-------Original Message-------
 
From: Evi Douren
Date: 6/16/2009 1:20:02 PM
To: kartono mohamad;  Farid Anfasa Moeloek;  Nila Moeloek;  Adi sasongko; 
Dwi RatnaSarashvati;  firman lubis;  charles surjadi;  Sarmedi Purba; 
Nafsiah Mboi
Subject: Menkes Bicara Kasus Prita
 


Kamis, 04/06/2009 10:28 WIB
Menkes Bicara Kasus Prita
Anwar Khumaini - detikNews



Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) angkat bicara soal Prita Mulyasari (32)
yang saat ini menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik RS Omni
International. Menurut Menkes, kasus ini sebenarnya tidak akan terjadi jika
pihak rumah sakit memberikan hasil tes trombosit Prita.

"Etiknya, seorang pasien punya hak untuk bertanya dan mempunyai hak untuk
dijawab oleh dokter. Pasien mempunyai hak untuk mengetahui hasil
pemeriksaannya dan tindakan apa yang dilakukan oleh dokter," ujar Siti
Fadillah Supari dalam perbincangan dengan detikcom via telepon, Kamis
(4/6/2009).

Berikut hasil wawancara lengkap detikcom dengan ahli jantung itu:

Bagaimana soal permintaan Prita pada hasil lab trombosit 27.000 di RS Omni
International?

"Selama ini UU-nya belum ada. Tapi ada etiknya, artinya bahwa seseorang
pasien punya hak untuk bertanya dan mempunyai hak untuk dijawab oleh dokter.
Pasien mempunyai hak untuk mengetahui hasil pemeriksaannya, dan tindakan apa
yang dilakukan oleh dokter, itu etik. Tetapi belum ada UU yang mengatur.
Saya sedang bikin UU yang cukup lengkap untuk melindungi hak-hak pasien dan
dokter, maupun rumah sakit.

Sekarang perkembangan RUU tersebut bagaimana?

Sekarang sedang digodok di DPR. Mudah-mudahan akhir 2009, RUU Perumahsakitan
bisa segera disahkan oleh DPR. Ini untuk menjaga hak pasien. Pasien punya
hak. Tapi pada suatu saat jika pasien punya keluhan seharusnya ada jalurnya,
dengan MKKI (Majelis Kehormatan Kedokteran Indonesia), apa ke polisilah.
Pengaduan itu kan bukan ke detikcom. Tetapi ke jalur yang betul, kalau ada
yang tidak terima.

Tindakan RS Omni apa bisa dikatakan malpraktek?

Apa malpraktek atau tidak, saya belum bisa jawab. Jadi harus didorong, DPR
tolong dong itu lindungi hak pasien dan dokter dan RS yang tiba-tiba merasa
disudutkan.

RS adalah suatu lembaga atau usaha yang padat modal dan padat karya. Kalau
misalkan sampai ulah dari satu orang bisa menyebabkan RS bangkrut atau tutup
hanya karena satu tuduhan yang tidak terbukti, kan disayangkan. Rumah sakit
kan menanggung beberapa ratus karyawan. Kalau dokter masih bisa praktek di
tempat lain, suster juga bisa. Tapi ada berapa ratus karyawan lain dan
ratusan anak-anaknya. Semua punya hak.

Apa Depkes bisa memberikan sanksi kepada RS Omni terkait kasus Prita?

Nggak bisa. Sama sekali tidak bisa. Negur sih bisa, tapi beri sanksi nggak
bisa. Saya tak punya tangan langsung ke RS tersebut, kecuali hak-hak etika
saja. Memang unik kasus ini. Ini pelajaran bagi kita semua. Kedua-duanya
tidak pada jalurnya. Mestinya harusnya mengeluh langsung ke direkturnya. Ada
tempat pengaduan resmi, apalagi ini RS internasional. Pasti sangat menjaga
kliennya.

Jadi harus ditaruh dalam proporsi yang betul, kekurangan layanan RS harus
disampaikan pada jalur yang betul. Itu kan istilahnya preman dibales preman,
dalam tanda kutip. Yang satu seolah-olah curhat, padahal akibatnya RS bisa
bangkrut. Mudah-mudahan tidak terjadi lagi masalah seperti ini.
(anw/nrl) 







  
No virus found in this incoming message.
Checked by AVG - www.avg.com
Version: 8.5.339 / Virus Database: 270.12.71/2178 - Release Date: 06/15/09
17:54:00
 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke