http://fahmina.or.id/artikel-a-berita/berita/773-ironi-penjara-wanita.html

Ironi Penjara Wanita

Selasa, 02 Februari 2010 15:52   tempointeraktif
Pemandangan nan memprihatinkan mewarnai sejumlah penjara wanita di
Indonesia. Di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur,
misalnya, sekitar 20 tahanan harus berjejal di dalam sel berukuran
sekitar 5 x 6 meter, tidur beralaskan kasur tipis di atas ranjang ubin
keramik, dan berebut satu kamar mandi plus kakus seluas 2 meter
persegi yang hanya dibatasi sekat setinggi satu meteran. Sel tahanan
nan sumpek itu masih disesaki aneka jemuran pakaian dan handuk milik
para tahanan.

Boleh dibilang, sanitasi penjara tempat para tahanan wanita melalui
hari-harinya itu sungguh tak memadai. Yang membuat kita makin miris,
di antara para tahanan wanita yang berjejal di sel sempit itu terdapat
sejumlah tahanan yang tengah hamil. Seperti tahanan lainnya, mereka
yang berbadan dua juga menempati kamar yang sama: sumpek dan
bersanitasi buruk.

Kondisi itu sangat kontras dengan hotel prodeo Artalyta “Ayin”
Suryani, terpidana lima tahun kasus penyuapan terhadap jaksa Urip Tri
Gunawan. Selama mendekam di Rutan Pondok Bambu, Ayin—kini telah
dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang,
Banten--menempati sebuah kamar tahanan mewah: berpenyejuk udara,
berkasur empuk, dan ditempati sendirian.

Bahkan pengusaha yang dikenal sebagai ratu lobi itu mendapat fasilitas
istimewa: sebuah “kantor” yang nyaman layaknya ruang perkantoran di
kawasan segitiga emas Jakarta. Dari ruang-ruang sel, Ayin dapat
mengendalikan jaringan bisnisnya. Dia leluasa menerima asisten,
pelayan, keluarga, sopir pribadi, serta para eksekutif perusahaannya
kapan saja.

Ya, inilah sebuah ironi yang tergelar di penjara wanita di negeri ini.
Sementara ratusan tahanan harus berjejal di kamar sempit dan sumpek,
ada segelintir tahanan yang karena memiliki uang dan kuasa bisa
menyulap selsel bui menjadi kamar serba luks dengan fasilitas nan wah.

Hujan deras mengguyur Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, pada
Kamis siang lalu. Rhani—bukan nama sebenarnya—seorang tahanan di salah
satu sel di Blok E, tampak tengah membetulkan jaket dan selimut untuk
membungkus tubuhnya. Siang itu Rhani berbaring di atas tikar yang
dialasi selembar kain di sebuah ranjang ubin keramik berukuran 2,25 x
6 meter.

Di atas ranjang di dalam kamar tahanan berukuran 5 x 6 meter itu,
Rhani tak sendirian. Di samping perempuan 21 tahun itu ada tiga
tahanan lainnya yang juga sedang tidur. Lalu, di sisi pembaringan tiga
tahanan lainnya lagi terlihat asyik duduk bercengkerama. Satu di
antara mereka menikmati sebatang rokok dan dua lainnya menyantap mi
ayam.

Ada satu tahanan lagi yang tengah buang hajat di ruang 2 x 1 meter
yang berfungsi sebagai kamar mandi plus kakus, yang terletak di ujung
kamar tersebut. Kondisi Rhani, yang tengah hamil 6 bulan, memang
sedang tak sehat. Sejak pagi badannya panas. Dia memilih berbaring,
tak menghiraukan puluhan temannya yang bercengkerama dan dibesuk
anggota keluarganya. “Saya lagi tidak enak badan,”katanya. “Sudah tiga
bulan saya tidak ditengok (dibesuk) keluarga.”

***

Berada di penjara dalam keadaan berbadan dua, ditambah tak ada
keluarga yang menjenguk, jelas membuat Rhani tertekan. Selama
menjalani enam bulan dari satu tahun masa hukuman, baru satu kali
keluarganya menengok. “Saya tertekan, batin saya menangis,”tutur
perempuan asal Ciledug, Tangerang, Banten, itu bernada lirih. Rhani
tinggal satu blok dengan Wulan, tahanan yang juga tengah hamil. Usia
kandungan Wulan sekitar delapan bulan. Bedanya, kamar Rhani diisi 20
tahanan, kamar Wulan yang juga berukuran 5 x 6 meter hanya dihuni 8
orang. Keadaan kamar Wulan juga lebih rapi. Boleh jadi, itu lantaran
Wulan datang dari keluarga berada, sementara Rhani dari kalangan
menengah-bawah.

Selain tidur, para tahanan melakukan aktivitas lainnya, seperti makan,
minum, mandi, dan buang hajat, di kamar dengan sanitasi tak memadai.
Kamar sempit yang sudah dijejali 20 tahanan itu masih ditambah sumpek
dengan gantungan aneka handuk dan pakaian kotor milik para
penghuninya.

Rhani dan Wulan adalah dua dari sekian tahanan wanita yang tengah
hamil yang mendekam di Rutan Pondok Bambu. Mereka berbaur jadi satu
dengan ratusan tahanan wanita lainnya, dengan latar belakang dan
perilaku berbeda-beda. Kondisi mereka sungguh kontras dengan Artalyta
Suryani alias Ayin, terpidana lima tahun kasus suap terhadap jaksa
Urip Tri Gunawan. Artalyta dipergoki di ruang penjara mewah saat
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan inspeksi pada Ahad
malam pekan lalu.

Ayin justru berada di ruangan lantai tiga kompleks perkantoran penjara
Pondok Bambu, yang dilengkapi dengan fasilitas penyejuk udara,
seperangkat sofa kulit, tempat tidur pegas, televisi layar datar,
serta peralatan dapur lengkap, dari blender hingga lemari es.

Seperti dimuat di Koran Tempo (15 Januari 2010), Satuan Tugas juga
menemukan fasilitas mewah di sel Liem Marita alias Aling, terpidana
kasus narkoba. Bahkan di sel Aling ditemukan ruang karaoke yang
dilengkapi dengan televisi. Hasil tim investigasi majalah Tempo, yang
dilakukan jauh sebelum inspeksi Satuan Tugas, juga menemukan kenyataan
serupa. Tim investigasi menemukan kamar seluas sekitar 6 x 6 meter
yang sekaligus sebagai “kantor” Ayin, dilengkapi dengan penyejuk
udara. Kamar itu dibelah dua oleh deretan lemari. Di bagian depan
terdapat tempat tidur kulit ukuran dobel, sofa, dan dua meja. Televisi
layar datar merek LG ditaruh di bufet. Sebuah cermin setinggi sekitar
dua meter disandarkan di dinding, di balik pintu masuk.

Di bagian dalam, ada meja kerja berbentuk L berwarna cokelat muda.
Juga kulkas penuh buah dan makanan, serta boks tempat tidur bayi.
Bocah berambut kepirangan itu anak bekas seorang narapidana yang
diadopsi Ayin. Di tempat itulah Ayin mengurusi perusahaannya dari
dalam penjara serta menerima para kolega bisnis. Selain itu, hasil
penelusuran tim investigasi Tempo menemukan Ayin juga menempati sel
khusus untuk tidur. Sel itu dilengkapi dengan tempat tidur ukuran
dobel, televisi layar datar 21 inci, dan berpenyejuk udara. Sel khusus
itu dihuni Ayin sendirian.

Semua fasilitas nan mewah itu dibantah oleh Ayin. Kepada Tempo, dia
mengatakan kantor itu bukan khusus buat dia. “Kamar itu bukan istimewa
buat saya. Dipakai sekian banyak orang, termasuk pesantren kilat,
untuk lima puluh orang tiap hari,”katanya seperti dikutip majalah
Tempo edisi 11-17 Januari 2010. Lalu, dia juga tak tinggal sendirian
di sel khusus buat tidur. “Saya bersama dua narapidana lain.”

Begitulah. Buntut dari inspeksi Satuan Tugas itu, Kepala Rutan Pondok
Bambu Sarju Wibowo dinonaktifkan. Artalyta Suryani lalu dipindahkan ke
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, sekitar sepekan
setelah inspeksi digelar. Yang jelas, sebuah ironi telah tergelar di
penjara wanita di negeri ini. Sementara ratusan tahanan harus
berjejalan di dalam sel tahanan yang sempit dan sumpek, ada segelintir
orang, karena memiliki uang dan kuasa, kemudian bisa menyulap sel-sel
bui menjadi kamar yang serba luks dan berfasilitas mewah.

Dari hasil penelusuran Tempo, yang membuat kita makin miris, di dalam
tahanan yang sumpek dan bersanitasi buruk itu terdapat beberapa
tahanan yang tengah menyusui bayinya. Setidaknya, ada tiga ibu
menyusui yang ditemui Tempo di Blok E Rutan Pondok Bambu pada Kamis
lalu.

Salah satunya Nurhayati, 35 tahun, bukan nama sebenarnya. Karena tak
ada keluarga yang mau merawat, narapidana kasus narkoba itu terpaksa
merawat sendiri buah hatinya, Bunga, 11 bulan, di dalam penjara. Bunga
tidur beralas kasur tipis, berjejal dengan 15 narapidana wanita yang
merupakan teman sekamar sang ibu. Nasib Bunga sungguh berbeda dengan
anak adopsi Artalyta “Ayin” Suryani: tidur di boks bayi yang mewah di
kamar berpenyejuk udara dan selalu dijaga seorang baby-sitter yang
siap melayani.

Ya, bocah-bocah yang boleh dibilang tak berdosa itu berbaur menjadi
satu dengan ratusan tahan wanita, dengan fasilitas tak memadai:
sanitasi buruk dan asupan gizi yang sangat terbatas. Menu makanan bagi
ibu-ibu hamil, menyusui, dan anak-anaknya tak jauh berbeda dengan
tahanan lainnya. Tak ada tambahan. Bahkan kualitas makanan, menurut
beberapa tahanan, jauh dari kualitas bagus. Terutama nasi.

“Banyak batu. Kalau tidak hati-hati, malah ada ulatnya,” cerita salah
satu tahanan, yang diiyakan lima tahanan lainnya. Kisah miris tentang
tahanan wanita hamil dan menyusui yang bercampur dengan penghuni
lainnya tak hanya terjadi di Pondok Bambu. Di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Kota Malang, Jawa Timur, juga hampir serupa.

“Tahanan wanita hamil masih dicampur dengan penghuni lain,” kata
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Malang Enny Purwaningsih.
Meski begitu, tutur Enny, tak selamanya tahanan hamil berbaur dengan
penghuni lainnya. Wanita hamil yang usia kandungannya sudah masuk
sembilan bulan akan dipindahkan ke poliklinik. Jika tak ada masalah
dengan kandungan atau kesehatan ibu, proses persalinan ditangani oleh
dokter lembaga pemasyarakatan di poliklinik. Sebaliknya, jika ada
masalah, pasien akan dirujuk ke Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang.

Persalinan di poliklinik ini gratis. Sedangkan di Rumah Sakit Syaiful
Anwar, biaya ditanggung oleh pasien sendiri bagi yang berada. Adapun
untuk yang miskin, akan dicarikan surat keterangan tak mampu. Setelah
melahirkan, lembaga pemasyarakatan akan merundingkan soal bayi dengan
ibu dan keluarganya. Jika ibu menghendaki bayi bersamanya, lembaga
pemasyarakatan akan mengizinkannya hingga usia bayi dua tahun atau
masa menyusui eksklusif.

“Jika ibu tak mau, bayi akan diserahkan ke keluarganya,” ujar Enny.
“Ibu yang membawa bayi ditempatkan di blok khusus, yakni di Blok A.”
Hal yang sama dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bulu,
Semarang, Jawa Tengah. Jika ada narapidana yang melahirkan, proses
persalinan dilakukan di ruang kesehatan, dibantu tenaga medis yang
tiap hari juga bertugas di lembaga pemasyarakatan tersebut. "Jika
membutuhkan tindakan khusus, baru kami bawa ke rumah sakit," kata
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bulu Endang Haryanti. Endang
menyatakan, Lembaga Pemasyarakatan Bulu tak memberikan perlakuan
khusus kepada narapidana yang tengah hamil.

***

Menu makan dan ruangan yang dihuni sama dengan untuk tahanan wanita
lainnya. Hanya, penjara yang saat ini dihuni 175 narapidana itu tak
mewajibkan tahanan hamil mengikuti kegiatan yang menguras tenaga dan
membutuhkan fisik prima. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia Untung Sugiono mengatakan, selama ini
perlakuan khusus terhadap tahanan wanita yang hamil dan menyusui belum
diatur dengan undang-undang. Kekhususan biasanya diatur dengan surat
edaran. “Terutama menyangkut kesehatan, makanan, dan penempatannya,”
ujarnya.

Untuk ruangan khusus wanita hamil dan ibu menyusui, Untung
menambahkan, memang belum dalam satu ruangan ataupun ada menu
tambahan. Ini mengingat hampir semua penjara di Indonesia saat ini
penghuninya sudah
melebihi kapasitas. Tentunya, jika penjara memiliki ruang atau kamar
tersendiri, seorang ibu hamil yang hendak melahirkan bisa ditempatkan
di ruang tersebut. Jika tidak, bisa ditempatkan di poliklinik.
Kemungkinan terburuk karena tak adanya ruang tersedia, tetap dicampur
dengan tahanan lain dalam ruang yang tidak terlalu padat.

Pencampuran ini terkadang juga bermanfaat bagi tahanan yang sedang
hamil. Ketika ada hal-hal yang mendesak dan perlu penanganan khusus,
ada yang melapor kepada petugas. “Dan boleh melahirkam di luar
penjara,” Untung menerangkan. Guru besar kriminolog Universitas
Indonesia, Muhamad Mustofa, mengatakan penjara di Indonesia belum
memberikan kekhususan baik untuk anak-anak, perempuan, maupun ibu
menyusui.

Umumnya penjara di Indonesia memberikan perlakuan yang sama terhadap
narapidana lakilaki ataupun perempuan. “Kalaupun ada (perlakuan
khusus), itu di luar sistem, dengan alasan kemanusiaan,”ujarnya.
Menurut Mustofa, yang juga mantan Ketua Balai Pertimbangan
Pemasyarakatan Departemen Kehakiman, seharusnya penjara bagi kaum
perempuan didesain dengan kekhususan sedemikian rupa. Ada ruang
menyusui, ruang untuk wanita hamil, serta ruang kebutuhan khusus
perempuan, seperti mengganti pembalut dan lainnya.

Lalu, seharusnya ada semacam fasilitas atau ruang khusus yang tak
memberikan kesan penjara. Semacam taman khusus bermain untuk
mempertemukan anak dan ibunya yang tengah dipenjara. “Ketika seorang
ibu dijauhkan dari anaknya, akan timbul masalah psikologis dan
sosiologis,”tuturnya. “Makanya, diperlukan fasilitas khusus agar anak
dan ibu bisa sering bertemu.”

Ke depan, tutur Mustofa, penjara wanita dan juga anak-anak harus
dibangun bukan lagi dengan jeruji besi, yang seakan menggambarkan
mereka sebagai penjahat yang harus dijaga superketat. “Bukan seperti
yang selama ini terjadi, penjara di Indonesia didesain untuk laki
laki, tidak ada perlakuan khusus bagi perempuan atau anak-anak,” ia
menjelaskan. Boleh dibilang, tak hanya fisik bangunan dan fasilitas
penjara yang sekarang didesain hanya untuk laki-laki. Menurut Mustofa,
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga tak ada perlakuan khusus
bagi perempuan yang hamil maupun menyusui.

Padahal, sejak proses penyelidikan semestinya ada kekhususan bagi
perempuan dan anakanak. Bila diperlukan, ibu hamil dan menyusui bisa
menjalani hukuman di luar penjara. Misalnya, diterapkan hukuman
tahanan kota. “Jadi, coba jauhkan penghukuman penjara buat wanita dan
anak-anak. Masih banyak metode lain yang bisa digunakan, bukan hanya
penjara,” ujarnya.

Mustofa menegaskan, dalam memutuskan perkara atas perempuan yang
tengah hamil ataupun menyusui, sebaiknya tidak hanya melihat pada
legal formalnya. “Tapi seharusnya juga dilihat dari segi
kemanusiaannya.”

(ERWIN DARIYANTO, ALWAN RIDHA RAMDANI, BIBIN BINTARIADI,
SOHIRIN/TEMPOinteraktif.com)


------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejaht...@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelism...@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    wanita-muslimah-dig...@yahoogroups.com 
    wanita-muslimah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    wanita-muslimah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke