HUKUM MENGUCAPKAN ; SAUDARAKU ATAU KAWANKU ATAU TERSENYUM KEPADA NON MUSLIM 
UNTUK MERAIH SIMPATI


Oleh
Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin




Pertanyaan:
Syaikh Muhamad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Tentang hukum ucapan 
(saudaraku) kepada non muslim? Juga ucapan (kawanku) atau (teman-ku)? Serta 
hukum tersenyum kepada orang kafir untuk meraih simpati?

Jawaban:
Ucapan (saudaraku) kepada non muslim hukumnya haram, tidak boleh diucapkan 
kecuali kepada seseorang yang memang saudaranya berdasarkan garis keturunan 
atau karena susuan. Demikian ini, karena jika tidak ada tali persaudaraan 
secara garis keturunan atau karena susuan, maka tidak ada lagi tali 
persaudaraan kecuali persaudaraan karena agama. Seorang kafir bukan saudara 
seorang mukmin dalam agamanya. Allah pun mengingkari ucapan Nabi Nuh dalam hal 
ini, sebagaimana firmanNya

"Artinya : Dan Nuh berseru kepada Rabbnya sambil berkata, ' Ya Rabbku 
sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah 
yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. Allah berfirman, 'Hai 
Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan 
diselamat-kan)". [Hud : 45-46].

Adapun ucapan (kawanku) atau (temanku) atau yang serupa ini, jika yang dimaksud 
hanya sebagai sapaan karena tidak mengetahui namanya, maka ini tidak apa-apa, 
tapi jika yang dimaksud adalah karena kecintaan dan merasa dekat dengan mereka, 
maka Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.

"Artinya : Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan 
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah 
dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau 
saudara-saudara ataupun keluarga mereka." [Al-Mujadilah : 22].

Maka setiap ungkapan halus yang bermasuk kecintaan tidak boleh dilontarkan oleh 
seorang mukmin kepada orang kafir.

Demikian juga tersenyum kepada mereka untuk meraih simpati di kalangan mereka, 
demikian sebagaimana cakupan ayat di atas.

[Fatawa Al-Aqidah, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 253-254]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min 
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 
372-373 Darul Haq]


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke