Refleksi: Bahagian (1) tidak ditemukan. Untuk lebih luas diskusi dilampirkan tulisan Mula Harahap. Kera itu ada banyak macam, tetapi yang paling hebat ialah Bonobo. Cerita tentang Bonobo dilanjutkan pada kesempatan lain :-)
+++ Harian Komentar 05 September 2009 Kepemimpinan Manusia Vs Kepemimpinan Kera (2) Oleh: Rommy N Loho Dalam sebuah diskusi tentang kepemimpinan yang terselenggara di sebuah kedai kopi, ada seorang bapak tua yang mengajukan sebuah pertanyaan menggelitik sebagai berikut, apa perbedaan antara kepemimpinan masyarakat manusia dengan sekelompok kera. Menanggapi pertanyaan ini mungkin kita akan tertawa dan bersikap sinis, seperti juga kami peserta diskusi itu, tetapi ketika ada yang coba menjawabnya dan melanjutkan diskusi itu, maka kita akan terhenyak melihat betapa perbedaan antara kedua jenis kepemimpinan itu juga ternyata merefleksikan keadaan di masyarakat kita. Adapun ciri-ciri dari ketiga-nya sangat jelas terlihat, kalau pada pemimpin yang hanya mengandalkan pada keberaniannya maka prinsip dasarnya adalah apa yang kita kenal dengan tiga 'ta', Harta, Tahta, Wanita. Olehnya kejatuhan tipe pemimpin ini juga terjadi karena ke tiga hal tersebut. Lain lagi dengan pemimpin yang mengandalkan kecerdasan intelektual, biasanya filosofi "kalau makan, jangan makan seperti babi, tetapi makanlah seperti sapi" berlaku dalam semua sepak terjangnya, menurutnya jika babi (dan anak-nya) makan pasti ketahuan oleh orang sekampung karena begitu riuhnya padahal yang dimakan hanya sebelanga saja, lain halnya kalau sapi (juga dengan anaknya), diam-diam eh. ndak tahunya rumput satu lapangan habis dimamah biak. Sedangkan pada pemimpin yang mengandalkan kebersihan hati saja, prinsip hidupnya adalah, "biarkan saja bagai air yang mengalir" dan karenanya akan sangat mudah dimanipulasi dan diperalat oleh orang lain (biasanya oleh orang didekat/di sekitarnya). Anehnya kalau ke tiga karakter tadi digabungkan dalam formulasi yang tepat maka tidak menghasilkan salah satu dari ciri-ciri di atas, melainkan ber'metamorfosis' membentuk suatu karakter kepemimpinan baru yaitu pe-mimpin yang ideal, yang mampu memikul amanah dan tanggung jawab dari masyarakat yang memilihnya, baginya me-mimpin adalah suatu peng-abdian tulus, senantiasa berusaha meletakkan tindakan dan kebijakannya pada stan-dar moral dan norma-norma yang ada di masyarakatnya, berani memikul risiko yang berat demi orang yang dipimpin tetapi juga mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat pada saat yang genting sekalipun. Pemimpin seperti ini benar-benar menunjukkan kwalitasnya sebagai manusia sejati, se-orang pemimpin paripurna, dia dapat diterima oleh siapa saja dan di tempat mana saja, termasuk pada level yang lebih tinggi dia akan beradaptasi dengan mudahnya. Mengakhiri semua ini, saya (eh bukan) kami peserta diskusi hanya bisa berharap agar supaya proses pemilihan (sebagaimana diketahui kita sedang memasuki musimnya) yang sedang dan akan berlangsung di masyarakat, gereja, dan negara kita boleh berjalan dengan baik, lancar, dan berhasil memilih pemimpin yang diidam-idamkan oleh kita semua. Semoga.!(habis) +++ http://mulaharahap.wordpress.com/2008/11/22/seleksi-pemimpin-antara-dunia-kera-dan-indonesia/ Seleksi Pemimpin: Antara Dunia Kera dan Indonesia November 22, 2008 ยท 12 Comments Oleh: Mula Harahap Program Pascasarjana Komunikasi Politik Universitas Indonesia, menggelar diskusi publik soal iklan politik, Rabu (19/11) di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat. Mengangkat tema Dengan Iklan Politik Menuju Kontrak Politik? diskusi ini menghadirkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Anas Urbaningrum, Rizal Mallarangeng, Wiranto, Effendi Ghazali, dan Garin Nugroho (Harian KOMPAS, Selasa 18 November 2008) Di dunia hewan-terutama di dunia kera-pemimpin itu biasanya muncul dari bawah. Dan untuk bisa menaiki jenjang kepemimpinan maka seekor kera harus benar-benar bisa membuktikan bahwa dirinya memang layak diakui sebagai pemimpin. Kera itu harus melewati berbagai pertempuran. Di balik bulu-bulu kera yang menjadi pemimpin sekelompok kawanannya itu biasanya akan banyak sekali ditemukan "scars" dan pitak-pitak bekas cakaran dan gigitan lawan dalam berbagai pertempuran. Tapi deretan scars dan pitak-pitak itulah yang membuat sang pemimpin menjadi sedemikian berwibawa dan disegani. Kalau ada kera-kera lain yang ingin mengganggu maka sang pemimpin cukup menyeringai dan menaikkan bulu-bulu lehernya dari kejauhan, lalu mereka yang hendak coba-coba membikin gara-gara itu akan segera menyingkir jauh-jauh. Sampai beberapa waktu yang lalu hal yang sama juga terjadi di dunia manusia.Mereka yang terpilih menjadi raja atau jenderal biasanya memang sudah bertarung sejak dari bawah. Karena kepalanya masih melekat di badannya sajalah (tidak sampai kena tebas lawan) maka dia yang terpilih. Tapi perkembangan demokrasi dan revolusi yang terjadi dalam teknologi media-komunikasi memang telah mengubah segala-galanya. Kini di dunia manusia-terutama manusia Indonesia-untuk bisa terpilih jadi pemimpin seseorang tak perlu lagi harus melewati berbagai pertempuran sejak dini. Dia cukup memanipulasi media dan membangun politik pencitaan atas dirinya. Pada fihak lain, cilakanya, kriteria masyarakat tentang seorang pemimpin pun mulai bergeser. Orang tak perduli lagi seberapa banyak scars dan pitak-pitak yang telah dikumpulkan oleh si calon pemimpin. Orang lebih perduli dengan cara berbicara, cara berpakaian dan bungkus-bungkus lain dari sang pemimpin. Bahkan apa visi si calon pemimpin pun nyaris tak disimak. Karena itu tidak usah heran kalau pemain sinteron atau bintang seminar bisa terpilih menjadi pemimpin. Tidak usah heran pula kalau seorang "anak manis" yang tidak pernah memimpin sekelompok kecil massa pun bisa menjadi pemimpin besar. Dan akhirnya tidak usah heran pula kalau setelah terpilih menjadi pemimpin mereka ternyata tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya menjadi sekedar penggembira dari sebuah proses yang bernama demokrasi. Saya bukan anti terhadap demokrasi, dan bukan pula hendak menganjurkan agar kita kembali ke jaman jahiliah. Yang hendak saya pesoalkan ialah, bagaimana menciptakan sebuah mekanisme pemilian, agar di tengah-tengah berondongan dan manipulasi media massa, kita tetap berhasil memilih pemimpin yang sejati, yaitu mereka yang memang telah berhasil melewati berbagai palagan persoalan bangsa dan negara. Atau dalam bahasa dunia kera, bagaimana menjaring pemimpin yang punya banyak scars dan pitak-pitak dalam kehidupannya, sehingga ketika nanti dia duduk di tampuknya, cukup dengan sedikit sorotan mata dan senyum menyeringai, kepemimpinannya sudah berjalan secara efektif [.] [Non-text portions of this message have been removed]