Mengaku-ngaku paling top sih sah-sah saja, menurut saya. Strategi marketing 
pilihan ke publik, jadi sah-sah saja. Mungkin yg gak boleh itu, kalau sudah 
melakukan tindakan2 yg merugikan masyarakat. Minta duit secara paksa, bunuh 
diri massal, ritual yg sifatnya kriminal, melakukan tindakan anarkis, melakukan 
tindakan kriminal ke pengikut yg lain dsb dsb.

Sebenarnya, "kampanye negatif" juga gpp, sebagai bagian dari strategi marketing 
:) Tapi kita belum bisa se-"bebas" itu :) Yg ada nanti bisa terjadi saling 
fitnah, saling hajar dan mungkin saling bunuh2an. Utk kampanye politik aja, 
kampanye negatif masih tidak bisa diterima, padahal di tempat lain mungkin hal 
yg biasa saja. 

Kadang orang yg mengusung liberalisme dan kebebasan bisa juga ndak ngerti 
esensinya menjadi seorang liberal kok... atau mungkin ngerti, tapi belum tentu 
benar2 mengaplikasikan prinsip2 kebebasan itu sendiri pada dirinya dan 
komunitasnya. Kenapa? karena liberalisme di Indonesia tumbuh dekat dengan 
penguasa. Jadi bisa saja, liberal tapi konservatif, terutama dalam memaksakan 
pemikirannya dan menghargai pendapat orang yg berbeda.

Just my two cents, grandpa :)


wassalam,
Herni


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "eyang_mbelgedes" <eyang_mbelge...@...> 
wrote:

Bebas itu ya bebas, tidak cuma boleh memilih satu hal saja. Jadi, kalau mau 
disederhanakan ya boleh milih Islam, boleh milih non-islam (ateisme, 
agnostikisme, ahmadiyah, gatoloco, darmo gandul, buddha, hindu, konghocu, 
politeisme, animisme, bahai, atau apa saja yang cocok dengan selera dan 
kepercayaan masing-masing).  Syaratnya hanya satu: tidak mengaku-aku paling top 
di antara yang lainnya. Itu adalah hakekat dari kata 'setara' yang dimaksudkan. 
Jadi, hanya orang pandir dan koplo yang percaya bahwa kata 'bebas' adalah sama 
dengan 'satu pilihan' :)



Kirim email ke