http://pemilu.detiknews.com/read/2009/04/13/072535/1114377/700/wow-hasil-real-count-sesuai-dengan-quick-count Wow! Hasil Real Count Sesuai dengan Quick Count Shohib Masykur – detikPemilu Jakarta - Sungguh menakjubkan. Hasil real count KPU ternyata serupa dengan quick count lembaga survei. Padahal metode yang digunakan sangat berlainan. Saksikanlah di http://tnp.kpu.go.id. Dari data per Senin (13/4/2009) pukul 07.00 WIB, telihat grafik warna biru Partai Demokrat menjulang tinggi mengatasi parpol lain dengan perolehan suara berkisar pada angka 20 persen. Pada posisi kedua bertengger Partai Golkar dengan perolehan suara pada kisaran angka 14 persen. Adapun posisi ketiga diraih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan perolehan berkisar 14 persen, selisih tipis dengan Golkar. Posisi berikutnya ditempati Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan kisaran perolehan 8 persen. Diikuti oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dengan suara berkisar 6 persen. Angka-angka di atas, terutama untuk 4 parpol terbesar, tidak jauh beda dengan prediksi lembaga quick count seperti Lingkaran Survei Indonesia, Cirus, dan Lembaga Survei Nasional. Posisi Golkar dan PDIP yang selisih tipis dan saling menyalip juga mirip. Untuk parpol yang lolos parliamentary threshold (PT) pun keterangan real count serupa dengan prediksi quick count. Ada 9 parpol yang menurut perhitungan sementara real count akan melenggang ke Senayan, yakni PD, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Ini sama dengan prediksi quick count. Kalau kita ikuti, konstelasi perubahan perolehan suara parpol-parpol dalam tabulasi relatif tidak mengubah peringkat dan prosentase tiap parpol. Demokrat sejak awal bertengger di peringkat pertama, diikuti Golkar dan PDIP yang kadang saling salip. Parpol urutan berikutnya terkadang juga saling salip, namun tidak ada kenaikan atau penurunan peringkat dan prosentase yang cukup signifikan untuk masing-masing parpol. ( sho / ddt ) Jakarta - Keserupaan antara hasil real count dengan quick count menimbulkan kecurigaan. Pasalnya, metode yang digunakan sangat berlainan sehingga agak tidak logis jika hasilnya sama. "Ini hasil tabulasi kok mirip dengan quick count. Padahal metode yang digunakan berbeda. Kita bisa mempertanyakan, patut dicurigai," ujar praktisi TI dari ITB Dedy Syafwan kepada detikcom, Minggu (13/4/2009) malam. Metode yang digunakan quick count adalah dengan mengambil sampling TPS. Rata-rata jumlah sampling adalah 2.000 TPS. Sedangkan real count KPU tidak menggunakan sampling, tetapi langsung diambil dari data riil hasil perhitungan suara di lapangan. Bahwa hasil kedua metode ini bisa sama, Dedy mengajukan kecurigaannya. Menurut dia, jika mau, tidak sulit melakukan manipulasi dalam pemrosesan data yang masuk dari daerah. Sebab data yang ditampilkan di tabulasi KPU tidak real time. "Data yang masuk tidak langsung tampil di tabulasi, tapi harus ditahan dulu," tutur Dedy. Karena data ditahan dulu, pada tahap itulah ada peluang terjadinya manipulasi. Sebab pihak yang memproses data bisa memilah dan memilih data mana yang akan ditampilkan terlebih dulu di tabulasi. "Kenapa nggak real time saja? Data yang masuk sebaiknya langsung ditayangkan, tidak perlu ditahan. Secara teknis hal itu sangat mungkin dilakukan," terang Dedy. ( sho / nrl ) Yusron: Seharusnya Real Count dan Quick Count Tidak Sinergi Didit Tri Kertapati – detikPemilu Jakarta - Perhitungan real count KPU ternyata tidak jauh berbeda dengan hasil quick count yang dilakukan beberapa lembaga survei. Jika dicermati, hal ini sebenarnya mengandung kejanggalan. "Sejak jauh-jauh hari saya melihat seharusnya real count dengan quik count tidak sinergi," ujar Ketua DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Yusron Ihza Mahendra ketika dihubungi detikcom, Senin (13/4/2009). Menurut Yusron, pengambilan sampel yang dilakukan oleh lembaga survei tidaklah sama dengan data yang masuk ke KPU. Karena itu menjadi janggal jika hasil yang ditampilkan bisa sinergi. Atas kejanggalan tersebut, Yusron mendesak KPU untuk lebih terbuka dalam proses penyelenggaraan tabulasi nasional ini. Dibandingkan dengan 2004, imbuh adik kandung Yusril Ihza Mahendra ini, tabulasi Pemilu 2009 lebih sulit dikontrol karena hanya menampilkan perolehan suara DPR di level nasional. "Kita lihat itu langsungg secara nasional. Dulu 2004 kan per provinsi. Dengan total seperti itu sangat sulit dikontrol oleh masyarakat," papar Yusron. ( ddt / sho ) Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer [Non-text portions of this message have been removed]