Siaran Pers
TEGAKKAN HAK PEREMPUAN, HAK ANAK DAN KEBEBASAN BEREKSPRESI

[Jakarta, 10 Juni 2009] – Masyarakat Peduli Hak-hak Perempuan dan Kebebasan 
Berekspresi menilai kasus Prita Mulyasari (32) yang dipenjara akibat Surat 
Pembacanya tentang perlakuan yang kurang nyaman di Rumah Sakit Omni 
Internasional Alam Sutera, Tangerang pada sebuah media yang berujung gugatan 
pencemaran nama baik oleh RS yang bersangkutan adalah sebuah tragedi 
kemanusiaan. Karena, Prita sebagai korban buruknya pelayanan RS, justru 
dipenjarakan ketika dirinya menyampaikan keluhannya. 

Akibatnya, dua puluh dua hari sejak 13 Mei 2009 silam, ibu dua anak Balita 
Khairan Ananto Nugroho (3 tahun) dan Ranarya Puandida Nugroho (1 tahun 3 bulan) 
ini, menjadi tahanan titipan oleh Kejaksaan Negeri Tangerang karena disangka 
mencemarkan nama baik rumah sakit melalui Internet. Ia dijerat dengan Pasal 27 
ayat 3, Undang-Undang Nomor 11, Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi 
Elektronik dengan hukuman maksimal enam tahun penjara atau denda maksimal Rp 1 
miliar. Kini, Prita masih menyandang status tahanan kota sejak 3 Juni lalu.

Padahal sebagai pasien dan konsumen, hak-hak Prita dijamin Undang-Undang, baik 
Undang-undang Praktek Kedokteran maupun Undang-undang Perlindungan Konsumen. 
Oleh karena itu, Prita tidak seharusnya ditahan hanya karena menuliskan surat 
keluhan. Malah seharusnya, Prita mendapatkan pembelaan atas tindakan yang tidak 
menyenangkan dari pihak Rumah Sakit.

Dari tindakan sewenang-wenang ini, hak anaknya untuk menyusui dari Ibu, sebagai 
bagian dari hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang telah 
tercerabut, padahal hak ini pun telah diakomodir dalam sistem hukum Indonesia, 
baik dalam konstitusi maupun perundang-undangan, antara lain melalui ratifikasi 
dan pengundangan Konvensi Hak Anak dengan Keppres No. 36 Tahun 1990, UU No. 39 
Tahun 1999 tentang HAM, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dsb. 

Lebih dari itu, ada indikasi kuat kasus ini adalah sebuah bentuk pengalihisuan 
dari substansi buruknya pelayanan kesehatan, menjadi isu pencemaran nama baik. 
Padahal, ada banyak sekali kejanggalan dalam prosedur hukum yang merugikan 
Prita. Kini semua seolah mau cuci tangan. Pihak Kepolisian maupun Kejaksaan 
saling lempar tanggung jawab. 

Untuk itu, kami, Masyarakat Peduli Hak-hak Perempuan dan Kebebasan Berekspresi 
ingin mendesak; 

Pertama, dalam penyelesaian kasus Prita, aparat penegak hukum sungguh-sungguh 
menjalankan tanggung jawabnya untuk menegakkan hukum demi tercapainya keadilan, 
dan bukan terjebak hanya bekerja berdasarkan "book-rule" atau teks semata. 

Kedua, Prita Mulyasari dibebaskan dari segala tuntutan, baik perdata maupun 
pidana. 

Ketiga,  pemulihan nama baik Prita, dan terakhir, ganti rugi bagi Prita dan 
keluarga, fasilitas dan pemulihan trauma komperhensif dengan pemerintah 
menyediakan kounselor dan psikolog bagi Ibu dan bagi anak-anak yang sedang 
menyusui akibat penahanan yang terjadi terhadap ibunya.

Dan bersama dengan ini pula kami ingin menyerukan agar: 
1.      Mereview  dan mengkritisi lahirnya UU yang prosesnya tidak 
partisipatif, terutama sesuai pasal 53, UU No 10, tahun 2004, tentang 
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

2.      Kepada kantor Kementerian terkait, termasuk Hukum dan HAM, Departemen 
Kesehatan dan juga Pemberdayaan Aparatur Negara, agar bergerak sinergis dalam 
pembuatan kebijakan yang pro masyarakat dan pro perempuan.

3.      Mendesak kepada aparat negara dan aparat penegak hukum, termasuk 
kejaksaan, kepolisian, kehakiman agar melihat implementasi UU yang 
berperspektif gender dan juga prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang terkait.

4.      Menegur kepada semua pimpinan Rumah Sakit atau lembaga kesehatan, agar 
meningkatkan pelayanan yang optimal dan transparan pada masyarakat, terkait hak 
pasien dan hak konsumen pada informasi dan data yang jelas.

5.      Mengajak  masyarakat untuk  memperjuangkan hak atas pelayanan publik 
dan juga hak akan kesehatan yang komprehensif, terutama untuk pelayanan 
kesehatan bagi pasien yang lengkap. Aspek ini bisa ditingkatkan dengan 
memastikan kebijakan yang berpihak pada rakyat dengan memastikan proses draft 
UU Kesehatan dan draft UU Pelayanan Publik yang sudah proses pembahasannya 
sedang dilakukan di DPR.

6.      Mengkritisi ulang keputusan Mahkamah Konsitutsi terkait Judicial Review 
terhadap UU ITE, terutama dengan melihat kembali pada poin kebebasan 
berekspresi dan mengeluarkan pendapat (UUD 1945) dan  Hak Konsumen (UU 
Konsumen). Kecenderungan misinterpretasi dari pasal-pasal  dalam UU ini dapat 
mengekang kebebasan berekspresi dan merugikan siapapun, yang kemudian berlanjut 
pada pengekangan hak azasi manusia, hak perempuan dan anak.

Semoga persoalan kasus Ibu Prita menjadi preseden penting dalam menyoroti 
persoalan perkara hukum yang terjadi di Indonesia. Masyarakat wajib peduli pada 
persoalan dasar yaitu hak atas pelayanan kesehatan yang berkualitas, hak atas 
informasi dan hak atas upaya untuk menyampaikan keluhan dan penyelesaian 
sengketa. Dalam konteks pelayanan kesehatan tersebut, semua pihak harus 
bekerjasama bagi pelayanan kesehatan dan informasi yang benar (semua departemen 
terkait).



Masyarakat Peduli Hak-hak Perempuan dan Kebebasan Berekspresi

Yayasan Kesehatan Perempuan, LBH Jakarta, Yayasan Jurnal Perempuan, Aliansi 
Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), 
Institut Ungu, Institut Perempuan, Bandung, Program Studi Pascasarjana 
Antropologi FISIP UI, Jurusan Hukum dan Masyarakat FHUI, Sarah Serena SH.MH , 
LBH Bunga Seroja, PP Naysiatul Aisyiyah, PP Pemuda Muhammadiyah, PP Ikatan 
Remaja Muhammadiyah, DPP Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Muhammadiyah Disaster 
Management Center, Hospital Preparedness, Karyawan PP Muhammadiyah, Forum 
Perlindungan Anak Muhammadiyah, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), 
Fahmina-Institute Cirebon, Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon, YLK 
Sulsel, Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sulsel , Yayasan Bonto Langkasa, 
Yayasan Masagena, Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel, Simpul Aspirasi Perempuan 
Sulsel, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sulsel, SP Angin Mamiri, LBH Apik 
Makassar, YAPPIKA, Center for Community Development Education (CCDE), LBH APIK 
SEMARANG LBH APIK Jakarta, Gerakan Pemberdayaan Suara Perempuan (GPSP), Koalisi 
NGO Peduli Anak dan Perempuan Nias, Kartini Asia Network. 

Nama Individu: Ninuk Widyantoro, Sarah Serena, Olin Monteiro, Titiana Adinda, 
Faiza Mardzoeki, Josh CR, R. Valentina Sagala, Jajang C. Noer (seniman), 
Theresia EE Pardede, Ika Ardina, Setiati Rezeki, Rotandiko Sastroprawiro, 
Asriati Rezeki, Welly Humaira, Ingrid Maria Palupi Kansil, Rony Amdani, Ucu 
Agustin, Sisca Nasastra Gafri, Lulu Ratna (boemboe.org), Indah Dw Nugraha, 
Fransisca Aditya Christie, Retha Dungga


Kirim email ke