Gadis :

Kalangan feminis Radikal memiliki keyakinan bahwa penyebab dasar dari
ketertindasan perempuan adalah seksualitas dan system gender. Menurut
Alison Jaggar seorang aktivis feminis Radikal penjelasan ketertindasan
yang mendasar tersebut dapat dijelaskan kira-kira sebagai berikut:

---

ko_jano :

Kalau menurut kalangan  ttt "WM", penyebab perempuan merasa tertindas adalah 
karena mereka belum "mengaji" di WM.
Kalau sudah ikut pengajian di WM, insya Allah, hati berbunga - bunga dan 
bahagia. Amin.

Wassalam

-o0o-


--- On Thu, 23/4/09, Dwi Soegardi <soega...@gmail.com> wrote:

From: Dwi Soegardi <soega...@gmail.com>
Subject: Re: [wanita-muslimah] Mengapa setiap 21 April kita memperingati Hari  
Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan?
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Thursday, 23 April, 2009, 9:56 PM

2009/4/23 Ary Setijadi Prihatmanto <ary.setij...@gmail.com>:
> wah,
> sekarang INSISTS dan Jurnal Perempuan via Gadis Arivia joint-forces ya....
> artikelnya bisa sangat sinergis dengan
> http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=artikel|-7|N

Makasih linknya, saya copy-n-paste artikel lengkapnya berikut ini.

wow, yang "kiri" dan "kanan" bisa kompakan, ketika menyerang yang "tengah" :-)

Sebagai tambahan renungan, saya kutip (tanpa ijin hehe)
status facebook teman yang kok sekarang jarang nongol di sini:
".... bukan soal nama kartini, bukan pula soal perempuan yang akhirnya
rela dipoligami,
tapi soal geliat melawan himpitan hegemoni, atas nama tradisi, atas
nama Ilahi .."
(Syafei, 19 April 2009)

http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=artikel|-7|N

Rabu, 21 April 2004
Kartini dan Modernitas

Oleh: Gadis Arivia

Sebenarnya tidak ada yang perlu dibanggakan tentang Kartini, nama
ampuh yang dipakai oleh Orde Baru untuk melumpuhkan semua imajinasi
perempuan selama 32 tahun. Bagaimana tidak jengkel dengan Kartini,
atas namanya, bertahun-tahun lamanya pergerakan perempuan diredusir
menjadi lomba kebaya, memasak dan paduan suara. Orang boleh saja
mengatakan itu bukan salah Kartini tetapi salah penguasa pada saat itu
yang menggunakan Kartini sebagai alat untuk membungkam tokoh-tokoh
perempuan yang non-Jawa. Paling tidak dalam sejarah tercatat ada nama
Siti Roehana dari Kotagadang, Sumatera Barat, lahir tidak beda jauh
dengan Kartini pada tanggal 20 Desember 1884. Jasa Roehana mendirikan
Sekolah Perempuan pada tahun 1911 dan mendirikan surat kabar perempuan
pertama Soenting Melajoe pada tahun 1912 tidak terdengar gaungnya
apalagi suaminya Abdoel Koeddoes adalah seorang pemberontak yang
menentang Belanda.

Memang lebih aman memilih Kartini, sebagai ikon perempuan pribumi yang
besar dalam keluarga feodal, setidaknya begitu pendapat Belanda ketika
itu. Sebagai keturunan langsung R.M.A Sosroningrat, bupati Jepara, dan
berkakek R.M.A Tjondronegoro, bupati Kudus,Brebes dan Pati, lengkaplah
kebangsawanan Kartini tidak peduli ibunya adalah anak mandor pabrik
gula yang merupakan istri kesekian ayahnya. Tidak juga dipedulikan
bila sang ibu dari rakyat jelata itu tidak pernah disebut satu kali
pun dalam surat-surat Kartini, ia hanya mau menyebut ayahnya, pria
segala-galanya baginya.

Kasihan ayahku tercinta, ia telah begitu banyak menanggung, dan hidup
ini masih jua timpakan kekecewaan-kekecewaan menyedihkan pula
kepadanya. Ayah tiada mempunyai sesuatu terkecuali anak-anaknya, kami
inilah segala-galanya…(Surat, 23 Agustus 1900 kepada Estelle
Zeehandelaar).
Bila Belanda menyembunyikan maksud sesungguhnya memilih Kartini, Orde
Baru memakainya untuk menyembunyikan kaki-kaki pergerakan perempuan,
maka, hanya ada surat-surat Kartini yang tidak dapat disembunyikan
maupun disunyikan.

Aku mencintai kebebasanku, o, dialah segala-galanya yang kumiliki, dan
nasib saudari-saudariku sangat meminta perhatianku; aku rela membantu
mereka kuat-kuat, dan siap sedia menyerahkan apa pun korban yang
dipintanya, agar dapat memperbaiki nasib mereka. Aku pandang menjadi
kebahagiaan hidup, bila dapat dan boleh menyerahkan diri seluruhnya
buat pekerjaan ini. (Surat, 23 Agustus 1900 kepada Estelle
Zeehandelaar)
Adakah yang berbeda dari apa yang digoreskan Kartini tentang kebebasan
dan perjuangan perempuan pada tahun 1900-an dan di tahun 2000-an ini?
Sepanjang sejarah tulisan perempuan yang dituangkan dalam bentuk esei,
cerita, dan sajak masih mengungkapkan kegelisahan yang sama. Melalui
berbagai variasi tema dan suara, kita melihat kontemplasi para penulis
perempuan mengenai dunianya, pilihannya dan mimpi-mimpinya.

Vladimir Nabokov mengatakan bahwa pembaca yang baik adalah seseorang
yang dapat memberi catatan-catatan kecil, melipat ujung kertas buku
sebagai penanda, menggarisbawahi hal-hal yang dianggap penting,
bercakap-cakap, berdebat dengan penulis dan bukan hanya duduk
manis-manis dan membiarkan tulisan-tulisan tersebut tidak terjamah.
Para penulis perempuan sepanjang sejarah berusaha ingin mengaduk-aduk
pembaca, kadangkala dengan mengutak-utik kesadaran yang mapan. Kita
melihat suatu kedalaman, pengalaman-pengalaman dan horizon berpikir
yang baru, apapun resikonya.

Ini yang aku simpulkan sebelum bukuku A Room of One’s Own diterbitkan.
Bahwa Morgan (E.M. Forster) tidak akan meresensi buku itu. Membuat aku
berpikir mungkin teman-temanku (kalangan Bloomsbury) tidak menyukai
intonasi feminist di dalam bukuku…Aku mungkin akan diserang karena
pemikiran-pemikiranku itu…bukuku tidak dianggap serius, dianggap
bacaan yang mudah…logika feminin…cocok hanya untuk kalangan perempuan.
Aku sih tidak mempedulikan, sebuah perjuangan memang, yang penting aku
menulis dengan semangat dan keyakinan. (Virginia Woolf, 1929).


Kejamnya cerita Eva
Tanggung jawab yang luar biasa
Ada sejarahnya
Tentang kekejaman.
Betapa kejam,
Dalam sejarah dengan kesengsaraan
Tentang kepalsuan.
Katamu hanya sebuah legenda
Kamu bilang begitu? Tapi apa makna sebuah legenda?
Kalau tidak
Untuk menyalahkan perempuan
Menghukumnya?
Ini adalah makna legenda yang mewarnai
Semua pikiran manusia, yang tidak ditemui pada binatang.
(Stevie Smith, 1969).

Keputusasaan mewarnai banyak penulis perempuan di dalam sejarah.
Keputusasaan Kartini tampak jelas saat ia hidup dalam pingitan. Di
dalam “penjara” ini ia mengalami pendalaman, dan seakan-akan hidupnya
yang masih muda itu dipaksa untuk memahami yang ia tidak mengerti sama
sekali. Sekali waktu di dalam surat-suratnya ia bercerita dalam gaya
orang ketiga.

Si gadis cilik berumur 2,5 tahun sekarang, dan tibalah masa baginya
untuk mengucapkan selamat jalan bagi kehidupan bocah yang ceria;
miminta diri pada bangku sekolah yang ia suka duduk di atasnya…dan
harus takluk pada adat kebiasaan negerinya, yang memerintahkan
gadis-gadis muda tinggal di rumah, hidup dalam pengucilan yang keras
dari dunia luar sedemikian lama, sampai tiba masanya seorang pria yang
diciptakan Tuhan untuknya datang menuntutnya serta menyeretnya ke
rumahnya. (Surat, 6 November 1899 kepada Estelle Zeehandelaar).
Sama nasibnya dengan Anne Sexton, penyair yang mengalami mental
breakdown dan masuk rumah sakit secara berkepanjangan. Setiap puisinya
memberi sebuah intipan kehidupannya yang berakhir pada neraka. Ia
mengabaikan tradisi yang telah menggariskan perempuan untuk diam
tentang seksualitas perempuan. Karya-karyanya mengundang kontroversi
tapi juga memenangkan banyak piala literatur bergengsi. Sexton
akhirnya bunuh diri pada tahun 1974.

Ibu Rumah Tangga
Ada perempuan yang kawin dengan rumah.
Semacam kulit lain; ada hatinya,
mulut, limpa dan suara-suara perut.
Dinding-dindingnya berwarna merah jambu secara permanent.
Lihat bagaimana ia jongkok seharian penuh,
secara setia memeras dirinya sendiri.
Laki-laki masuk secara paksa, menghasilkan Jonah
masuk ke dalam daging ibunya.
Seorang ibu adalah ibunya.
Itu yang paling penting.
(Anne Sexton, 1974).
Kalangan feminis Radikal memiliki keyakinan bahwa penyebab dasar dari
ketertindasan perempuan adalah seksualitas dan system gender. Menurut
Alison Jaggar seorang aktivis feminis Radikal penjelasan ketertindasan
yang mendasar tersebut dapat dijelaskan kira-kira sebagai berikut:
1. Bahwa perempuan secara histories merupakan kelompok yang tertindas.

2 . Bahwa ketertindasan perempuan sangat meluas di hampir seluruh
masyarakat mana pun.

3 . Bahwa ketertindasan perempuan merupakan yang paling dalam dan
bentuk ketertindasan yang paling sulit untuk dihapus dan tidak dapat
dihilangkan dengan perubahan-perubahan sosial seperti penghapusan
kelas masyarakat tertentu.

4 . Bahwa penindasan terhadap perempuan menyebabkan kesengsaraan yang
amat sangat terhadap korbannya, baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif, walaupun kesengsaraan tersebut tidak tampak karena adanya
ketertutupan, baik yang dilakukan oleh pihak penindas maupun yang
tertindas.

5 . Bahwa penindasan terhadap perempuan pada dasarnya memberikan model
konseptual untuk mengerti bentuk-bentuk lain penindasan.
Pada poin ke-5 ini terasa sekali penulis perempuan serta merta dapat
memahami bentuk-bentuk penindasan lainnya dengan mudah.
ada terjadi perusakan-perusakan di dalam industri seni ukir Jakarta,
karena putra-putri para amtenar tinggi Pribumi terus menerus
mendorong-dorong para pengukir itu bekerja menurut model dan motif
Eropa.
apakah ini yang dinamai atelier, sarang ini?-apakah di sini diciptakan
keindahan, yang kau agung-agungkan begitu tinggi dan hendak kau
pamerkan kepada kami?Hati-hati dengan rokmu, Nyonya, rumah Singo tak
berlantai pualam, kau berlutut di atas bumi Tuhan!
(R.A Kartini:Van een Bergeten Uithoekje, 1902).
Persoalan diskriminasi ras menjadi fokus perhatian:

What good was the Civil Rigths Movement? If it had just given this
country Dr. King, a leader of conscience, for once in our lifetime, it
would have been enough. If it had just taken black eyes off white
television stories, it would have been enough. If it had fed one
starving child, it would have been enough.
(Alice Walker, 1967).
Gambaran perempuan tentang hidup dan dunianya dalam pendekatan feminis
dalam literatur perempuan mengajak pembaca untuk bersama-sama tumbuh
dan menyadarkan individu dengan cara mengkaitkan literatur dan
kehidupan, terutama pada kehidupan yang dialami dan diresapi pembaca.

Bila dari beberapa literatur yang ditampilkan di sini
persoalan-persoalan perempuan nampaknya masih saja berkutat pada
masalah kebebasan, diskriminasi dan kesetaraan perempuan sejak
Kartini, maka dapat disimpulkan bahwa situasi zaman sekarang tidak
mengubah banyak hal. Namun, apa yang berubah adalah cara baca
perempuan dan laki-laki dalam mengakui adanya Le parler femme
(womenspeak). Cara baca baru ini dapat menepiskan logika patriarkhi
dan menciptakan ruang bahasa perempuan. Pada akhirnya, aturan simbolis
baru dapat tercipta sehingga apa yang penting adalah bukan fakta yang
ada dihadapan tetapi bagaimana membaca fakta, menginterpretasikannya
sekaligus membebaskannya dari segala kekangan. Kartini zaman sekarang
mempunyai tugas itu, menciptakan pluralitas teks yang terus menerus
apapun resikonya.

*Gadis Arivia, adalah Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan
Jakarta. Tulisan ini pernah dipresentasikan dalam diskusi di Teater
Utan Kayu mengenai "Kartini dan Modernitas", 20 April 2004


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment 
....Yahoo! Groups Links






      Get your new Email address!
Grab the Email name you&#39;ve always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke