http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/05/04/OPI/mbm.20090504.OPI130215.id.html

11/XXXVIII 04 Mei 2009

Waduh, Antasari

NEGERI ini tak pernah kehabisan drama. Kali ini aktor utamanya adalah Antasari 
Azhar. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu mendadak ditetapkan sebagai 
tersangka pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. 
Status itu menurut versi juru bicara Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan, walaupun 
pengacara Antasari berkukuh kliennya baru menjadi saksi. 

Soal status akan segera jelas ketika Antasari mulai diperiksa awal pekan ini. 
Tapi kabar ini tetap saja laksana gelegar petir di siang bolong. Antasari 
selama ini terlihat sebagai sosok yang santun. Kepemimpinannya di Komisi 
Pemberantasan Korupsi sejak Desember 2007 boleh dibilang sukses. Justru sebab 
itulah banyak yang khawatir kinerja Komisi akan terganggu dengan kasus yang 
membelit ketuanya itu. 

Untuk sementara, kekhawatiran ini sebaiknya disimpan dulu. Lima pimpinan Komisi 
Pemberantasan Korupsi, termasuk Antasari, dalam rapat pimpinan akhir pekan lalu 
sudah memutuskan bahwa sang ketua tidak lagi ikut mengambil keputusan. Dia 
nonaktif sampai kasusnya beres. Empat pimpinan Komisi, yang secara bergiliran 
akan menjabat pelaksana harian, bertekad menjaga prestasi komisi yang menjadi 
buah bibir masyarakat itu. 

Dengan status barunya, Antasari akan lebih banyak waktu untuk menjalani 
pemeriksaan. Dugaan keterlibatan lelaki yang hampir 20 tahun berkarier sebagai 
jaksa ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Biarlah proses hukum yang kelak 
memperjelas kebenaran tuduhan sebagai otak pembunuhan yang dialamatkan 
kepadanya. Nama komisi antikorupsi juga tak perlu ditakutkan cedera akibat 
urusan ini. Lebih lagi bila di pengadilan nanti benar terbukti bahwa ini 
merupakan kasus asmara yang tak ada kaitannya dengan institusi. 

Komisi perlu terus mempertahankan rapornya-yang bisa dikatakan lebih baik 
dibandingkan periode sebelumnya. Sejauh ini Komisi berhasil mengungkap, antara 
lain, kasus gratifikasi yang melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan. Sejumlah 
anggota Dewan Perwakilan Rakyat pun dapat disidangkan, misalnya Al Amin 
Nasution, Yusuf Emir Faisal, dan Abdul Hadi Jamal. 

Tentu tak semua kasus ditangani dengan sempurna. Antasari dan komisi 
antikorupsi, umpamanya, seakan-akan "macet" ketika mengusut kasus bagi-bagi 
uang di Senayan dalam pemilihan Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 2004. Kasus 
itu dibongkar Agus Condro dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 

Sudah banyak orang yang dijadikan tersangka oleh komisi yang dipimpin Antasari 
itu. Tak diduga kini malah tuduhan serupa harus dihadapi sang ketua. 
Sesungguhnya bisik-bisik keterkaitan Antasari dengan pembunuhan Nasrudin sudah 
beredar agak lama. Tertimbun ingar-bingar berita pemilu dan gaduhnya koalisi, 
kabar ini lama terkubur. 

Akhirnya pekan lalu kepolisian mengindikasikan keterlibatan bekas Kepala 
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu. Antasari disangka sebagai pihak yang 
mengetahui pembunuhan Nasrudin. 

Bos PT Putra Rajawali Banjaran berusia 41 tahun asal Makassar itu ditembak 
orang tak dikenal pada 14 Maret 2009 di mobilnya yang melaju di kawasan 
Modernland, Tangerang. Ia tewas setelah sempat dirawat di rumah sakit. Nasrudin 
konon mengancam akan membeberkan aib seorang pejabat yang selama ini ia simpan. 
Seorang adik Nasrudin, segera setelah kematian abangnya, bahkan berani 
melontarkan pernyataan bahwa pembunuhan abangnya berkaitan dengan orang penting 
di negeri ini. 

Polisi perlu membuktikan kebenaran pernyataan adik Nasrudin itu. Selain 
menelisik motif pembunuhan dan mengumpulkan bukti, polisi tidak perlu terusik 
kabar berbau konspirasi bahwa ada pihak yang ingin perkara ini ditutup saja. 
Ini bukan lagi zaman ketika polisi mudah diatur penguasa. Mozaik teka-teki 
pembunuhan Nasrudin yang terkumpul sedikit demi sedikit diharapkan menjelaskan 
peristiwa celaka ini. 

Sembilan tersangka telah ditangkap. Dari mereka inilah polisi nanti mendapatkan 
kepingan-kepingan kesaksian tentang peran Antasari. Tak seorang pun rasanya 
menginginkan kasus ini masuk kategori X-files, seperti kasus pembunuhan aktivis 
Munir dan Udin, wartawan Bernas Yogyakarta, atau kasus hilangnya penyair Widji 
Thukul dan beberapa kasus lain. Kepala Kepolisian RI Bambang Hendarso Danuri 
perlu menjadikan pembongkaran kasus Nasrudin sebagai prioritas. Masyarakat pun 
pasti memakai kasus ini sebagai tolok ukur kesungguhan polisi dalam membongkar 
kasus yang diduga melibatkan orang penting. 

Antasari agaknya siap menjalani babak baru dalam hidupnya: sebagai orang yang 
harus diperiksa. Ia mengambil langkah simpatik, ikut memutuskan status 
non-aktif bagi dirinya selama menjalani pemeriksaan. Itu artinya ia siap 
menerima risiko apa pun dari kasus yang menyeretnya. 

Kita berharap Komisi Pemberantasan Korupsi juga siap berjalan tanpa 
Antasari-dengan kecepatan dan ketajaman yang tak berkurang.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke