BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar] 
633. Sistem Bubble Economy Kapitalisme yang Rapuh
 
Firman Allah SWT: 
-- "KY LA YKWN DWLt BYN ALAGHNYAa MNKM (S. ALhSYR, 59:7), dibaca: Kay la- 
yaku-na du-latan baynal aghniya-i mingkum , artinya: 
-- Agar supaya kedaulatan (ekonomi) itu tidak hanya berputar di antara 
orang-orang kaya saja di antara kamu," di dalam Seri 632 ybl. dibahas dalam 
konteks ekonomi mikro. 
 
Kalau pada pembahasan dalam skala mikro, Seri 632 ybl menunjukkan terpuruknya 
keadaan perekonomian yang menentang ayat [59:7], dan bagaimana usaha kecil dan 
menengah mampu bertahan di tengah badai keterpurukan itu, maka dalam Seri 633 
ini diperlihatkan dalam konteks ekonomi makro, yaitu bagaimana rapuhnya 
perekonomian sistem kapitalisme, karena bertentangan dengan Firman Allah ayat 
[59:7] tersebut. 
 
***
 
Wall Street, pusat keuangan Amerika, dibuat tercengang setelah dikejutkan 
dengan berita bangkrutnya perusahaan raksasa bisnis energi Amerika, Enron, yang 
kemudian disusul dengan kasus penipuan miliaran dolar yang melibatkan raksasa 
telekomunikasi Amerika, WorldCom. Di dalam negeri sendiri, di Indonesia ini, 
karena situasi ekonomi yang sedang tiarap, peristiwa yang menggemparkan dunia 
keuangan Amerika tersebut luput dari perhatian sebagian besar publik di negeri 
ini, walaupun media massa internasional memberitakannya secara besar-besaran. 
[Majalah Al-wai'e No 25 Tahun III, 1 - 30 September 2002].
 
Perekonomian kapitalisme terdiri atas dua sektor: 
(1) sektor real, yang didalamnya terdapat aspek produksi serta pemasaran barang 
dan jasa secara real,
(2) sektor non-real, yang di dalamnya terdapat aspek penerbitan dan jual beli 
surat-surat berharga yang beraneka ragam, seperti saham, obligasi, commercial 
paper, promissory notes, dsb.
 
Pertumbuhan keuangan kapitalisme, yang bertumpu pada transaksi spekulatif di 
sektor non-real, dapat meningkatkan pertumbuhan sektor non-real dengan sangat 
pesat. Akan tetapi, ia akan menghadapi bahaya pertumbuhan itu sendiri, yakni 
bahaya "bubble economy" (gelembung ekonomi). Ini ditandai dengan meningkatnya 
harga saham-saham dengan pesat hingga akhirnya harga saham terliwat mahal serta 
memelebihi kapasitas dan kemampuannya berproduksi. Pada saat yang sama, para 
analis saham pun terus memberikan rekomendasi beli sehingga saham diburu dan 
harga terus menggelembung. Pada satu saat, pengelembungan itu akan mencapai 
titik jenuh. Ibarat balon yang terus ditiup sampai besar, ia akhirnya sesuai 
TaqdiruLlah, akan meletus.
 
Uang kini sudah tidak lagi hanya merupakan alat tukar, tetapi telah menjadi 
barang haram, karena sudah berupa barang dagangan yang diperjualbelikan, yang 
celakanya menjadi komoditi yang dispekulasi. Diriwayatkan dari Umar bin 
al-Khattab RA dia berkata, berkata Rasulullah SAW: 
-- Perak ditukar dengan emas adalah riba kecuali diserah-terimakan pada waktu 
yang sama. (HR. Bukhari dan Muslim, Tirmidzi, Nasa'I, Abu Daud, Ibnu Majah, 
Ahmad, Malik dan Ad-Darimi). Dan inilah yang terjadi sekarang. Poundsterling 
dibeli dengan dollar pada waktu dollar menguat terhadap poundsterling dan pada 
waktu yang lain sesudahnya (jadi tidak dalam waktu yang sama) dollar dibeli 
dengan poundsterling pada waktu poundsterling menguat terhadap dollar. Piranti 
komputer dengan teknologi komunikasi satelit membuat transaksi uang berapa pun 
besarnya menjadi sangat cepat dan mudah. Lagi pula, transaksi tidak hanya 
dilakukan pada saat sekarang, namun bisa juga untuk masa datang. Dalam situasi 
seperti ini, tidak aneh jika perdagangan uang di dealing-room (ruang transaksi) 
atau dengan remote dealing saat ini seeprti video game. Para spekulan hanya 
mengawasi dari layar monitor dan dengan sekali tekan tombol, jutaan dolar telah 
berpndah pemilik. Dengan cara seperti inilah, kurang lebihnya, George Soros 
menghajar mata uang di Inggris pada tahun 1992. Saat itu, untuk mempertahankan 
pundsterling, Bank of England harus mengeluarkan 15 miliar dolar AS.
 
George Soros dan para spekulan lainnya tidak mau pusing betapa jahannam dan 
berbahanya permainan mereka. Mengapa? Karena permainan yang mereka jalankan itu 
mempunyai dampak yang amat mematikan bagi kehidupan ratusan juta manusia. 
Seperti kita alami sendiri, akibat krisis finansial yang sampai saat ini masih 
terus berlangsung, terjadilah kebangkrutan sejumlah perusahaan yang yang 
diiringi dengan pemutusan hubungan kerja jutaan orang. 
 
Dalam kurun waktu 20 tahun yang lalu bank-bank sentral dunia (AS, jepang, 
Jerman, Swiss dan Inggris) bersama-sama menguasai cadangan devisa dengan 
perbandingan 3:1 terhadap uang panas dari para spekulan di pasar modal. Pada 
tahun 1992, perimbangan tersebut telah bergeser. Kelima bank sentral tersebut 
hanya memiliki cadangan dengan perbandingan potensi kekuatan 1:2 terhadap para 
spekulan di pasar uang. 
 
Di samping perbandingan potensi kekuatan tersebut, pada pihak lain data 
menunjukkan bahwa realitas perdagangan uang pada sektor non-real dunia telah 
berlipat sekitar 80 kali dibandingkan dengan sektor real. Itu berarti telah 
terjadi sacara global bubble economy, karena kegiatan ekonomi dunia didominasi 
oleh kegiatan sektor non-real yang spekulatif. Alhasil, apa yang terjadi di 
pasar uang internasional, para spekulan jahannam, pemain pasar uang menjadi 
lebih merajalela menguasai pasar uang. Mereka mudah mengguncangkan mata uang 
negara-negara dan meng-KO bank-bank sentral sehingga tidak berdaya. Fenomena 
semacam itu menunjukkan betapa rapuhnya sistem keuangan kapitalisme. WaLlahu 
a'lamu bisshawab.
 
*** Makassar, 11 Juli 2004
   [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2004/07/633-sistem-buble-economy-kapitalisme.html





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke