Rizal Ramli: Kalau Ada yang Enggak Ngaku Neoliberal, Kasihan.. Jumat, 29 Mei 2009 | 12:18 WIB Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mengaku iba terhadap sejumlah tokoh yang maju dalam pemilu presiden mendatang dan membantah ketika disebut mereka penganut neoliberalisme. Menurut Rizal, rekam jejak para tokoh itu ketika menjabat sebagai petinggi negara menjadi bukti yang jelas. "Kalau ada yang enggak ngaku, kasihan. Padahal sudah ada rekam jejaknya. Sudahlah, ngaku saja," tutur Rizal dalam talkshow bertajuk "Ekonomi Neoliberal vs Kerakyatan" di DPD RI, Jumat (29/5). Rizal menunjuk neoliberalisme pemerintahan SBY berdasarkan tiga fakta, yaitu bantuan langsung tunai (BLT), sektor perdagangan, dan UU Bank Indonesia. Untuk program BLT, Rizal menilai dampak BLT jauh lebih kecil daripada pemiskinan struktural yang terbentuk. Dalam sektor perdagangan, Rizal mencontohkan jika pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, pemerintah melindungi industri rotan dalam negeri dengan melarang ekspor rotan mentah. Namun, sekarang pemerintah turut 'bertanggung jawab' terhadap kehancuran industri furnitur rotan dalam negeri. "Sekarang, rotan mentah boleh diekspor. Akibatnya, industri furnitur rotan bangkrut dan China menjadi pusat industri rotan. Saya mau tanya, dia (Mari Elka) itu Mendag RI atau China?" ujar Rizal. Selain itu, pembahasan UU Bank Indonesia juga akhirnya mereduksi fungsi bank sentral ini sebelumnya untuk menciptakan lapangan kerja. Sekarang, BI hanya berfungsi mengendalikan inflasi dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Neoliberalisme Identik dengan Kerusuhan Sosial Jumat, 29 Mei 2009 | 06:02 WIB MAKASSAR, KOMPAS.com - Ekonomi neoliberalisme dikhawatirkan akan sama dengan menyulut kerusuhan sosial. Ini karena isu-isu yang menyertai neoliberalisme itu. Isu tersebut adalah demokrasi liberalisme, risiko negara (country risk), hak asasi manusia tanpa hak ekosob (memperoleh penghidupan yang layak, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, perumahan, layanan publik, dan ekonomi konstitusi), lingkungan untuk menahan laju daya saing pesaing, gender, good corporate governance, indeks korupsi, indek persaingan, multikultur, kearifan lokal, dan pemerintah gagal serta buruk dalam penyediaan layanan publik. Hal itu dikemukakan pengamat ekonomi, Dr Ichsanuddin Noorsy, dalam seminar nasional "Kupas tuntas sistem ekonomi neoliberalisme vs sistem ekonomi kerakyatan dan kebangsaan" yang dibuka Pembantu Rektor IV Unhas, Dwia Aries Tina NK atas nama Rektor Unhas dan dilaksanakan Forum Akademisi Perguruan Tinggi di Kampus Unhas Makassar, Kamis (28/5). "Ekonomi neoliberalisme mengandalkan mekanisme pasar. Globalisasi tidak lebih dari pemusatan kebijakan dan penyebaran barang dan jasa," katanya. Dalam sajian yang berlangsung sekitar satu jam lebih itu, Ichsanuddin Noorsy yang tampil bersama Prof Dr Halide dan Ir Muslimin mengatakan, ekonomi neoliberalisme menggambarkan pemerintah dan birokrasi tidak lebih dari pesuruh pemodal yang menempatkan sistem ekonomi dalam hubungan patron-client. "Ekonomi liberalisme berbasis individual, mekanisme pasar dan pasar bebas," ujar Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM tersebut. Motivasi utama ekonomi liberalisme, katanya, adalah akumulasi modal. Ia memberi contoh, di Indonesia dari sisi penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menyedot tenaga kerja sekitar 96,1%, sementara usaha besar hanya 3,9%. Namun, dari aspek penyerapan kredit, UMKM hanya memperoleh kucuran tidak lebih 20%, sementari porsi terbesar tersedot oleh usaha besar. Prof Halide mengatakan, Indonesia sebenarnya hanya mengenal dua sistem ekonomi, yakni liberalisme/kapitalisme, dan sistem ekonomi komunisme dan sosialisme. "Dalam Tap MPRS yang berkaitan dengan demokrasi ekonomi ditekankan mengamankan dan melindungi demokrasi dengan berpegang teguh pada bukan liberalisme, bukan etatisme, dan bukan monopoli," kata Halide. Kubu JK-Win Khawatir Masyarakat Tak Tahu Bahaya Neolib Rabu, 27 Mei 2009 | 17:37 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Meski sebelumnya sempat mengaku enggan berkomentar soal neoliberalisme, Juru Bicara JK-Win, Yuddy Chrisnandi, khawatir masyarakat Indonesia belum mengetahui bahaya neoliberalisme yang sesungguhnya. "Sekarang masyarakat belum tahu neoliberal bahayanya gimana. Itu cuma mengutamakan keuntungan produksi dan cenderung berkompromi dengan pemilik modal," tutur Yuddy seusai deklarasi Relawan Gotong Royong pendukung JK di Jakarta, Rabu (27/5). Implikasinya, tentu saja kesenjangan ekonomi antara kaum pemilik modal dan masyarakat miskin makin tinggi. Kemiskinan akan semakin merajalela. Oleh karena itulah, ujar Yuddy, pasangan JK dan Wiranto memperjuangkan ekonomi kerakyatan yang berlandaskan pada kemandirian. Namun, Yuddy mengatakan, jika ada pasangan calon yang jelas-jelas menjadi penganutnya, tim sukses JK-Win tak akan ikut-ikutan menuding. "Biar masyarakat yang memberi penilaian, tapi kami tidak akan memberikan penilaian yang mendiskreditkan," tandas Yuddy. Boediono Memang Penganut Neoliberal? Jumat, 22 Mei 2009 | 13:58 WIB Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun bantahan demi bantahan diluncurkan oleh Boediono maupun pihak SBY sebagai pasangannya yang akan maju dalam pemilu presiden mendatang, sejumlah pengamat ekonomi keukeuh menilai Boediono memang menganut paham ekonomi neoliberalisme. Apa saja argumen yang mendasari klaim tersebut? Mantan Menneg PPN/ Kepala Bappenas zaman Megawati, Kwik Kian Gie, mengatakan punya banyak catatan dalam rekam jejak Boediono sebagai pejabat publik. Sebagian besar langkahnya adalah 'menjual' sumber daya dan fasilitas publik kepada para investor. "Tanya pada Pak Boediono, dia berpendapat atau tidak ketika jalan raya yang mulus bebas hambatan itu harus dikenakan tarif tol, diserahkan kepada investor swasta, domestik maupun internasional. Oleh karena itu, investornya buat laba dan rakyat yang harus bayar tol!?" seru Kwik seusai diskusi bertajuk "JK-Win untuk Indonesia Adil dan Sejahtera: Ekonomi Kemandirian vs Ekonomi Neoliberal" di Jakarta, Jumat (22/5). Padahal, menurut Kwik, di negara-negara besar di Amerika dan Eropa, seluruh fasilitas dan sumber daya publik dapat dinikmati rakyat secara gratis. Lalu apa lagi? Kwik kemudian menyebutkan beberapa pertanyaan yang patut dilontarkan kepada Boediono untuk membuktikan pria asal Blitar tersebut memiliki mazhab neoliberal. "Betul atau tidak bahwa Boediono pro penjualan bahan bakar minyak (BBM) suatu waktu ketika Boediono menjabat sebagai Menteri Keuangan meski harganya tinggi? Betul atau tidak bahwa Boediono pro semua jalan bebas hambatan harus dikenakan biaya? Betul atau tidak bahwa Boediono menganggap barang-barang publik yang penting-penting menjadi ajang cari laba untuk investor asing?" tanya Kwik panjang lebar. Pengamat ekonomi Hendri Saparini dari ECONIT memiliki pendapat serupa. Tiga pilar neoliberal, yaitu stabilitas makro, agenda liberalisasi, dan agenda privatisasi, yang dicetuskan dalam Washington Consensus menjiwai tindakan-tindakan Boediono. Menurut Hendri, seorang penganut neoliberal tak akan meninggalkannya sedikit pun. Dalam pilar pertama, seorang neoliberal akan membuat kebijakan hanya demi stabilitas makro. Hendri menilai pernyataan-pernyataan SBY menunjukkan ciri ini. Pilihan kebijakannya pun demikian. Mazhab ini mengharuskan pengambilan kebijakan pengurangan atau pemotongan subsidi. "Tidak salah jika dalam pidato, SBY mengatakan akan menekan inflasi dan ukuran stabilitas makro. Itu hanya akan menguntungkan kelompok kapital," tutur Hendri. Belum lagi agenda liberalisasi dan privatisasi yang dilakukan oleh Boediono ketika menjabat sebagai Menkeu dalam masa pemerintahan Megawati dan Menko Ekuin dalam pemerintahan SBY. Misalnya, dalam penyusunan UU Migas. Hendri menilai pemerintahan SBY juga marak melakukan privatisasi. Bahkan, saat ini 40 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah didata untuk diprivatisasi, antara lain PT Krakatau Steel dan PT Kereta Api Indonesia. Rizal Klaim Berhasil Kampanyekan Anti Neolib Rabu, 20 Mei 2009 - 23:45 wib JAKARTA - Koordinator Blok Perubahan Rizal Ramli mengaku tidak risau gagal maju dalam pemilu presiden (Pilpres). Rizal menyatakan, meskipun dirinya gagal maju, namun berhasil mengkampanyekan ekonomi anti neoliberalisme. Untuk itu, dia bertekad akan terus mengawal isu anti neolib. "Saya tidak merisaukan walau saya gagal masuk bursa capres. Karena kampanye kami tentang dampak negatif dari neoliberalisme berhasil dipahami oleh mayoritas rakyat Indonesia," kata Rizal kepada wartawan di Rumah Perubahan, Jalan Panglima Polim V Jakarta Selatan, Rabu (20/5/2009). Menurut Rizal, tujuan utama Blok Perubahan bukanlah untuk kekuasaan, tapi mencari jalan untuk mencerahkan rakyat. Nah, salah satu jalan yang ditempuh adalah berupaya lolos menjadi kontestan Pilpres. "Tujuan utama blok perubahan adalah memperjuangkan perubahan nasib dan meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia," sambungnya. Menurut dia, salah satu kesuksesan kampanye anti neolib dibuktikan dengan santernya ketiga pasangan calon presiden (capres) yang serentak mengusung tema ekonomi kerakyatan. Padahal, lanjut Rizal, ada pasangan capres yang menjadi antek neolib. Mengenai nasib Blok Perubahan yang anggotanya justru banyak mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono, Rizal menyatakan bahwa blok tersebut tetap eksis dengan anggota dari para tokoh. Menurut dia, parpol-parpol dulunya tergabung dalam Blok Perubahan hanya menjadikan politik sebagai alat untuk mengejar kekuasaan semata. Padahal dulunya parpol-parpol itu sangat kencang menyuarakan perubahan. Pihaknya menilai banyak parpol menjadi kutu loncat. "Sejak hari ini Blok Perubahan keanggotaanya bukan lagi partai-partai, tapi kini adalah tokoh-tokoh dari berbagai kalangan dan asosiasi," ujarnya. Seperti diberitakan, Rizal yang berniat maju sebagai capres menggalang 12 parpol untuk bergabung dengan Blok Perubahan. Namun, parpol-parpol yang tak lolos parliamentary treshold (PT) tersebut justru lari dan mendukung pasangan SBY-Boediono. Di tempat yang sama, juru bicara Blok Perubahan Adhie Massardi menegaskan, komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat akan terus dikawal. Menurut dia, langkah Blok Perubahan tak akan surut meskipun tak lagi mendapat dukungan dari parpol. "Kita terus komitmen mengawal perubahan. Bagi kami pantang untuk mundur," ujar Adhie. (fit) Selalu bisa chat di profil jaringan, blog, atau situs web pribadi! Yahoo! memungkinkan Anda selalu bisa chat melalui Pingbox. Coba! http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/ [Non-text portions of this message have been removed]