Refleksi: Hormat kepada sangsaka merah poteh, ayo! http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/12/sh05.html
Gugatan Pemerintah Kandas Dag, Dig, Dug Merebut Uang Tommy Oleh Leo Wisnu Susapto/Rikando Somba JAKARTA - Bila tidak ada perubahan maka Kamis (12/2) malam WIB atau pagi waktu setempat, The Royal Court of Guernsey di Inggris, akan memutuskan apakah akan mencabut pemblokiran uang Hutomo Mandala Putra (Tommy) Soeharto senilai 36 juta Euro atas permintaan banding pemerintah Indonesia, atau meneruskan pemblokiran itu. Harapan bahwa pemerintah akan memenangkan putusan itu makin kecil karena PN Jakarta Pusat kemarin menolak gugatan pemerintah dalam kasus PT Vista Bela Pratama (VBP) menyangkut uang Tommy senilai Rp 4 triliun. "Putusan atas kasus Vista Bella itu tidak terlalu berpengaruh, tetapi mengurangi alasan kita dalam appeal," ujar Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Edwin Pamimpin Situmorang di kantornya, Kejaksaan Agung (Kejagung), Rabu (11/2). Ia tetap optimistis The Royal Court of Guernsey yang mencabut pemblokiran uang Tommy senilai 36 juta Euro tak begitu mempertimbangkan kekalahan Kejaksaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Meski, di sisi lain, ia tak menafikan kemungkinan adanya pertimbangan majelis hakim di sana terhadap kemenangan Tommy di pengadilan pertama Inggris yang sudah memenangkan Tommy. Padahal, beberapa saat sebelum keluar putusan PN Jakarta Pusat atas kasus gugatan pemerintah terhadap jual-beli Vista Bella yang akhirnya dimenangkan Tommy, Jamdatun berkomentar berbeda. Ia mengatakan, memori banding terhadap uang putra bungsu mantan Presiden Soeharto itu di Garnett Ltd , akan memuat putusan Vista Bella. Pemerintah Kalah Kemarin, Pemerintah (Menteri Keuangan) kembali gagal memenangkan gugatan terhadap Tommy, setelah majelis hakim PN Jakarta Pusat menyatakan jual beli hak tagih piutang PT Timor Putra Nasional pada PT Vista Bella Pratama tidak bertentangan dengan hukum. Ketua majelis hakim, Reno Listiwo, Rabu, juga menyatakan lima tergugat tak terbukti terafiliasi. Dan pengalihan hak tagih piutang (cessie) PT TPN yang dibeli PT VBP dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional 15 April 2003, menurut majelis hakim tak bertentangan dengan Pasal 312 KUH Perdata. Hakim juga menilai para tergugat tidak berbuat melawan hukum, dan tak memiliki keterkaitan. Kelima tergugat menurut majelis adalah badan hukum tersendiri sehingga menjadi subjek hukum tersendiri. Majelis berpendapat peran PT Mandala Buana Bakti hanya agen pembayar utang PT VBP pada BPPN. Begitu pula keterkaitan PT MBB dengan PT Humpuss sebagai pengguna jasa untuk membayar utang di luar negeri. Menurut hakim, setelah BPPN bubar, berdasarkan neraca yang diaudit BPK, hak tagih atas piutang yang dibeli PT VBP tak lagi tercatat. "Berarti para tergugat tidak melawan hukum yang menimbulkan kerugian dan jual beli sudah disetujui para pihak sesuai Pasal 1320 KUH Perdata," papar Reno. Sekalipun demikian, majelis berpendapat Pasal 6 PP No 17 Tahun 1999 menyatakan, BPPN bertanggungjawab di bawah menteri keuangan. Berarti setelah BPPN bubar, segala kewenangan yang ada pada lembaga itu beralih pada menteri keuangan. "Termasuk data dan persoalan yang harus diselesaikan beralih pada menteri keuangan," tukas Reno. Kemenangan Tommy, bagaimana pun makin mengesankan lemahnya argumen pemerintah melalui Kejaksaan terkait berbagai kasus hukum yang dibelitkan kepadanya. Jika dilihat ke belakang. Jaksa Agung Hendarman Supandji begitu optimistis terhadap semua kasus hukum yang disangkakan kepada Tommy. Bahkan, dalam pertemuan antar-jaksa agung internasional di Bali, awal tahun lalu, Hendarman pun mengundang masyarakat internasional untuk cawe-cawe dalam pengusutan kasus-kasus tersebut melalui mekanisme StaR (Stolen Assets and Recovery). Dia dibidik sejumlah kasus: BPPC, TPN, dan kepemilikan uang di Guernsey. Hasilnya, satu persatu kasus itu bisa dimenangkan Tommy. Sebelumnya, Kejagung juga menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang menjadikan Tommy sebagai tersangka. Alasannya Kejaksaan menemukan fakta BPPC pada tahun 1995 telah melunasi utang pokok dan bunga sebesar Rp 769 miliar. Dengan demikian, berdasarkan UU Nomor 3/1971 tentang Tindak Pidana Korupsi, tuduhan yang dialamatkan kepada Tommy dihapuskan. Tak Berpengalaman? Kekalahan Kejaksaan ini mendapat sorotan tajam dari kalangan LSM, namun tidak ditanggapi oleh para politisi di Senayan. Menurut Ketua YLBHI Patra M Zen, Kejaksaan harus mengevaluasi. "Dalam hal ini, ada dua arti, pertama Jaksa Pengacara Negara harus mengevaluasi, baik alat bukti maupun pembuktian, termasuk proses dan dan upaya hukumnya. Hal itu tentu akan membuat atau memunculkan pertanyaan di masyarakat. Ini alat bukti yang diajukan Jaksa Pengacara Negara kan kurang, karena kalau alat bukti JPN nya kuat, kasus Tommy Soeharto tak mungkin hasilnya semacam itu," ujar Patra kepada SH, Kamis. Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Juntho menyoroti adanya hal lain yang diduga sebagai penyebab kandasnya gugatan. Menurut Emerson Jaksa Pengacara Negara lebih banyak menangani kasus pidana daripada perdata, sehingga untuk urusan perdata mereka tidak canggih. "JPN tak beda dengan polisi yang lebih sering terjun ke masalah pidana. Jadi walau berlatar pendidikan hukum perdata, tapi jam terbang mereka kan lebih banyak ke pidana," papar Emerson. Semua pergeseran pidana ke perdata, memang menimbulkan ekses yang harusnya diantisipasi. Semestinya, keyakinan akan kemenangan harus didukung dengan alat bukti yang dikumpulkan, bukan hanya kumpulan pernyataan optimisme. Diamnya pemerintah dan DPR juga menjadi catatan tersendiri terhadap kasus-kasus ini. Upaya pemulihan aset yang dipilih daripada kriminilisasinya, ternyata tak juga berbuah hasil. Jadi apalagi yang mau ditempuh? (sihar ramses simatupang [Non-text portions of this message have been removed]