Refleksi : Para anggota PDIP yang duduk dalam DPR membutuhkan duit, kalau diprotes merugikan mereka sebagai anggota partai, terkecuali kalau anggota-anggota siap berkorban, kaya dan juga tidak berhutang pada bank dengan mengadai rumah untuk kampnye pemilu. Jadi jangan protes, tetapi soliderlah dengan mereka yang membutuhkan uang. ----- Jawa Pos [ Minggu, 01 November 2009 ]
PDIP Siap Kritisi dan Tolak Kenaikan Gaji DPR Minta Lebih Dulu Perbaiki Sistem Penggajian JAKARTA - Gaji DPR juga akan turut terangkat dalam waktu dekat. Kenaikan gaji itu menjadi satu rangkaian dengan remunerasi pejabat tinggi negara lainnya, termasuk menteri dan presiden. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang selama ini mengecam rencana kenaikan gaji pejabat berjanji tetap mengkritisi, bahkan siap menolak usul tersebut. ''Kalau semuanya masih karut-marut seperti sekarang, tentu hanya akan menjadi prasmanan saja, kalau perlu akan kami tolak," tegas Wakil Ketua Fraksi PDIP Ganjar Pranowo di Jakarta kemarin (31/10). Menurut dia, kenaikan gaji anggota dewan -seperti halnya kenaikan gaji pejabat lainnya- berpotensi menjadi sumber fitnah di tengah masyarakat. Dia mengungkapkan, hingga saat ini, sistem penggajian nasional di Indonesia masih kacau. Belum ada pengaturan yang jelas soal tunjangan yang diperoleh masing-masing pejabat di berbagai institusi. Sebab itu, sebelum menaikkan gaji, pemerintah harus memperbaiki dulu sistem penggajian. "Yang juga harus dipertegas, kenaikan itu terhadap gaji atau pendapatan," tandasnya. Wakil ketua Komisi II DPR itu lantas mengungkapkan, sebagai wakil rakyat, dia hanya mendapatkan gaji pokok Rp 4,5 juta per bulan. Namun, dengan berbagai tunjangan yang disandang, total pendapatan yang diperoleh tiap bulan sekitar Rp 48 juta. "Nah, kalau persentase kenaikannya di gaji, mungkin tidak terlalu bermasalah karena tak begitu besar. Tapi kalau di pendapatan, akan tidak pantas jadinya," tutur Ganjar. Sebab, lanjutnya, seperti halnya menteri dan presiden, kinerja DPR belum kelihatan. Ganjar khawatir, upaya dewan untuk bangkit dari pandangan negatif publik akan sia-sia. Apalagi dalam situasi perekonomian nasional yang masih seperti sekarang. "Malulah sama rakyat," tegasnya. Pemerintah melalui menteri keuangan telah menyatakan bahwa kenaikan gaji pejabat negara direalisasikan pada Januari 2010. Remunerasi presiden, wakil presiden, panglima TNI, jaksa agung, kepala daerah, dan pimpinan serta anggota dewan (DPR, DPD, DPRD) tersebut sudah masuk anggaran belanja pegawai. Namun, hingga saat ini, besar kenaikan belum ditentukan. Masih menunggu keputusan politik pemerintah melalui PP. Alokasi belanja pegawai pada APBN 2010 memang meningkat Rp 28 triliun atau sekitar 21 persen dari APBN tahun sebelumnya. Nilainya sekarang menjadi Rp 161,7 triliun. Kenaikan itulah yang nanti digunakan untuk kenaikan gaji pejabat, termasuk 560 anggota DPR dan ribuan anggota DPRD di seluruh Indonesia. Secara terpisah, peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam juga sepakat bila rencana kenaikan gaji bagi anggota DPR diimbangi dengan aturan yang tegas. Sebab, menurut dia, selama ini yang diatur pemerintah dan DPR hanya terkait gaji pokok dan tunjangan. Namun, tidak ada aturan yang pasti untuk mengatur remunerasi bagi pejabat pemerintahan. "Logikanya, pejabat tinggi harus mendapatkan remunerasi lebih rendah daripada pejabat di level bawah," kata Roy saat dihubungi kemarin. Aturan lain yang harus ditegakkan adalah pengawasan terhadap penerimaan gaji para pejabat tinggi tersebut. Menurut Roy, seharusnya pemerintah dan DPR menerapkan pendapatan berdasar kinerja. Anggota DPR tidak pantas mendapatkan kenaikan gaji jika kinerjanya minim. "Pada taraf personel, ketika tidak dapat mencapai target, harus mau mendapat punishment (hukuman)," ujarnya. Masing-masing komisi di DPR bisa mengawasi kinerja anggotanya. Dalam hal ini, Menkeu berjanji bakal menghapus sekitar 37 aturan internal terkait remunerasi di setiap lembaga. Penghapusan tersebut harus segera diselesaikan. Itu untuk memastikan bahwa setiap anggota DPR maupun pejabat negara tidak mendapatkan penghasilan di luar gaji pokok, tunjangan, dan fasilitas. "Kalau nanti sudah dipatok Rp 30 juta, dia tidak boleh menerima lebih dari itu," tandas Roy. (dyn/bay/agm [Non-text portions of this message have been removed]