Pengaruh Sikap

By: Prof. Dr Achmad Mubarok MA

Karena sikap relatif menetap di dalam diri seseorang maka ia sangat besar 
pengaruhnya terhadap tingkah laku yang bersangkutan, apa lagi jika sikap itu 
telah lama bersemayam dalam diri seseorang atau itu pada terbentuknya sikap 
menentang yang dilakukan oleh kaum ‘Ad terhadad Nabi-nabi utusan Allah SWT:

Dan itulah kaum 'Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan 
mendurhakai Rasul-rasul Allah, dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang 
sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran) (Q., s. Hud / 11:59).

Ayat itu mengandung isyarat bahwa kaum 'Ad memiliki sikap mengingkari 
tanda-tanda kekuasaan Allah SWT karena mereka telah hidup dalam waktu yang lama 
di bawah pengaruh raja-raja yang memiliki sikap menentang kepada kebenaran, 
sehingga sikap itu sudah menjadi sikap sosial. Mereka bersikukuh dengan sikap 
lama dan segera menolak terhadap sikap baru yang diperkenalkan oleh para Rasul. 
Sikap yang telah menetap menyebabkan mereka bergantung kepada akidah lama, 
sekaligus menolak dan memusuhi akidah baru. Hal-hal yang menyebabkan mereka 
bersikukuh dalam sikap lama itu diterangkan oleh surat al-Kahfi / 18:57:

Siapakah yang lebih zalim dibanding orang yang telah diperingatkan dengan 
ayat-ayat dari Tuhannya, lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang 
telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan 
tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan Kami 
(letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka 
kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya 
(Q., s. al-Kahf / 18:57).

Ayat tersebut menerangkan dengan jelas bahwa  orang yang telah lama mengambil 
sikap kepada sesuatu menyebabkan ia tidak mampu melihat secara cermat kelemahan 
dari sikapnya itu. Mereka membela mati-matian sikapnya yang lama meskipun tidak 
logis, sementara karena hati (akal)-nya buta dan telinganya tuli maka mereka 
tidak bisa menganalisisi hujjah-hujjah dan argumen yang mendukung sikap baru, 
meskipun sikap baru itu jelas logis. Sikap yang telah mengenal seperti yang 
dimiliki oleh kaum 'Ad itu dapat mendorong orang ada pada sikap fanatik buta 
terhadap hal-hal yang telah lama dibela dan apriori terhadap hal-hal baru yang 
berbeda dengan hal-hal yang telah lama dianutnya. Orang yang telah memiliki 
sikap yang kuat terhadap suatu hal, maka ia tidak mampu bersikap kritis 
terhadap apa yang diyakininya itu sehingga orang tersebut seakan pemikirannya 
telah beku.
    
Pengaruh sikap terhadap tingkah laku juga dicontohkan al-Qur'an pada sikap 
orang Quraysy terhadap anak perempuan. Sebagaimana disebutkan dalam tarikh 
bahwa orang-orang Arab suku Quraysy memiliki sikap negatif terhadap anak 
perempuan sehingga jika istri mereka melahirkan bayi perempuan, mereka seakan 
terkena aib yang memalukan hingga ada yang menguburkan bayi perempuan itu 
hidup-hidup sebelum orang lain mengetahui. Bayi yang dikubur hidup-hidup itu 
dalam surat al-Takwir / 81:8 disebut al-ma'udah. Surat al-Nahl / 16:58-59 juga 
mengisyaratkan tingkah laku mereka yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap anak 
perempuan;

Dan apabila seseorang dari mereka diberi khabar tentang (kelahiran) anak 
perempuan, hitamlah (merah padam) mukanya, dan ia sangat marah. Ia 
menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang 
disampaikan kepadanya, apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung 
kehinaan, ataukah akan menguburkannya di dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, 
alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu (Q., s. al-Nahl / 16:58-59).  

Al-Qur'an juga mencontohkan karena pengaruh sikap negatif terhadap para Nabi 
menyebabkan orang ingkar sama sekali tidak mampu menerima gagasan adanya hidup 
diakhirat seperti yang diajarkan oleh para Nabi, karena akal dan hati mereka 
tidak berkerja secara optimal atau bahkan tertutup sama sekali. Surat 
al-Mu'minun / 23:36-37 dan surat al-Jatsiyah / 45:24, menyebutkan kuatnya 
pengaruh sikap terhadap tingkah laku.

Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan, Kehidupan itu tidak 
lain adalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup, dan 
sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi (Q., s. al-Mu'minun / 23:36-37).  

Mereka berkata: kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita 
mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Dan 
mereka sekali-kali tidak memiliki pengaruh tentang itu, mereka tidak lain hanya 
menduga-duga saja (Q., s. al-Jatsiyah / 45:24).
    
Dari munasabah dengan ayat sebelumnya dapat diketahui bahwa surat al-mu'minun / 
23:36-37 di atas berkaiatan dengan kaum 'Ad yang telah lama mempunyai sikap 
menolak kepada Nabi yang diutus kepada mereka. Sikap menolak kepada Nabi 
menyebabkan mereka tidak mampu memahami secara jernih terhadap pesan yang 
disampaikan. Sedangkan dari munasabah-nya dengan surat al-Jatsiyah / 45:23, 
al-Jatsiyah 24 tersebut berkaitan dengan orang yang mempertuhankan hawa nafsu, 
yakni orang-orang yang telah memiliki keyakinan keliru secara turun temurun 
dari nenek moyang mereka. Ayat selanjutnya (25) menyebutkan ketidakmampuan akal 
mereka memahami keterangan wahyu yang bahkan sudah jelas kebenarannya. 
Kebiasaan mereka merujuk keyakinan lama yang meskipun tidak logis, menurut ayat 
25 tersebut menyebabkan mereka hanya berhujjah dengan tradisi keyakinan nenek 
moyang.

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii 




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke