Perempuan dalam Teks Islam

Oleh: Khofifah Indar Parawansa


Perbincangan kesetaraan perempuan di dalam sejarah Peradaban Muslim, tak
terlepas dari derasnya arus demokratisasi yang menjadi fenomena modernisasi
dan globalisasi. Kita hidup di zaman, dimana tuntutan kesetaraan perempuan
menjadi arus utama dalam penegakan HAM. Gerakan tersebut mengilhami dan
memberikan spirit kepada perempuan muslim untuk melihat kembali posisi
perempuan baik dalam realitas sosial masyarakat muslim, maupun wacana
perempuan dalam interpretasi teks-teks agama baik berupa teks fikih maupun
tafsir, yang selama ini dijadikan sebagai panutan dan ajaran.


Interpretasi ayat-ayat perempuan dan penggambaran perempuan muslim dalam
teks-teks di atas sangat didominasi oleh struktur sosial dan budaya pada
zaman dimana teks itu diinterpretasikan. Zaman dimana feodalisme dan
patriarkhi masih menjadi ideologi masyarakat yang dipegang kuat, maka
perempuan tampil sebagai manusia yang rendah dan tidak setara dengan
laki-laki, baik dalam distribusi hak, akses, dan kesempatan untuk
aktualisasi diri. Disinilah kemudian tumbuh subur praktek-praktek dominasi
dan diskriminasi perempuan, dan itu menjadi legal karena didukung oleh
penafsiran-penafsiran teks yang bias jender, dan terkadang misoginis.


Kondisi dan realitas demikianlah yang menjadi kendala bagi perempuan muslim
untuk memperjuangkan kesetaraan sebagai manusia, sebagaimana yang disuratkan
Allah SWT dalam Al-Quran yang tak mengajarkan diskriminasi terhadap
perempuan. Hak dan Kewajiban antara laki-laki maupun perempuan sebagai hamba
Allah SWT adalah sama. Laki-laki dan perempuan mempunyai tanggung jawab
kekhalifahan yang setara untuk mengatur kehidupan di muka bumi dengan cara
damai dan demokratis.


Ikhtiar kritis yang dapat dilakukan oleh perempuan muslim dan semua yang
peduli terhadap kesetaraan, pada saat ini menurut saya adalah pertama,
melakukan reinterpretasi terhadap teks-teks nash yang berkaitan dengan
hak-hak perempuan. Hal ini telah banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok
perempuan di Indonesia. Interpretasi nash tidak dilakukan secara sembrono,
tetapi dilakukan secara metodologis sesuai dengan kaidah-kaidah penafsiran
dan ushul fiqh yang ada.


Dalam kaitan ini, ada tarikan-tarikan yang kuat antara golongan
skripturalis/tekstualis dengan golongan substansialis dalam memaknai kembali
teks-teks tentang perempuan. Maka kebenaran metodologislah yang akan
menentukan apakah penafsiran itu sesuai dengan maksud syariah (maqashid
al-syari’ah) yaitu mashalih al-‘ammah, atau tidak. Jika secara teologis
penafsiran teks-teks perempuan dapat memenuhi rasa keadilan perempuan
sebagai manusia, maka gerakan kesetaraan perempuan (tahrir al-mar’ah) dapat
dicapai.


Jika kita cermati secara kritis, bahwa perempuan yang dicitrakan dalam
Al-Quran adalah perempuan yang mempunyai kemandirian politik (al-istiqlal
al-siyasah) ingatlah akan pesan Allah dalam surat Al-Mumtahanah (QS 60:12)
yang digambarkan Allah dalam pribadi Ratu Balqis seorang perempuan yang
mempunyai kerajaan super power/arsyun ‘azhim (Q.S.al-Naml:27:23); memiliki
kemadirian ekonomi (al-Istiqlal al-iqtishadi) sebagaimana yang diungkapkan
dalam surat Al-Nahl:97 seperti pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di
Madyan, dimana para perempuan menjadi pengelola peternakan (Al-Qashash:23);
perempuan yang memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi
(al-istiqlal al-syakhshy) yang diyakini kebenarannya, sungguhpun harus
berhadapan dengan suami bagi perempuan berkeluarga (Q.S. al-Tahrim) atau
menentang opini publik bagi perempuan yang belum berkeluarga. Dan masih
banyak ayat-ayat lain yang sebenarnya sangat mendukung dan memberikan pesan
suci atas kesetaraan perempuan dan laki-laki.


Dengan demikian pengungkapan secara kristis ayat-ayat yang terkait dengan
pesan kesetaraan dan latar belakangnya serta peta geo-kultural, sebagaimana
Al-Quran diturunkan menjadi suatu metodologi yang komperhensif.


Di bidang hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi perempuan, masih terdapat
banyak produk hukum yang diskriminatif dan bias jender. Selain itu para
penegak hukum masyarakat dan perempuan sendiri juga belum peka jender,
karena msih kuatnya kungkungan budaya patriakhi. Dewasa ini masih banyak
perempuan yang mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual,
diskriminasi dan perlakuan sewenang-wenang di dalam keluarga, tempat kerja,
masyarakat baik yang dilakukan oleh individu, komunitas maupun masyarakat.


Dalam menghadapi situasi dan kenyataan di atas, ada tiga ikhtiar yang kita
kita lakukan dalam mencegah lahirnya kekerasan-kekerasan baru terhadap
perempuan, terutama anak-anak perempuan. Pertama, aspek hukum, dengan
meletakkan sistem perlindungan, penghormatan dan penegakan HAM bagi
perempuan dalam seluruh aspek kehidupan dan perlindungan hak anak dan
perlindungan anak perempuan dari eksploitasi seksual komersial dan tindak
kekerasan. Dengan melakukan penataan sistem hukum nasional yang berspektif
jender, terutama yang terkait dengan perlindungan perempuan dan anak
perempuan. Penyusunan peraturan pelaksanaan dari berbagai Undang-Undang yang
berkenaan dengan kesetaraan dan keadilan jender. Aparat penegak hukum,
dengan meningkatkan sensitivitas jender aparat penegak hukum dan
meningkatkan kuantitas perempuan sebagai aparat penegak hukum.


Kedua, aspek kesadaran kolektif masyarakat. Dengan menggugah dan membangun
kesadaran masyarakat dengan melakukan sosialisasi, dan penerapan UU No 7
1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan serta
ratifikasi dan penerapan komitmen internasional lainnya. Komitmen ini tak
hanya sebagai dokumen, tetapi harus diimplementasikan dalam sistem, baik
sistem kenegaraan maupun sistem sosial, oleh semua pihak.


Hal ini penting agar perjuangan penghapusan tindak kekerasan dan
pencegahannya dapat menjadi komitmen sosial, yang melibatkan semua komponen
masyarakat baik perempuan maupun laki-laki. Kesemuanya mempunyai
tanggungjawab sosial secara bersama-sama,demi peningkatan kesadaran hukum,
kesetaraan dan keadilan jender bagi masyarakat. Aspek kesadaran inilah yang
sebenarnya menjadi faktor utama bagi keberhasilan program anti-kekerasan dan
perjuangan kesetaraan.


Ketiga, aspek aksi dan penyiapan prasarana perlindungan korban. Dengan
melakukan program aksi nasional penghapusan segala tindak kekerasan terhadap
perempuan dan pembentukan pusat rehabilitasi keluarga bagi perempuan dan
anak perempuan korban tindak kekerasan dan eksploitasi seksual. Kegiatan
ini, saya harapkan dapat didukung sepenuhnya oleh masyarakat secara sukarela
untuk menyiapkan sarana-sarananya. Karena, menurut saya, keberhasilan
program ini membutuhkan dukungan semua pihak termasuk juga LSM, Perguruan
Tinggi dan Ormas. []

Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum PP Muslimat NU.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to