http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009063005182667
Selasa, 30 Juni 2009 OPINI Derita TKW, Harga Diri Bangsa Ahmad Hasan Peneliti di Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta Kasus penyiksaan yang menimpa salah seorang tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di Malaysia bernama Siti Hajar terasa menyesakkan dada. Perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga asal Garut Jawa Barat itu disiksa majikannya selama 34 bulan. Ironisnya lagi, gaji yang seharusnya didapatkannya tidak diberikan oleh majikannya sama sekali. Seperti diberitakan berbagai media, Siti disiksa majikannya bernama Michelle dengan disiram air panas dan dipukul dengan benda keras hingga tubuhnya babak belur. Kasus penyiksaan yang menimpa Siti merupakan sebuah fenomoena gunung es. Artinya, kasus ini hanyalah sedikit dari sekian banyak kasus yang sama yang belum terungkap ke permukaan. Bisa jadi, kasus seperti ini di lapangan lebih banyak. Tetapi tidak terekam media. Derita yang dialami Siti sebagai salah satu TKW semakin melukai hati nurani kita. Padahal ia adalah salah satu "pejuang negara" atas jerih payahnya berkorban untuk keluarga dan negaranya. Siti adalah potret seorang perempuan yang gagah berani demi menyukupi kehidupan keluarganya. Ia juga "pahlawan bangsa" yang turut menyumbangkan pemasukan bagi devisa negara. Kasus Siti tentu bukan tanpa sebab. Sebagaimana kasus-kasus lainnya, kasus ini adalah cermin lemahnya perlindungan hukum bagi TKW yang bekerja di negeri jiran. KBRI WNI Malaysia yang diharapkan bisa melindungi para TKW, ternyata kecolongan dengan adanya kasus Siti ini. itulah sebabnya, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) selayaknya wawas diri untuk mencari solusi terhadap kasus yang menimpa Siti. Pasalnya, kasus ini bila tidak segera ditangani akan menambah deretan panjang kasus penyiksaan sebagaimana yang dialami Siti. Diakui atau tidak, regulasi dan proteksi yang dilakukan KBRI selama ini masih sebatas elitis. KBRI belum bisa bekerja secara masif untuk melindungi para TKW, termasuk terhadap Siti. Tidak heran bila kasus penyiksaan yang menimpa para TKW terus terjadi. Apa yang dialami Siti patut menjadi koreksi bagi KBRI untuk terus melakukan pembelaan terhadap TKW. Mengusik Harga Diri Bangsa Kasus yang menimpa Siti merefleksikan betapa harga diri bangsa ini terinjak-injak. Sebagai seorang TKW yang sudah membantu kebutuhan akan tenaga kerja di Malaysia, Siti seharusnya mendapatkan perhargaan yang layak sebagaimana semestinya. Namun, fakta yang terjadi ternyata sebaliknya. Siti justru ditekan dan diperas habis tenaganya. Sementara kesejahteraan yang seharusnya didapatkan sama sekali tidak diperhatikan. Ini tentu sebuah fakta yang amat ironis. Siti adalah salah satu pekerja wanita yang bernasib buruk di negeri jiran. Apa yang dialami Siti sangat menyentuh perasaan kita. Ia menjadi korban kebiadaban majikan yang amat tidak manusiawi. Maka, kasus itu amat mengusik harga diri kita. Pasalnya, tindakan kekerasan apa pun alasannya bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia itu sendiri. Kasus kekerasan yang dilakukan terhadap Siti melanggar prinsip hak asasi manusia, khususnya berkenaan dengan prinsip keadilan. Bagaimana tidak, Siti yang seharusnya memperoleh upah yang layak dan diberi perlindungan dan kenyamanan oleh majikan ternyata berlaku sebaliknya. Ia malahan disiksa dan disiram air panas di hampir sekujur tubuhnya secara tidak manusiawi. Ini tentu sebuah tindakan ketidakdilan yang tidak bisa dibenarkan. Berangkat dari kondisi itu, kirannya diperlukan beberapa langkah agar kasus yang sama tidak terjadi di masa-masa mendatang. Pertama, KBRI Malaysia perlu segera melakukan kebijakan yang nyata, khususnya berkenaan dengan perlindungan hukum bagi Siti. Belajar dari kasus Siti, KBRI selayaknya tanggap dan sigap dalam menangani berbagai permasalahan yang menyangkut kepentingan TKW sehingga kasus yang sama tidak terjadi lagi di masa-masa mendatang. Perlu diketahui, bahwasanya TKW menyumbang devisa yang amat besar bagi negara. Maka, ia ibarat aset yang amat berharga. Bisa dibayangkan seandainya tidak ada TKW yang mau bekerja di negeri lain, maka pengangguran akan meningkat. Ia akan menjadi beban negara yang menyusahkan. Sehingga, mau tidak mau, KBRI Malaysia harus segera berevaluasi diri dan memperbaiki sistem kinerjanya sehingga bisa bekerja secara masif. Kedua, pemerintah hendaknya memperhatikan nasib kesejahteraan para TKW dengan bekerja sama secara bilateral dengan Pemerintah Malaysia. Kerja sama bilateral ini amat penting sehingga ada tanggung jawab bersama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Indonesia sebagai pengirim TKW, sedangkan Malaysia sebagai penerima jasa TKW bisa sama-sama bernapas lega. Akhirnya, semoga saja kasus Siti bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak. Para TKW selayaknya memiliki bekal pengalaman dan ilmu yang cukup agar bisa melindungi diri dari berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia. Begitu pula KBRI, perlu meningkatkan proteksi dan regulasi yang nyata sehingga bisa memberi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi para TKW. Sebab, sekali lagi mereka adalah pahlawan negara yang menjadi salah satu sumber devisa negara. [Non-text portions of this message have been removed]