http://batampos.co.id/utama/utama/pemerintah_akui_gagal_atasi_krisis_/
Pemerintah Akui Gagal Atasi Krisis Rabu, 12 November 2008 JAKARTA (BP)- Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengakui pemerintah gagal mengatasi dampak krisis keuangan global yang menghantam industri berbasis komoditas di pedesaan (rural crisis). Krisis kali ini dinilai lebih berat dibanding krisis moneter 1998, karena ketika itu industri yang terdampak hanya industri yang berbasis di perkotaan. "Kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk krisis yang sekarang ini. Karena, kalau 10 tahun lalu yang kena industri perkotaan, urban crisis, sekarang justru rural crisis," ujar Jusuf Kalla ketika membuka Konferensi United Nations Development Programme (UNDP) membahas solusi krisis finansial di Asia-Pasifik di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin (11/11). Akibat harga komoditas dunia seperti minyak sawit, karet, dan kopi, anjlok dibanding awal tahun ini, kinerja ekspor merosot dan pendapatan sektor swasta yang bergerak di perdagangan komoditas menurun. Dia menilai kibat terburuk justru dialami petani, sehingga daya beli di pedesaan menurun tinggal separuhnya. "Dampak tidak langsungnya, pendapatan pemerintah turun karena penerimaan pajak dari sektor komoditas menurun. Begitu pula potensi penurunan penerimaan devisa akibat aktivitas ekspor komoditas yang melambat," kata dia. Karena pajak amat diperlukan untuk pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, dan bendungan, kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur ikut menurun. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah akan bekerjasama dengan lembaga-lembaga donor internasional untuk membangun infrastruktur selama krisis. Akibat krisis, pemerintah juga merevisi target pertumbuhan ekonomi dalam rencana jangka menengah. Awal tahun ini, pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi akan mencapai 11 persen pada 2011. "Kalau tidak ada krisis, tahun ini kita bisa tumbuh 8 persen. Tapi karena krisis, terpaksa kita revisi target pertumbuhan 6,4 persen menjadi 6 persen," terang dia. Meski demikian, Jusuf Kalla menegaskan sektor riil dan pondasi ekonomi Indonesia tidak banyak terpengaruh krisis finansial di Amerika Serikat (AS). Meski ekspor sejumlah komoditas turun, namun industri tetap bergerak. "Semua tetap berjalan, pabrik-pabrik tetap berproduksi. Dampak krisis kali ini beda dengan 10 tahun lalu, karena fundamental ekonomi kita sangat kokoh," terangnya. Selain faktor fundamental yang lebih baik, pemerintah menilai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah membaik dengan sistem jaminan dana di perbankan yang lebih aman. "Pemerintah telah bekerja keras mencegah risiko-risiko krisis finansial ini. Ke depan, mari kita ciptakan ekonomi yang riil, bukan bubble economy," kata Kalla. (noe/jpnn [Non-text portions of this message have been removed]