http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=10894

2009-10-06 
Bantuan Menumpuk, Korban Kelaparan



[PADANG] Distribusi bantuan kepada korban gempa bumi Sumbar masih belum lancar. 
Hingga hari kelima pascagempa, Selasa (6/10), masih banyak warga di desa-desa 
terpencil yang sama sekali belum menerima bantuan secara memadai. 

Banyak bantuan yang masih menumpuk di rumah dinas gubernur, karena Satuan 
Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) Provinsi Sumbar 
menetapkan pola distribusi bantuan secara berjenjang, dengan pusat distribusi 
di rumah dinas Gubernur Sumbar, yang dijadikan Posko Satkorlak PB tingkat 
provinsi. 

Kurangnya armada pengangkut, khususnya di daerah kabupaten, mengakibatkan 
penyaluran bantuan ke warga terhambat. Akibatnya, banyak warga yang kini 
terancam kelaparan, karena mulai kekurangan beras dan berhari-hari hanya makan 
mi instan.

Seperti yang dialami warga Desa Kampung Dalam, Kecamatan V Koto, Kabupaten 
Padang Pariaman, yang hingga Senin (5/10) setiap hari hanya makan mi instan, 
akibat belum tersentuh distribusi bantuan bahan makanan. Adrizal, warga Kampung 
Dalam menyayangkan kurang sigapnya pemerintah setempat mendistribusikan 
bantuan. "Warga desa kami sangat membutuhkan bantuan tenda, beras, dan 
obat-obatan. Banyak bantuan dibiarkan menumpuk di rumah dinas bupati dan tak 
segera dikirim kepada kami," ujarnya. 

Warga Desa Kampung Dalam pun terpaksa mendirikan tenda ala kadarnya dengan 
menggunakan terpal bertiang puing-puing kayu dari rumah yang hancur akibat 
gempa. Mereka yang kurang beruntung, terpaksa mendirikan tenda dari kardus, 
karton, dan plastik yang tersisa di antara reruntuhan.

Warga juga mulai cemas dengan persediaan beras yang sudah kritis. Akibatnya, 
banyak yang sehari-hari hanya makan mi instan. 

Adrizal mengeluhkan aparat pemerintah kecamatan, kelurahan, dan RT yang dinilai 
kurang proaktif menjemput bantuan ke pemerintah kota maupun kabupaten. "Aparat 
hanya menunggu bantuan. Sedangkan pihak Satlak di kota dan kabupaten juga 
menunggu laporan dari kecamatan, desa, dan RT tentang jumlah korban gempa dan 
bantuan yang dibutuhkan. Sikap sama-sama menunggu ini menjadi penyebab bantuan 
menumpuk di rumah gubernur, wali kota, bupati dan bandara. Akibatnya, warga 
yang menjadi korban dan semakin menderita," katanya.


Distribusi Terpusat 

Selain itu, menurut Adrizal, penumpukan bantuan juga karena pengumpulan bantuan 
terpusat di rumah gubernur. Seluruh bantuan dari berbagai pihak terlebih dahulu 
diantar ke rumah gubernur sebagai Pusat Satkorlak Penanggulangan Bencana 
Provinsi Sumbar. "Setelah itu baru disalurkan ke rumah wali kota dan bupati, 
dan diteruskan ke warga. Ini terlalu birokratis," kritiknya. 

Distribusi bantuan yang lamban juga diakui Kepala Satkorlak PB Provinsi Sumbar, 
Ade Edward. Menurutnya, ini terjadi karena kurangnya armada pengangkut, 
khususnya di daerah kabupaten. 

"Distribusi bantuan dari rumah dinas gubernur ke rumah wali kota dan bupati 
sebenarnya lancar. Yang kurang lancar adalah distribusi dari rumah wali kota 
dan bupati kepada warga akibat kurangnya armada angkutan," katanya. 

Dia mengakui, proses distribusi bantuan dilakukan secara berjenjang, dari pusat 
distribusi bantuan di rumah dinas Gubernur Sumbar, yang dijadikan posko 
Satkorlak PB Sumbar. Hal ini untuk mencegah penyelewengan atau salah sasaran 
penyaluran bantuan. 

"Distribusi bantuan dilakukan secara berjenjang agar bantuan benar-benar sampai 
kepada para korban gempa. Distribusi bantuan tidak dilakukan langsung dari 
tingkat provinsi kepada warga, karena pihak pemerintah kota, kabupaten, 
kecamatan dan RT yang tahu persis data korban gempa," kata Ade.

Hentikan Pencarian

Sementara itu, 688 orang anggota tim SAR (Search and Rescue) dari 21 negara 
yang membantu mencari korban hidup di Padang, Sumatera Barat, pada Selasa 
(6/10) menghentikan aktivitasnya dan mulai meninggalkan Kota Padang. 

Keputusan ini diambil setelah rapat koordinasi dengan Badan Nasional 
Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama anggota tim SAR negara-negara asing. 

Kesepakatannya, proses pencarian korban hidup dinyatakan selesai, sehingga tim 
SAR tidak diperlukan lagi.

"Tim SAR bertugas mencari dan menyelamatkan korban hidup, sementara pencarian 
jenazah di dalam puing-puing gempa dapat dilakukan petugas penyelamatan dari 
dalam negeri," ungkap Kepala Humas BNPB, Priyadi Kardono di Padang, Selasa pagi.



SP/Alex Suban

Barang-barang bantuan untuk korban gempa disimpan di rumah dinas Gubernur 
Sumatera Barat, Padang, Selasa (6/10). Bantuan tersebut antara lain terdiri 
dari mi instan, beras, selimut, matras, tenda, dan genset. Bantuan mulai 
menumpuk dan baru sebagaian kecil saja yang telah disalurkan. 

Setelah pencarian korban hidup dihentikan, sembari melanjutkan pencarian korban 
tewas di antara puing-puing bangunan yang hancur, sejumlah relawan mulai 
memberi pendampingan psikologi kepada korban gempa, untuk mengatasi trauma. 
Seperti yang dilakukan World Vision Indonesia, berupa pendampingan psikologi 
kepada 10 anak korban gempa di Desa Bungus Timur, Kecamatan Bungus Teluk 
Kabung, Padang, Sumbar.

Dihentikannya aktivitas tim SAR asing tersebut juga sejalan dengan pernyataan 
PBB melalui tim penyelamat United Nations INSARG Heavy Rescue yang telah 
menghentikan pelacakan korban di semua lokasi bangunan yang hancur, karena 
tidak ditemukan tanda-tanda korban selamat.

Priyadi menambahkan, hingga Selasa pagi, korban tewas yang telah ditemukan 
sebanyak 704 orang. 

Sementara itu, pencarian korban tewas di reruntuhan Pasar Inpres Padang yang 
dilakukan Dinas Pemadam Kebakaran Kota Padang, pada Selasa pagi terhambat oleh 
banyaknya pedagang yang mulai menggelar dagangannya di depan pasar. Pencarian 
baru bisa dimulai setelah pedagang diminta pindah.

Sedangkan tim penyelamat sejak Selasa dini hari telah menemukan empat jenazah 
di bawah reruntuhan Hotel Ambacang.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat rapat kabinet terbatas di 
Jakarta, Senin, mengusulkan penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi bencana 
alam di Sumbar dan Jambi meniru pola penanganan bencana di Nanggroe Aceh 
Darussalam, Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Sebab selain dana APBN dan APBD, dana 
asing juga banyak mengalir untuk membantu meringankan beban rakyat Sumbar dan 
Jambi.

Sejauh ini, berdasarkan keterangan Sekretaris Menko Kesra, Indroyono Susilo, 
sebanyak 51 negara terlibat mengatasi dampak bencana gempa di Sumbar. Selain 
memberi bantuan uang, bantuan juga diwujudkan dengan mengirim relawan, bahan 
makanan, dan obat-obatan. Pemerintah Indonesia sendiri telah menganggarkan Rp 6 
triliun untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dampak gempa. 

Sementara itu, AS telah mengirim tim bantuan kemanusiaan, dan mendirikan rumah 
sakit darurat di belakang RS M Jamil, Padang, yang bisa merawat 400 korban 
setiap hari. Pemerintah AS sebelumnya telah menyalurkan bantuan senilai US$ 
300.000 kepada Mercy Corps International, melalui Badan Pembangunan 
Internasional AS (USAID). Dana tersebut untuk pengadaan alat-alat penanganan 
darurat, air bersih, peralatan sanitasi, dan peralatan untuk perbaikan dan 
rekonstruksi rumah. [141/A-20/E-7/A-21]




[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to