SIARAN PERS KEGIATAN CAK NUN DARI ABU DHABI

CAKNUN-KIAIKANJENG DAN LUKA PARA TKW



Sebelum pentas di Abudhabi, rombongan KiaiKanjeng menemui 126 TKW yang
berposisi melarikan diri dari majikan-majikan mereka dan ditampung oleh
KBRI di Uni Arab Emirat. Sehari sebelumnya hanya ada 46 TKW tapi hari
itu bertambah menjadi 126. CNKK berdialog dengan mereka, mendengarkan
keluhan-keluhan mereka, terutama tentang sebab-sebab mereka kabur dari
majikannya. 

Sesudah tour dua minggu di Nederlands dan bersama Teater Dinasti
mementaskan "Tikungan Iblis" di Surabaya, KiaiKanjeng tanpa mampir
pulang ke Yogya langsung terbang ke Abudhabi untuk tampil di Cultural
Foundations mempersembahkan karya di hadapan para diplomat, pengusaha
dan masyarakat Uni Arab Emirat, di samping pentas juga di hadapan
masyarakat Indonesia sehari sebelumnya.



Jalan di atas arang membara

KiaiKanjeng melakukan wawancara kepada para pekerja wanita 'pelarian'
Indonesia di negeri itu. Jumlah TKW kita di UAE sekitar 45.000 orang
yang umumnya berasal dari Jatim, Jateng, Jabar, TKW dan Kalsel. Mereka
adalah pekerja-pekerja tingkat terendah sejajar dengan pekerja dari
Sudan, Nepal dan Ethiopia. Pekerja lain dari Philippines, Bangladesh,
India dan Pakistan umumnya lebih memiliki ketrampilan, sehingga bisa
berkiprah di sektor-sektor yang lebih proffesional.

126 TKW itu melarikan diri dari para majikannya umumnya karena tidak
digaji, ada yang beberapa bulan, bahkan ada yang 4 tahun belum digaji.
Di samping itu juga karena disiksa oleh majikannya: disiram air panas,
dipukuli, dipaksa makan nasi basi tiga hari berturut-turut, disuruh
berjalan di atas arang membara, dlsb. Menurut pengakuan mereka, sebab
siksaan-siksaan itu bermacam-macam. Karena Ibu Majikan cemburu, karena
hasutan para pekerja lain yang bukan dari Indonesia, serta sebab-sebab
lain yang umumnya berasal dari masalah-masalah yang kecil dan sepele.



Rendahnya Kwalitas Kerja

Menurut sumber dari KBRI sebenarnya ada juga yang sebabnya berasal dari
kita sendiri. Misalnya karena organisasi pengiriman tenaga kerja kita
di Indonesia tidak memberikan ketrampilan yang memadai, sehingga tidak
sedikit pekerja kita yang sama sekali tidak memiliki pengetahuan dan
ketrampilan dari kewajiban kerjanya, di samping sama sekali tidak
memiliki bekal bahasa.

"Mungkin sekali tidak ada training sebelum mereka dikirim", kata salah
seorang personil KBRI yang bertugas dalam penampungan, "Indonesia bukan
tidak punya tenaga trampil atau berkemampuan bahasa, tetapi
lembaga-lembaga pencarian tenaga kerja kita sepertinya lebih memilih
segmen TKW yang mudah dibodohi, sementara tenaga kerja lain yang lebih
berpendidikan dan berketrampilan tidak banyak yang berpikir untuk
bekerja di luar negeri. Sehingga yang kita eksport adalah tenaga kerja
yang paling rendah kwalitasnya".



KBRI tidak tahu jumlah TKI

Dalam kunjungan ke Saudi Arabia tahun lalu KiaiKanjeng memperoleh
informasi bahwa pihak KBRI tidak memiliki informasi tentang jumlah TKW
Indonesia. Sebabnya karena Kerajaan Saudi Arabia memiliki perjanjian
ketenaga-kerjaan sendiri dan langsung dengan biro-biro penyediaan
tenaga kerja di Indonesia tanpa keterkaitan dengan Pemerintah RI.

Posisi dan bargaining power tenaga-tenaga kerja kita di Negara-negara
Arab sangat berbeda dengan yang di Hongkong, Korea Selatan atau
Malaysia. Terutama karena di Kerajaan-kerajaan negeri Arab tidak ada
kejelasan hukum, sementara para pekerja kita yang dikirim ke sana juga
relatif tidak memiliki pemahaman hukum tentang kontrak kerja dengan
segala lika-likunya.



Belum ada harapan hukum dan politik

Cak Nun mengatakan kepada para TKW pelarian itu bahwa ia sangat
bersedih karena belum melihat ada harapan hukum maupun politik yang
dalam waktu dekat bisa menolong mereka berubah dari keterpurukan. "Saya
tidak bisa menjanjikan kepada Anda upaya menekan atau mengubah
Pemerintah kita untuk berubah dari ketidakmampuan mereka secara hukum
maupun politik untuk mengantisipasi apa yang Anda alami bersama ribuan
saudara-saudara kita lain di tempat yang berbeda", kata Cak Nun.

"Yang hari ini bisa saya lakukan", ia melanjutkan, "adalah mengajak
Anda semua untuk tetap percaya kepada kehidupan, kepada tak terbatasnya
kemungkinan di hari depan kita semua, kepada tawazzun (penyeimbangan)
yang pasti dilakukan Tuhan, serta perlakuan-Nya yang khusus kepada
hamba-hambanya yang dianiaya".

Cak Nun mengajak mereka untuk sementara ini memanfaatkan penderitaan
untuk dijadikan tambahan ilmu dan kematangan hidup. "Mungkin inilah
kesempatan untuk mencari orang yang lebih menderita dibanding kita.
Misalnya, apakah Kanjeng Nabi Muhammad Anda juga menderita?"

Para TKW menjawab, "Ya".

"Siapa yang lebih menderita, Kanjeng Nabi atau kita?", tanya Cak Nun.

Mereka menjawab, "Kanjeng Nabi".

Cak Nun menanyakan siapa di antara para TKW itu yang punya anak
laki-laki? Sejumlah dari mereka mengangkat tangan. "Kanjeng Nabi tidak
diperkenankan oleh Allah untuk punya anak laki-laki. Beliau punya
Qasim, tapi diambil Allah ketika masih kanak-kanak. Anda-anda yang
punya anak lelaki, maukah Anda menjadi kaya raya dan sukses tapi putra
Anda diminta oleh Allah?"

Para TKW itu menangis. Dan hampir semua kemudian juga terisak-isak
ketika KiaiKanjeng mengajak mereka melantunkan beberapa shalawat
bersama yang ternyata mereka sangat hapal. Cak Nun mengajak mereka
mempersiapkan diri untuk tampil melantunkan itu bersama KiaiKanjeng
pada 22 Nopember malam di depan masyarakat Indonesia di Abudhabi.****



Yogyakarta, 22 November 2008

Manajer KiaiKanjeng

A Syakurun Muzakki

0818263715


      
___________________________________________________________________________
Dapatkan nama yang Anda sukai!
Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com.
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke