http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=28018:menata-kualitas-demokrasi-&catid=78:umum&Itemid=131
Menata Kualitas Demokrasi Oleh : May Ellyn N, SH, MKn Sejak berdirinya negeri ini, para the founding father kita telah sepakat bahwa negeri ini menganut system demokrasi. Oleh sebab itulah, walaupun pemimpin negeri ini silih berganti, namun system demokrasi yang kita anut tetap dijalankan, bahkan kalau mau jujur, demokrasi kita semakin hari semakin menuju proses pematangan. Terlepas dari berbagai kekurangan dalam implementasinya, namun yang pasti bahwa demokrasi kita sudah semakin menunjukkan tanda-tanda kearah yang lebih baik. Memang dalam perjalanannya, system demokrasi yang dianut bangsa kita tidaklah berjalan mulus. Berbagai tantangan, bahkan sampai pada tanda-tanda perpecahan sudah sempat mencuat kepermukaan. Pada masa presiden Soekarno (Orde Lama), misalnya, Indonesia? pernah menerapkan demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin. Lalu, pada zaman presiden Soeharto, negara kita melaksanakan demokrasi ala Orde Baru yang kemudian mengantarkan Soeharto berkuasa hingga lebih dari 30 tahun. Semua system tersebut, baik pada masa Orde Baru maupun Orde Lama ternyata hampir mengantarkan bangsa Indonesia ke jurang perpecahan. Bahkan, nyaris membawa negara kita ke ambang kehancuran. Tetapi kemudian kita bersyukur bahwa semua itu tidak terjadi. Reformasi telah menyelamatkan Indonesia menjadi negara yang kuat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Belajar dari perjalanan panjang sejarah Indonesia tersebut, kita kemudian bersepakat untuk menerapkan sistem demokrasi. Yaitu, mengembalikan kedaulatan negara berada di tangan rakyat. Pada tahun 2004 lalu, untuk pertama kali, Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan presiden-wakil presiden secara langsung oleh rakyat dengan suasana aman dan damai. Sedangkan pada tahun 2009, walau disana-sini terdapat kekurangan, namun yang pasti bahwa Negara kita nampaknya akan benar-benar menyerahkan sepenuhnya kedaulatan ketangan rakyat. Rakyatlah yang menentukan siapa yang layak memimpin negeri ini. Harga Mati Tentunya, bagi seluruh rakyat negeri ini, sistem demokrasi seperti yang berlangsung sekarang adalah harga mati. Bangsa ini tidak boleh lagi mundur ke belakang dengan mengubah system demokrasi yang ada. Walau memang harus berkorban karena tidak sedikit biaya yang habis akibat pemilu, namun rakyat harus tetap sebagai pemegang kedaulatan. Rakyatlah yang menilai apakah kepemimpinan seseorang layak diteruskan atau tidak, dan rakyat jugalah yang menentukan siapa yang layak menjadi pemimpin negeri ini. Namun demikian, demokrasi yang kita inginkan jangan sampai hanya sekadar demokrasi belaka. Demokrasi kita haruslah demokrasi yang bisa menjadikan negara dan bangsa Indonesia lebih bermartabat. Demokrasi yang bisa membawa negara dan bangsa lebih sejahtera, lebih aman, dan lebih makmur. Demokrasi yang menjadikan Indonesia lebih kuat dan kokoh, bukan justru sebaliknya menimbulkan perpecahan diantara para anak negeri ini. Masalah ini perlu ditegaskan, mengingat saat ini kita melihat bahwa para elit politik negeri ini, dengan berbagai kepentingannya sedang larut dalam berbagai persoalan yang dikemukakan. Lihat saja misalnya, dua pasang capres-cawapres yang kalah menurut hasil rekapitulasi suara KPU sedang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait adanya dugaan penyelewengan/kejanggalan mengenai daftar pemilih tetap (DPT). Sehingga, penetapan resmi pasangan presiden-wakil presiden terpilih masih menunggu keputusan MK. Disinilah kita mengharapkan agar para capres-cawapres serta tim sukses mereka bisa bersikap sebagai negarawan. Yakni, semua harus berpikir dan berperilaku demi kepentingan negara dan bangsa. Bukan hanya untuk kepentingan dirinya, partai, atau kelompoknya. Dalam alam demokrasi, siapa pun pemenangnya adalah kemenangan buat rakyat, asal proses demokrasi tersebut dijalankan dengan baik dan fair. Bila ada dugaan adanya kecurangan, penyelesaian satu-satunya harus ditempuh melalui proses dan mekanisme hukum. Tidak boleh dengan cara-cara yang lain, misalnya dengan pengerahan massa dan apalagi dengan menggagalkan hasil pemilu itu sendiri. Karena itu, kita mendukung pengajuan penyelesaian dugaan adanya penyelewengan dalam proses pemilu ke MK sembari kita tetap terus mengawasi dan mengawal proses pengambil keputusan di lembaga penyelesaian sengketa pemilu tersebut. Bila keputusan telah diambil, semua pihak harus menghormatinya. Kedaulatan rakyat harus kita hormati. Kita tidak boleh mundur ke belakang, seperti ketika rakyat hanya sebatas objek kepentingan para penguasa. Otoriterianisme seperti pada masa lalu harus kita hentikan. Proses demokrasi yang sudah dijalankan selama ini haruslah lebih ditingkatkan demi penataan kualitas demokrasi. Untuk itu, maka pelaksanaan demokrasi kali ini harus menjadi cermin bagi bangsa ini, segala kekurangan yang ada seyogianya dijadikan sebagai masukan dan pelajaran berharga menuju pematangan demokrasi itu sendiri. Termasuk dengan pemilihan personil KPU sebagai penyelenggara harus benar-benar menjadi perhatian serius pemerintah. Jangan sampai demokrasi yang sudah dibangun dengan biaya mahal ternyata hanya menghasilkan pemerintahan yang bobrok dan tidak berkualitas. Pengorbanan rakyat melalui pemanfaatan uang rakyat untuk menyelenggarakan pesta demokrasi harus benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin demi membangun pemerintahan dan bangsa Indonesia yang lebih berkualitas.*** Penulis, Alumnus Universitas Sriwijaya Palembang. [Non-text portions of this message have been removed]