen politik adalah tidak kunjung
  > > melembaganya partai sebagai sebuah organisasi modern dan demokratis.
  > > Nepotisme tak hanya menutup peluang para kader atau aktivis partai yang
  > > benar-benar berjuang meniti karier politik dari bawah, tetapi juga
  > > menjadi perangkap berkembang biaknya personalisasi kekuasaan dan
  > > kepemimpinan oligarkis partai-partai. Implikasi lain dari menguatnya
  > > nepotisme dalam rekrutmen politik adalah semakin melembaganya praktik
  > > korupsi politik dalam arti luas. Apabila para elite terbiasa mengambil
  > > hak politik para kader dan aktivis partai, yang menjadi korban
  > > berikutnya adalah rakyat melalui korupsi berjemaah atas dana publik,
  > >
  > > seperti marak dalam sejumlah kasus mutakhir.
  > >
  > > Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Arbi
  > > Sanit : "Politik dinasti, politik klik, harus ditolak. Ketika perangkat
  > > demokrasi belum berfungsi akan terjebak pada konflik kepentingan atau
  > > penyalahgunaan kewenangan,"
  > >
  > > Menurut dia, politik dinasti juga banyak terjadi di negara yang sudah
  > > lama menjalankan sistem demokrasi, seperti di Amerika Serikat atau
  > > India. Namun, yang menjadi persoalan adalah belum adanya kriteria dan
  > > standar prosedur seleksi pejabat negara yang benar- benar obyektif dan
  > > lemahnya kontrol di negeri ini. "Kontrol anggaran tidak berjalan, etika
  > > politik tidak berjalan, oposisi juga tidak berjalan. Semua dapat
  > > diterobos oleh dinasti," paparnya. Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada
  > > Yogyakarta Ichlasul Amal berpendapat, banyaknya keluarga pemimpin partai
  > > atau mantan penguasa yang terjun ke dunia politik lebih didorong oleh
  > > faktor pragmatisme, bukan ideologi. Hal ini tidak menguntungkan bagi
  > > kehidupan partai dan pendidikan politik nasional. (Media Indonesia - 21
  > > Oktober 2008) Suatu hal yang memberikan gambaran jelas kepada kita semua
  > > tentang masalah pengkaderan dalam Parpol yang tidak berjalan sebagaimana
  > > mestinya, akhirnya para petinggi Parpol
  > >
  > > menggunakan cara instan untuk mengapai kursi didewan dan mengawinkannya
  > > dengan strategi "aji mumpung".
  > >
  > > Tanggapan
  > >
  > > Memang, Politik Nepotisme atau politik dinasti ini bukan hanya milik
  > > Indonesia saja. Di negeri kampiun demokrasi, seperti Amerika Serikat,
  > > sering disebut klan John F Kennedy, George Bush, dan Bill Clinton
  > > sebagai pelaku nepotisme. Di Asia acapkali dicontohkan keluarga Nehru
  > > yang melahirkan Indira Gandhi serta anak dan menantu Gandhi yang terjun
  > > ke politik, sementara di Pakistan ada keluarga Ali Bhutto yang
  > > melahirkan Benazir Bhutto dan kini suami serta anaknya juga turut
  > > berkiprah dalam politik. Kecenderungan hampir sama terjadi di Filipina,
  > > Thailand, Banglades, dan beberapa negara lain. (Kompas, 20 October 2008)
  > >
  > > Sehingga beberapa hari lalu dari Subang, Jawa Barat, Ketua Umum Partai
  > > Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri berharap majunya
  > > anak atau keluarga petinggi parpol pada Pemilu 2009 jangan selalu
  > > dilihat dari sisi negatif. Pandangan itu bisa mencegah pembentukan kader
  > > bangsa. Dinasti politik juga ada yang baik, seperti keluarga Kennedy di
  > > Amerika Serikat atau Nehru di India.Ia menyebutkan, putrinya, Puan
  > > Maharani, seperti bersekolah di partai. "Ia mengikuti saya dari
  > > peristiwa Kongres Luar Biasa PDI di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, pada
  > > 1993. Saat peristiwa 27 Juli 1996, ia juga ikut membantu dapur umum di
  > > Kebagusan," papar Megawati.
  > >
  > > Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla juga menegaskan, tak ada dinasti
  > > dalam kehidupan partai di Indonesia. Yang ada justru pengaruh keluarga
  > > kepada tokoh tertentu. "Seperti pengusaha, anaknya juga cenderung
  > > menjadi pengusaha. Tentara juga demikian karena anaknya berada dalam
  > > lingkungan militer. Jadi, jika anak Agung Laksono (Ketua DPR), yakni
  > > Dave, jadi anggota DPR, itu karena lingkungannya setiap hari ia
  > > mendengar omongan politik. Semakin lama, ia tentu akan tertarik dengan
  > > politik," ujarnya.Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Wilayah
  > > Partai Persatuan Pembangunan Jabar Ahmad Kurdi Moekri menyatakan,
  > > sejumlah caleg keluarga tokoh partainya adalah kader berkualitas. Mereka
  > > masuk dalam bursa caleg tidak berbekal nama besar orangtua atau
  > > kerabatnya, tetapi karena aktivitas mereka masing-masing. Hanya Ketua
  > > Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudoyono yang berani mencoret anaknya
  > > dari Daftar Caleg DPR RI, suatu contoh yang patut ditiru.
  > >
  > > Rakyat
  > >
  > > Fenomena Politik nepotisme telah memancing berbagai tanggapan, namun
  > > suatu hal yang perlu diingat adalah dalam sistem politik demokrasi
  > > sekarang ini, kita tidak ingin menutup hak politik para kerabat tokoh
  > > politik yang berkuasa untuk muncul dalam panggung politik. Karena apa
  > > pun, dalam sistem demokrasi, hak untuk berpolitik dan ikut
  > > berpartisipasi dalam pemerintahan dijamin konstitusi sebagai hak asasi
  > > manusia. Hal itu juga tercantum dalam International Covenant Civil and
  > > Political Right yang telah diratifikasi pemerintah. Sekarang saatnya
  > > rakyatlah yang menentukan pilihannya dalam pemilu mendatang apakah calon
  > > - calon yang "berbau" nepotisme tersebut benar-benar berkompoten atau
  > > hanya membonceng nama besar orang tua atau keluarganya ?.
  > >
  > > Oleh: Fredrik Wakum. Penulis adalah Koordinator Kompartemen Pendidikan &
  > > Politik LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Kabupaten Mimika
  > >
  > > [Non-text portions of this message have been removed]
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > > [Non-text portions of this message have been removed]
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > >
  > > [Non-text portions of this message have been removed]
  > >
  > >
  >
  > ----------------------------------------------------------
  >
  > Internal Virus Database is out-of-date.
  > Checked by AVG.
  > Version: 7.5.549 / Virus Database: 270.8.5/1763 - Release Date: 02/11/2008
  > 19:08
  >
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >
  > 
  >

  [Non-text portions of this message have been removed]



   


------------------------------------------------------------------------------


  Internal Virus Database is out-of-date.
  Checked by AVG. 
  Version: 7.5.549 / Virus Database: 270.8.6/1765 - Release Date: 03/11/2008 
16:59


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke