Tahu dan Mengenal Diri

By: agussyafii

Pak Budi menegur anaknya, 'Jono, kenapa kamu tidak bisa seperti Bobby yang 
nilai ulangannya tidak ada warna merahnya?'

'Jangan salahkan aku dong, Bobby kan mempunyai ayah yang pintar.' Jawab Jono 
santai. 

Begitulah cara pandang kita berbeda dengan cara pandang anak kita. Kita pada 
dasarnya memiliki dua alat memandang, yaitu mata kepala dan mata batin. 
Pandangan mata kepala terhalang oleh dinding dan jarak. Pesawat terbang yang 
begitu besar, nampak sangat kecil  oleh mata kepala. Bintang-bintang galaksi 
yang sangat besar nampak hanya kerlap kerlip kecil oleh mata kepala. Nah 
pandangan mata batin menembus sekat ruang dan waktu. Pandangan mata batin 
itulah yang disebut ma`rifat, orang yang memiliki ma`rifat disebut `arif. bukan 
arif dalam bahasa Indonesia. 

Asal kata  bahasa Arabnya `arofa –ma`rifat -`arif-ma`ruf yang arti dasarnya 
adalah kenal. Kenal berbeda dengan tahu. Tahu bersifat kognitif, bersifat 
pengetahuan, berbasis pengamatan atau teori. Sedangkan kenal sudah bersifat 
afektif berbasis pengalaman langsung. Ada seorang wanita yang sudah hidup 
bersama dengan suaminya selama 20 tahun, ternyata ia belum mengenal siapa 
sesungguhnya suaminya itu. Ia dibuat terkaget-kaget setelah mengenal siapa 
sesungguhnya manusia yang sudah seranjang selama duapuluh tahun, karena selama 
ini ia keliru pandang atau tertipu oleh penampilan lahir.

`Arif bukan hanya horizontal tetapi juga vertikal. Orang yang secara vertikal 
sudah `arif disebut mencapai ma`rifat, yaitu mengenal Allah, bukan sekedar tahu 
ada Allah. Oleh karena seorang `arif sudah mengenal Tuhannya sebagai Yang Maha 
Baik, maka ia tabah ketika menerima kegagalan atau musibah, karena boleh jadi 
musibah itu hanya sekedar ujian yang diberikan Allah kepadanya. Ia 
sadar-sesadarnya bahwa kesulitan adalah bagian dari sistem kehidupan. Ia sadar 
bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan sistem hukum dimana tidak ada gelap 
yang selamanya, setiap habis gelap pasti terbit terang. 

Begitupun dalam hidup, dibalik kesulitan ada kemudahan. Orang arif tetap 
tersenyum dalam kesulitan, bersiap kecewa dan sedihpun tanpa kata-kata, karena 
ia melihat makronya kehidupan, bukan mikronya. Sedangkan orang yang belum  
`arif mudah frustrasi, mengeluh dalam kesulitan, tidak siap kecewa, dan jika 
bersedih ia ungkapkan dengan berbagai kata cacian,karena ia hanya bisa melihat 
kehidupan secara mikro dengan dirinya menjadi pusat perhatian. Kata hadis Nabi, 
seorang `arif adalah juga orang yang sudah mengenali siapa dirinya dalam 
struktur makro, horizontal dan vertikal,  maka iapun tahu diri. Jika orang 
sudah benar-benar mengenal siapa dirinya, pasti ia mengenal siapa Tuhannya, man 
`arofa nafsahu `arofa robbahu.  

Wassalam,
agussyafii
--
Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye program Kegiatan 'Muhasabah Amalia 
(MUSA)' Hari Ahad, Tanggal 18 April 2010 Di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan 
partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii2, atau 
http://agussyafii.blogspot.com/, http://www.twitter.com/agussyafii atau sms di 
087 8777 12 431.


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to