http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/07/27/WAW/mbm.20090727.WAW130938.id.html

23/XXXVIII 27 Juli 2009
Amina Wadud: 
Bukan Negara Muslim tanpa Ekstremis

Terlahir sebagai Mary Teasley, pada 1972 dia memeluk Islam dan tiga tahun 
kemudian bersalin nama menjadi Amina Wadud. Dia aktif dalam Sisters in Islam, 
organisasi yang membantu perempuan yang menjadi korban kekerasan rumah tangga 
dengan mengatasnamakan Islam. 

Aktivitas dan minatnya dalam kajian gender dan Islam membuat Amina menjadi 
feminis yang progresif. Dan dia melangkah jauh. Pada 18 Maret 2005, Amina 
menjadi imam salat Jumat yang diikuti puluhan laki-laki dan perempuan di 
Episcopal Cathedral of St. John the Divine, New York, Amerika Serikat. Suatu 
hal yang dianggap terlarang di mata mayoritas ulama muslim. 

Tafsir Amina dalam soal imam salat itu kemudian dikritik di mana-mana. "Itu 
bukan saat yang mudah bagi saya," kata Amina. Sejak itu, dia "menghilang" dari 
media. Dia jarang sekali memberikan kesempatan wawancara bagi media. 

Ahad lalu, Amina memberikan kuliah umum bertajuk Jamal, Keindahan Feminin dari 
yang Ilahi di Serambi Salihara, Jakarta. Sebelumnya, kepada wartawan Tempo, 
Maria Hasugian dan Andree Priyanto, Amina menuturkan pemikirannya dalam 
berbagai hal. 

Pada Maret 2005, Anda menjadi imam salat Jumat bagi beberapa laki-laki. Apa 
yang kemudian Anda hadapi? 


  Pada Agustus 1994, saya sebenarnya pernah diundang memberikan khotbah Jumat 
di Masjid Claremont, New York. Tapi saya tidak dikenal waktu itu karena tak 
banyak pemberitaan, sehingga tidak semua orang tahu. Pada 2005, ada banyak 
media. Itu bukan saat yang mudah bagi saya. 
Apa yang terjadi? 


  Saya tak terlalu bagus ketika berhadapan dengan media. Saya terpaksa 
menghindar. Di sisi lain, saat itu sebenarnya merupakan kesempatan sempurna 
bagi saya untuk mengatakan bahwa tak ada pembatasan bagi perempuan untuk 
memimpin salat. Tapi pemberitaannya menjadi sangat sensasional. Saya tak mau 
mengambil keuntungan dari kesempatan itu, dan saya menolak semua permintaan 
wawancara. Saya ingin hidup tenang. 
Islam mengajarkan damai, tapi ada juga organisasi yang mengatasnamakan Islam 
melakukan kekerasan. Bagaimana bisa terjadi? 


  Kekerasan, ekstremisme, dan eksklusivitas dalam Islam adalah bagian dari 
kondisi saat ini. Seperti Anda, saya tak setuju dengan itu. Tapi ini bagian 
dari kondisi hari ini. Jadi bukan negara muslim jika negeri Anda tak punya 
kelompok ekstremis dan intoleran. Tapi, bagian baiknya, mereka bukanlah arus 
utama yang didukung publik. Mungkin ada yang mendukung, tapi hanya kelompok 
kecil yang ekstrem.
Apa yang mesti dilakukan? 


  Kelompok modernis Islam di Indonesia harus berhadapan dengan mereka dengan 
argumen yang baik, melibatkan mereka dalam diskusi, meskipun mereka tak setuju 
dengan pendapat Anda. Salah satu sebab kelompok ekstremis menjadi sangat kuat 
adalah mereka dibiarkan sendiri. Orang tak mau berbicara dengan mereka dan tak 
mengundang mereka berdialog. Mereka minoritas. Kaum minoritas menjadi lebih 
kuat saat mereka diabaikan seperti umumnya kelompok rahasia. Saya juga tak 
sependapat dengan mereka, tapi juga tak tepat jika saya berpura-pura seolah 
mereka bukan muslim. Saya juga tak bisa berpura-pura bahwa semua Islam itu 
damai, karena memang tidak. Dengan menerima mereka sebagai bagian dari Islam, 
akan lebih mudah untuk memahami siapa mereka dan bagaimana mereka menjadi 
seperti itu. 
Kemiskinan dan ketidakadilan sering dianggap sebagai akar ekstremisme. Menurut 
Anda? 


  Saya tak cukup menguasai ilmu sosial. Kalau saya menduga-duga, itu akan 
menjadi perkiraan yang buruk. Saya tak melakukan penelitian bagaimana 
ekstremisme tumbuh. Saya lebih banyak mendalami Islam dan gender. Namun saya 
tidak yakin kemiskinan merupakan akar dari ekstremisme, karena kemiskinan di 
berbagai penjuru dunia tak serta-merta menghasilkan ekstremisme. Mungkin 
hubungan antara yang miskin dan yang kaya, yang berkuasa dan yang tidak punya 
kuasa, menciptakan ketegangan. Dalam ketegangan ini mungkin saja ekstremisme 
lahir.
Bagaimana Anda melihat Islam di Indonesia? 


  Menurut saya, Islam dan muslim di Indonesia sangat menarik. Mereka mempunyai 
pendekatan yang unik dalam berhadapan dengan sekitarnya dan ilmu pengetahuan, 
baik yang ada di luar Islam maupun Indonesia. Di Arab Saudi, saat ada sebuah 
buku dilarang pemerintah, mereka akan mengatakan buku itu jelek dan tak ada 
yang membacanya. Tapi, di Indonesia, meskipun ada yang mengatakan buku itu 
jelek, tetap saja ada yang membacanya. Saya tak melihat itu di beberapa negara 
Islam. 
Apakah itu berarti muslim Indonesia lebih progresif? 


  Sebagai muslim, saya berharap Islam dapat bertukar ilmu pengetahuan dengan 
dunia luar. Sebab, saya tak berpikir kebaikan cuma datang dari Islam. Sebagai 
peneliti Islam, selain di Indonesia, di Turki dan Iran saya menemukan dinamika 
intelektual Islam. Malaysia mungkin lebih maju sebagai negara, tapi dalam 
pemikiran Islam. hmmm.. 
Apa pertimbangan Anda memilih tinggal di Indonesia? 


  Sebagian orang sulit memahami mengapa saya tinggal di Indonesia. Mereka 
mengira saya meneliti soal perempuan dalam Islam, padahal tidak. Saya meneliti 
teori ideologi. Saya ingin berada di tempat yang orang-orangnya menghargai ilmu 
pengetahuan dan tidak eksklusif. Itulah sebabnya saya ada di Indonesia. 
Sejauh mana kesetaraan gender di Indonesia di mata Anda? 


  Masih banyak pekerjaan di Indonesia dan negara-negara lain untuk mencapai 
kesetaraan gender yang komprehensif. Meskipun ada kemajuan di Indonesia yang 
tak terjadi di negara lain, itu tidak lantas berarti sudah mencapai kesetaraan 
gender. Persoalan ini tidak unik terjadi dalam Islam. Ketidaksetaraan gender 
sudah terjadi sebelum Islam dan masih terjadi sampai sekarang. Ketidaksetaraan 
juga terjadi sekalipun Anda bukan muslim. Di Indonesia, Anda bisa panen padi 
setahun tiga kali dan untuk itu perlu semua tenaga untuk mengerjakannya. Dari 
situ, mestinya muncul pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan saling 
membutuhkan. 
Dalam pidato, Anda pernah mengatakan setara tak berarti sama. Bisa dijelaskan? 


  Dalam perspektif gender, kesetaraan tidak lantas berarti laki-laki dan 
perempuan sama. Saya ingin menjadi perempuan seutuhnya dan sepenuhnya setara. 
Sekalipun saya melakukan hal yang sama dengan yang dikerjakan laki-laki, saya 
tak ingin menjadi orang lain. Saya tak ingin kesamaan menjadi syarat bagi 
kesetaraan. Dan itu menjadi semakin sulit karena ada tendensi, saat ada 
perbedaan keterampilan, yang berbeda harus lebih baik dari yang lainnya supaya 
dianggap setara. Dalam salah satu ayat dikatakan bahwa mereka yang paling 
dicintai Allah adalah mereka yang paling bertakwa. Anda tidak menjadi lebih 
takwa karena laki-laki dan tidak menjadi kurang takwa karena laki-laki. 
Laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan sama untuk bertakwa. Bukan soal 
gender, bukan seksualitas. 
Di Arab Saudi, perempuan dilarang menyetir mobil. Bagaimana pendapat Anda? 


  Larangan itu tak berdasarkan Al-Quran. Masyarakat di Arab Saudi sangat 
kompleks. Mereka kaya raya. Kebanyakan perempuan mempunyai sopir. Banyak 
kompleksitas yang sulit dipahami. Sangat aneh perempuan tak boleh menyetir 
padahal punya izin mengemudi. Ini semacam simbol, Anda tak bisa melakukan 
sesuatu karena kamu perempuan. 
Menjadi seorang muslim di Amerika Serikat banyak kesulitannya. Sekarang apakah 
ada perbedaan di bawah Presiden Barack Obama? 


  Belum kelihatan. Obama memberikan statistik ada 12 ribu masjid di Amerika 
Serikat dan banyak sekolah khusus Islam. Islam sedang tumbuh di Amerika. 
Menurut Obama, ada tujuh juta muslim di Amerika. Saya menjadi muslim sejak 37 
tahun lalu. Kebebasan agama dijamin dalam konstitusi. Kami seratus persen bebas 
meyakini dan mengamalkan agama. Kesulitan kami, pertama, karena komunitas 
masjid didominasi kelompok konservatif. Saya juga dianggap terlalu radikal bagi 
umat muslim di Amerika. 
  Di sisi lain, ada fobia Islam yang hidup di sebagian masyarakat Amerika. 
Fobia terhadap Islam tak tecermin dalam konstitusi, tapi dalam perbuatan 
sehari-hari. Saya harus menjelaskan kenapa berpakaian seperti ini. Itu 
melelahkan. Islam sering diasosiasikan sebagai sekelompok ekstremis. Prasangka 
itu menjadi beban bagi saya. Soalnya, saya bukan cuma seorang muslim, tapi juga 
peneliti soal Islam. Saya ke Indonesia antara lain untuk rehat sejenak dari 
konservatisme Islam dan fobia Islam di negara saya. 

Presiden Obama mengatakan ingin membangun hubungan baru dengan dunia Islam. Apa 
saja masalah yang bakal mengganjal? 


  Pidatonya di Universitas Al-Azhar, Mesir, bagus. Walaupun sebenarnya tak ada 
yang istimewa kecuali yang mengatakannya adalah Presiden Amerika. Dia tidak 
bisa hanya duduk, tanpa melakukan sesuatu, dan berharap kemudian hubungan 
Islam-Amerika menjadi lebih baik. Masalahnya, semua berharap dia melakukan 
semua hal. Orang-orang menuntut mana buktinya, mana perubahan kebijakannya, 
mana pelucutan senjata nuklir, dan sebagainya. Padahal kewajiban menjaga 
hubungan yang baik mestinya berlaku dua arah, bukan hanya milik salah satu 
pihak. Pemimpin negara Islam juga turut bertanggung jawab.
Presiden Obama beberapa kali mengutip ayat dalam Al-Quran. Apakah itu pertanda 
positif? 


  Ada sebagian yang mengatakan sungguh idiot Obama mengutip ayat Quran. Buat 
saya, justru menjadi pertanyaan, mengapa Obama tak boleh mengutip Quran. 
Al-Quran diciptakan bukan hanya untuk umat muslim, tapi untuk seluruh umat 
manusia. Jadi kenapa Obama tak boleh mengutip apa yang terbaik dalam Islam? 
Bagi saya, yang penting adalah bagaimana apa yang terbaik dalam Islam bisa 
berkembang. Seorang Obama bisa datang dan suatu ketika akan pergi. 
Apa saja mimpi Anda? 


  Saya tak punya impian yang spesifik. Untuk Islam, saya bermimpi bisa 
berkontribusi supaya Islam bisa terus berkembang.
Amina Wadud 

Lahir: Bethesda, Maryland, Amerika Serikat, 25 September 1952 

Pendidikan: 

a.. BS dari University of Pennsylvania (1975) 
a.. MA dalam Kajian Near Eastern, University of Michigan (1986) 
a.. PhD dalam Kajian Arab Saudi, University of Michigan (1988) 
Pekerjaan: 

a.. Dosen International Islamic University, Malaysia (1989) 
a.. Dosen Virginia Commonwealth University (1992)

 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke