http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/29836/kepolisian-pelanggar-ham-tertinggi



Kepolisian Pelanggar HAM Tertinggi


Sabtu, 12 Desember 2009 | 01:10 WITA
BERITA mengejutkan datang dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). 
Lembaga itu merilis fakta bahwa pelanggar HAM tertinggi setahun terakhir di 
negeri ini adalah kepolisian. Daftar tertinggi itu didapat berdasarkan 
pengaduan masyarakat yang masuk ke kantornya.

Itu sebetulnya bukan berita baru. Pada tahun-tahun sebelumnya, kepolisian 
dinilai sebagai institusi dengan pelanggaran HAM terbanyak. Banyak fakta 
terungkap, dalam tiap pengungkapan kasus yang ditangani, polisi sering 
melakukannya dengan cara yang tidak manusiawi.

Di berbagai daerah, sejumlah pelaku tindak kriminal wajahnya bengkak akibat 
perlakuan sejumlah oknum. Itu dilakukan demi mendapat sebuah pengakuan dari 
pelaku, atau untuk alasan lain pengungkapan kasus. Tentu saja, itu merupakan 
tindakan yang kontraproduktif. Betapa tidak, ingin menegakkan keadilan, tapi 
dilakukan dengan cara yang justru mencederai hak-hak kemanusiaan.

Satu tahun terakhir, polisi banyak mendapat sorotan negatif. Prestasi gemilang 
yang diraih polisi tahun ini adalah membekuk sejumlah pelaku dan gembong 
teroris yang telah memorakporandakan negeri ini. Selain itu, korps berbaju 
coklat ini lebih banyak mendapat cibiran.

Sejumlah tudingan miring dialamatkan kepada lembaga tersebut. Mulai dari 
kriminalisasi pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, hingga 
tudingan keterlibatan dalam pengungkapan Bank Century. Termasuk tudingan 
rekayasa pengungkapan kasus terbunuhnya Dirut Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin 
Zulkarnaen.

Pengungkapan kasus itu melibatkan ketua KPK nonaktif Antasari Azhar, Sigid 
Haryo dan Wiliardi Wizard.

Ahli forensik RSCM dr Abdul Mun'im Idris yang menangani otopsi jenazah Nasrudin 
mengaku menerima jenazah tidak dalam kondisi steril. Dalam sebuah wawancara di 
stasiun televisi pada Kamis (10/12) malam, Mun'im memastikan Nasrudin belum 
mati usai ditembak.

Sebelum diserahkan kepada dirinya, jenazah Nasrudin sudah 'ditangani' ahli 
kesehatan yang lain. Itu dibuktikan dengan telah dicukurnya rambut jenazah, dan 
baju korban yang sudah diganti dengan kain putih. Mestinya, mayat diserahkan 
dalam keadaan apa adanya seperti pertama kali saat meninggal.

Ia juga mengaku pernah dimintai seorang anggota Polda Metro Jaya untuk mengubah 
hasil pemeriksaan forensik mayat Nasrudin. Permintaan itu juga diungkapkan 
ketika ia membuat berita acara pemeriksaan atau BAP di polda.

"Waktu mau tanda tangan BAP, petugas bilang bisa dihilangkan enggak angka-angka 
itu. Saya bilang enggak bisa karena itu kewenangan saya. Terus dia telepon 
Wadir Serse," ungkap Mun'im saat memberi keterangan sebagai saksi terdakwa 
Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/12).

Kembali ke rilis Komnas HAM, jika data itu betul, tentu merupakan sebuah ironi. 
Betapa tidak, polisi yang mengaku sebagai pelayan, pengayom dan pelindung 
masyarakat, justru merupakan pelanggar HAM terbanyak.

"Pelanggaran HAM lebih banyak oleh aparat hukum, terutama polisi," ujar Ketua 
Komnas HAM, Ifdhal Kasim, Senin (7/12) usai mengumumkan penghargaan Yap Thiam 
Tien.

Pelanggaran itu terjadi dalam konteks pembebasan tanah, penangkapan dan 
pengungkapan kasus pidana, teroris, dan ketika seseorang berada dalam tahanan 
kepolisian.

Rilis Komnas HAM dan sejumlah fakta yang mengungkap terjadinya tindakan negatif 
polisi itu, wajib menjadi catatan penting. Tidak ada kata lain, mau tidak mau, 
lembaga kepolisian wajib direformasi. Atau jika cukup gentle, polisi harus 
berani mereformasi dirinya sendiri. (*)

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke