http://www.thejakartaglobe.com/home/rising-culture-of-intolerance-blamed-for-religious-attacks/374117

May 10, 2010 

Rising Culture of Intolerance Blamed for Religious Attacks

The recent spate of attacks against Christian places of worship could be blamed 
on a culture of intolerance fostered over the past decade, according to 
observers. 

Ulil Abshar Abdalla, a Nadhlatul Ulama member and the founder of the Liberal 
Islam Network (JIL), blamed the Indonesian Council of Ulema (MUI) for the rise 
of conservatism and radicalism in Indonesia. 

"They issued an edict in 2005 forbidding pluralism. This makes interreligious 
dialogue difficult and stigmatizes the people working toward it," he said, 
adding that much of the MUI board was conservative. 

"Conservatism is a lot easier to digest because it's simple and doesn't require 
much thought. It also gives a false sense of protection from the outside 
world." 

The country's socio-economic situation played a role in this too, according to 
University of Indonesia anthropologist Iwan Meulia Pirous. He said religion had 
an absolute authority, and the recent economic crisis made people turn to 
religion. 

"People cling to religion in times of crisis, and radical groups use this to 
mobilize the people, especially those in economic hardship," he said. 

Groups like this also succeed by fomenting a culture of fear and intolerance, 
Iwan said. "The government fears poverty could also nurture socialism, so it 
allows the religious right to thrive. That's why it's hard to disband such 
groups, because they're being nurtured by the government." 

Ulil said the government and Islamic organizations often underestimated groups 
that promoted intolerance toward other religions. 

One hard-line group that has grabbed headlines is the Islamic Defenders Front 
(FPI). Even with founder and chairman Habib Rizieq jailed for 18 months in 
October 2008, its ranks are not dwindling. 

FPI secretary general Sholeh Mahmud Nasution told the Jakarta Globe on Sunday 
that the organization would always fight against what it deemed was wrong, and 
blamed its poor reputation on subjective media coverage that focused only on 
conflicts rather that their underlying reasons. 

"Everything has a process. The FPI now is different. We're more principled, we 
accommodate discussion first, and then resort to force, but only if our 
disappointment has peaked," he said. 

"The public is never told that the FPI tries to pursue peaceful mediation. And 
sometimes there are provocateurs from outside who want us to riot."

++++

http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2010/05/07/5406.html

Jumat, 7 Mei 2010, 11:43:57 WIB
Indonesia Miliki Tugas Sejarah Mengembalikan dan Membangun Kejayaan Islam

Jakarta: Sebagai sebuah negara nasional yang berpenduduk mayoritas muslim, 
Indonesia memiliki tugas sejarah untuk mengembalikan dan membangun kejayaan dan 
keagungan Islam. Penegasan tersebut disampaikan Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono pada bagian lain sambutannya pada Kongres Umat Islam Indonesia V di 
Ruang Serbaguna Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (7/5) pagi.

Negara-negara Islam di dunia, jelas Presiden, meletakkan harapan kepada 
Indonesia sebagai salah satu pemimpin dalam membangun peradaban dunia. Dan juga 
turut aktif dalam menjembatani peradaban Islam, Timur, dan Barat. "Kita tidak 
mengenal dan tidak boleh membiarkan terjadinya benturan antarperadaban, clash 
of civilization," ujar SBY. "Yang kita kenal dan harus terus kita bangun adalah 
kerukunan atau harmoni antarperadaban," tambahnya.

Menurut SBY, di kalangan internasional, Indonesia diakui sebagai contoh, role 
model, dimana Islam, demokrasi, dan modernitas dapat berjalan seiring dan 
sejalan. "Dunia menyaksikan bahwa Islam, demokrasi, dan modernitas dapat tumbuh 
dan berkembang. Saling mendukung dan saling memperkuat di negeri kita," jelas 
Presiden SBY. Prinsip-prinsip sosial politik yang diajarkan Islam juga turut 
mendorong tumbuhnya masyarakat yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan.

Terkait dakwah-dakwah Islam di tanah air, Presiden mengatakan sudah menunjukkan 
peningkatan. "Menunjukkan kualitas yang lebih baik dan kuantitas yang lebih 
berkembang," kata Presiden. Meskipun Indonesia bukan negara Islam, namun dalam 
menetapkan peraturan perundang-undangan, pemerintah telah mengadopsi beberapa 
dari ajaran Islam, seperti UU Perkawinan, UU Wakaf, UU Zakat, dan UU Haji. 
"Peraturan perundang-undangan itu memberi manfaat dan maslahat yang sangat 
besar bagi kepentingan umat Islam," Presiden menjelaskan.

Di akhir sambutannya, Presiden SBY meminta para pemimpin bertindak nyata untuk 
membangun kepatuhan kepada aturan, etika, dan pranata dengan memberikan contoh 
yang baik kepada masyarakat, pendidikan, sosialisasi, dan bimbingan yang 
persuasif. "Saya sungguh menggarisbawahi pendekatan dan cara-cara yang edukatif 
dan persuasif dalam menegakkan aturan dan pranata daripada cara-cara yang 
represif dan punitive atau penghukuman," tandas SBY. (yun) 

Link Terkait:
  a.. Kongres Umat Islam Indonesia ke-V Dibuka Presiden SBY


  b.. Pemimpin Tanpa Kesiapan Akan Jadi Beban


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke