http://www.mediaindonesia.com/read/2010/06/06/149516/70/13/Harta-Senayan-dan-Kemayoran
Harta Senayan dan Kemayoran Kamis, 17 Juni 2010 00:01 WIB NEGARA memiliki aset yang amat berharga di kawasan Gelora Bung Karno di Senayan. Negara juga mempunyai aset strategis di kawasan Kemayoran. Keduanya berada di wilayah Jakarta. Tetapi aset yang berada di kawasan mahal itu, ternyata tidak memberi keuntungan sepadan, bahkan sangat timpang kepada negara. Aset di Senayan dengan nilai di atas Rp50 triliun hanya menghasilkan pendapatan bagi negara (bukan pajak) Rp15 miliar per tahun. Adapun di Kemayoran, yang bernilai Rp25 triliun, menyumbang pendapatan bagi negara cuma Rp20 miliar per tahun. Padahal di kawasan Senayan telah berdiri pusat-pusat bisnis terkenal yang meraup keuntungan besar. Ada hotel mewah, ada kawasan perbelanjaan modern, dan tempat hiburan. Demikian pula di Kemayoran. Kasus Senayan dan Kemayoran memperlihatkan betapa buruknya pengelolaan aset negara. Untuk sebagian aset memang buruk karena ditelantarkan, tetapi yang lain ternyata buruk karena aset-aset negara itu menjadi rezeki yang masuk ke kantong-kantong pejabat. Senayan dan Kemayoran adalah dua contoh aset bagus yang menjadi buruk karena persekongkolan antara yang berkuasa dan pemilik modal. Persekongkolan itu demikian kuatnya sehingga negara tetap saja tidak mampu memaksakan keuntungan yang memadai. Seorang anggota DPR yang pernah mengepalai panitia kerja tentang aset negara mendapatkan indikasi bahwa pajak yang harus masuk ke kas negara lenyap di kantong para pejabat termasuk para istri. Kementerian Sekretariat Negara sebagai pihak yang mengelola aset Gelora Bung Karno berkeinginan untuk berunding ulang dengan semua pihak ketiga yang berbisnis di atas lahan negara. Keinginan ini sesungguhnya tidak baru. Ketika Yusril Ihza Mahendra menjadi Menteri Sekretaris Negara, dia pernah melakukan hal yang sama, tetapi mentok karena persekongkolan kuat dan rapi yang menjalar sampai antarlembaga. Ada dugaan bahwa aset-aset di Senayan dan Kemayoran telah berubah peruntukan dari milik negara menjadi milik para pemodal. Inilah yang harus dibuka dan diusut tuntas. Tidak sebatas manipulasi pendapatan negara, tetapi juga manipulasi kepemilikan. Banyak sekali aset negara yang jatuh ke tangan pihak ketiga secara tidak wajar. Di antaranya melalui manipulasi dokumen. Yang paling rapi adalah melalui modus gugatan di pengadilan. Pemerintah selaku pemilik aset bermain mata dengan pemilik modal lalu bersengketa. Dengan jaringan mafia yang merentang sampai ke lembaga yudikatif, sengketa akal-akalan itu dengan mulus dimenangi pihak ketiga. Contohnya adalah aset berharga Kantor Wali Kota Jakarta Barat yang dengan gampang berpindah tangan ke investor. Negara, memang, boleh saja bekerja sama dengan pihak ketiga mengelola aset-asetnya. Bahkan boleh menjual aset itu. Yang tidak boleh terjadi adalah aset-aset negara dijadikan bisnis pejabat dan kroni-kroni di birokrasi sehingga negara kehilangan pendapatan yang sangat besar. Praktik kotor ini berkembang subur karena hampir semua sistem di negeri ini manipulatif. [Non-text portions of this message have been removed]