Refleksi :  Berapa banyak nabi palsu dilahirkan (diciptakan) di Nusantara sejak 
masa pre-kolonial hingga tahun 1966? Bukankah waktu itu tidak ada UU penodaan 
agama?

http://www.hidayatullah.com/berita/lokal/10802-akan-banyak-nabi-palsu-jika-uu-penodaan-agama-dicabut.html

Akan Banyak Nabi Palsu, Jika UU Penodaan Agama Dicabut 
Friday, 19 February 2010 15:20 Nasional 

Pencabutan UU tersebut tidak lain merupakan konspirasi global yang menghendaki 
Indonesia tidak aman



Hidayatullah.com-Jika UU Penodaan Agama dicabut, akan muncul nabi-nabi palsu 
baru. Saat UU itu masih ada saja, nabi-baru baru sudah sering muncul, apalagi 
jika sampai dicabut. Demikian disampaikan Ketua MUI Jatim, KH. Abdussomad 
Buchori kepada hidayatullah.com.

Ia mengatakan,  adanya UU tersebut justru memperkuat eksistensi NKRI dan 
melindungi agama minoritas. "Jadi, upaya pencabutan UU tersebut tidak lain 
merupakan konspirasi global yang menghendaki Indonesia tidak aman," terangnya.

Konspirasi yang paling terasa, berasal dari kalangan liberal. Orang liberal 
selama ini kerap mendistorsi ayat untuk menjustifikasi ide liberalnya. Seperti 
ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama", kemudian diintrodusir menjadi 
pluralisme agama. "Kata mereka, semua agama sama dan sama benar," terangnya. 
Dari situ, kaum liberal ingin merangsek ke ranah hukum. Jika bisa, hukum pun 
bisa dianulir untuk kepentingannya.

Uji material (judicial review) UU Penodaan Agama No. 1/PNPS/1965 oleh Mahkamah 
Konstitusi (MK) itu mengundang reaksi ormas Islam se-Jawa Timur. Belum lama 
ini,  sekitar 22 perwakilan ormas berkumpul di kantor Majelis Ulama Indonesia 
(MUI) Jl. Dharmahusada, Selatan Surabaya membahas penolakan pencabutan UU 
penodaan agama.

Ormas yang hadir di antaranya, NU, Muhammadiyah, Hidayatullah,  FPI Jatim, 
Majlis Dakwah Islam (MDI), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Dewan Masjid, 
BKPRMI, dan HTI Jatim, termasuk MUI Jawa Timur. Umumnya, semua perwakilan ormas 
sepakat menolak pencabutan UU Penodaan Agama.

Sebelum ini, menurut KH. Abdussomad Bukhori, MUI telah mengirimkan pernyataan 
penolakan pencabutan UU ke MK. Namun, pernyataan tersebut belum kuat jika hanya 
MUI sendiri. Karena itu, dalam forum tersebut, MUI membentuk forum ukhuwah 
Islamiyah peduli UU Penolakan Agama. Hasil kesepakatan bersama tersebut telah 
dibuat dalam bentuk pernyataan yang dikirimkan ke MK. Jika tidak aral 
melintang, Maret mendatang forum tersebut akan mendelegasikan utusannya menemui 
MK.

Peserta pertemuan memang sepakat menolak pencabutan UU tersebut. "Kami menolak 
keras pencabutan UU tersebut," ujar salah satu perwakilan FPI. Dia juga meminta 
Menag mengawasi budaya asing yang masuk, sebab adanya permohonan pencabutan UU 
tersebut tidak dimungkiri disebabkan orang liberal yang ingin bebas mengadopsi 
segala budaya.

Hal senada juga dikatakan perwakilan NU Jatim. Jika UU Penodaan Agama dicabut, 
maka bangsa ini akan kacau. Penolakan juga datang dari Dewan Masjid Jatim. 
Bahkan dirinya meminta agar seluruh elemen untuk komitmen melindungi Islam dari 
segala hal yang menghancurkannya. "Kita khawatir, jika UU tersebut dicabut, 
maka akan chaos."

"Karena itu, kita wajib mempertahankannya," terangnya. Dia menambahkan, meski 
Indonesia berbhineka, namun bhineka yang Berketuhanan yang Maha Esa.

Penolakan lebih keras lagi datang dari Ketua Bidang Fatwa MUI Jatim, KH. 
Abdurrahman Navis. Dia mengatakan, tidak sekadar melakukan penolakan, tapi juga 
harus datang langsung ke MK, DPR, dan institusi terkait. "Jika ada gerakan 
bersama. Mereka akan tahu bahwa kita menolak pencabutan UU tersebut," tegasnya.

Penolakan keras juga disampaikan perwakilan Hidayatullah, Muhammad Yunus. 
Menurutnya, menekan MK dan DPR tidak hanya dengan surat keputusan, tapi juga 
dengan mendatangi langsung. Atau jika perlu melakukan unjuk rasa.

Adanya permohonan pencabutan UU tersebut tidak lain diembrioi oleh kaum 
liberal, dan liberalisme telah masuk ke berbagai organisasi. Jadi, selain 
mengurus penolakan UU tersebut, setiap ormas Islam harus waspada liberalisme 
masuk ke tubuh organisasi. "Setiap organisasi harus melakukan introspeksi 
internal terkait masuknya liberalisme di tubuh sebagian ormas," terangnya.

Perwakilan dari HTI juga turut menolak keras upaya pencabutan UU tersebut. 
"Kami menolak keras pencabutan UU tersebut karena hanya akan menimbulkan 
kekacauan," tegasnya.



Hal senada juga datang dari perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) 
Jatim, Abdul Hadi AR. Dia mengatakan, apa yang dikatakan pemohon bahwa UU No. 
1/PNPS/1965 tidak relevan lagi tidak berdasar. Sebab, UU tersebut telah 
diperkuat dengan UU N0. 5/1969. [ans/www.hidayatullah.com]


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke