"Yudi Yuliyadi----------------------Bismilahirrahmanirrahiim

Respond saya;
Kita setuju bahwa ajaran2 ALLAH itu pasti membawa rahmat dan kebaikan2

Sayangnya Yudi, ulama2 Golongan Islam fundamentalis ==gagal== membuktikan bahwa 
ajaran islam itu membawa Masalaht dan kebaikan2
kpd umat manusia....

tetapi sebaliknya umat islam malah menjadi;

----terbelakang dlm segala aktifitas kehidupan mansusia
----umatnya saling bermusuhan dan bahkan membunuh satu sama lain
----dimana ada gol Islam Fundamentalis disana ada==penindasan==
----umat makin miskin dan lemah imannya.

Kalau begitu sdr Yudi, ajaran2 islam kita ini ternyata sudah tidak
lagi MURNI ajaran2 dari ALLAH, tapi sudah ==TERKONTAMINASI==
dgn budaya2 Arab dan hadist2 palsu.

Ini perlu kita bersama sama memperbaikinya dgn sabar dan tekun
Umat islam itu saling ingat mengingatkan dan dlm kesabaran.

Demikian respond dr saya
salam


--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Yudi Yuliyadi" <y...@...> wrote:
>
> 
> Hukum Syara' Pasti Mengandung Maslahat
> 
> 
> Allah SWT berfirman dalam kitabNya:
> 
> "(Dan) tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi
> seluruh umat manusia" (QS Al Anbiyaa': 107).
> 
> Maksud ayat diatas adalah bahwa Rasulullah saw telah datang dengan membawa
> syariat yang mengandung manslahat bagi manusia.
> 
> Begitu pula Firman Allah SWT:
> 
> "Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
> penyembuh bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
> orang-orang yang beriman" (QS Yunus: 57).
> 
> "Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuham-mu
> sebagai petunjuk dan rahmat" (QS Al An'aam: 157).
> 
> Maksud dari "petunjuk" dan "rahmat" dalam ayat diatas adalah dengan membawa
> manfaat bagi manusia atau menjauhkan kemadlaratan dari dirinya. Inilah yang
> disebut "maslahat".  Sebab, arti dari maslahat adalah membawa kemanfaatan
> dan mencegah kerusakan.
> 
> Yang menentukan apakah sesuatu itu maslahat atau tidak adalah wewenang
> syara' semata.  Sebab, syara' datang memang membawa masla-hat dan dialah
> yang menentukan/menyebutnya untuk manusia, karena yang dimaksud maslahat
> adalah kemaslahatan/kepentingan manusia itu sendiri sebagai makhluk.  Bahkan
> yang dimaksud dengan maslahat bagi individu, adalah kemaslahatannya
> berkenaan dengan sifatnya sebagai "manusia", bukan keberadaannya sebagai
> individu (pribadi).     Memang, kemaslahatan dapat ditentukan berdasarkan
> syara' atau berdasarkan akal manusia.  Akan tetapi, jika akal manusia
> dibiarkan menentukannya sendiri, maka teramat sulit bagi manusia untuk
> menentu-kan hakekat kemaslahatan tersebut. Sebab, akal manusia memiliki
> kemam-puan yang terbatas.  Ia tidak mampu menetapkan apa yang menjangkau
> dzat dan hakekatnya selaku manusia.  Oleh karena itu, akal tidak akan mampu
> menentukan apa yang sebenarnya maslahat bagi manusia.  Bagai-mana mungkin ia
> dapat menetapkan, sementara ia tidak mampu mengapre-siasi dirinya sendiri?
> 
> Hanya Allah-lah yang mampu menjangkau hakekat manusia, sebab Dialah yang
> menciptakan manusia.  Oleh karena itu, hanya Dialah yang berhak menentukan
> apa-apa yang menjadi maslahat dan mafsadat bagi manusia secara rinci dan
> pasti.
> 
> Walaupun manusia dapat menduga apakah sesuatu itu mengandung manfaat atau
> mafsadat untuk dirinya, tetapi ia tidak mungkin menentukan dengan pasti dan
> rinci.  Apabila kemaslahatan tergantung pada persang-kaan manusia, maka akan
> mengakibatkan terjerumusnya manusia itu ke dalam kebinasaan.  Sebab
> kadang-kala manusia menyangka sesuatu itu mengandung maslahat, tetapi
> ternyata tidak demikian.  Berarti ia telah menetapkan bahwa sesuatu itu
> mafsadat untuk manusia, sedang ia menganggapnya maslahat, sehingga
> terjerumuslah manusia ke dalam malapeteka.  Demikian pula sebaliknya,
> kadangkala ia menyangka bahwa sesuatu itu adalah mafsadat, kemudian terbukti
> hal itu sebaliknya.  Disini ia telah menjauhkan kemaslahatan dari diri
> manusia, karena ia mengang-gapnya sebagai mafsadat, sehingga ia ditimpa
> kemadlaratan karena men-jauhkan maslahat dari kehidupannya.
> 
> Begitu pula kadang-kadang hari ini akal manusia memandang atau memutuskan
> sesuatu itu maslahat, kemudian esok harinya menyatakan sebagai mafsadat.
> Atau sebaliknya, sekarang sesuatu dinyatakan sebagai mafsadat, esok harinya
> ia menyatakan sebagai maslahat.  Berarti ia telah menetapkan bagi sesuatu
> itu mengandung maslahat sekaligus mafsadat.  Hal ini tidak boleh dan tidak
> mungkin ada.  Sebab segala sesuatu pada suatu kondisi hanya mempunyai satu
> kemungkinan, yaitu berupa mafsadat atau maslahat.  Tidak mungkin keduanya
> berpadu dalam satu kondisi.  Jika tidak, berarti maslahat yang ditentukannya
> bukan maslahat yang hakiki, tetapi maslahat sekedar dugaan (nisbi).
> 
> Dengan demikian maka wajib tidak membiarkan akal untuk menentukan apa
> sebenarnya yang dimaksud dengan maslahat, sebab yang berhak menentukannya
> adalah syara'.  Syara'lah yang menentukan mana maslahat dan mana mafsadat
> yang sebenarnya (hakiki).  Akal hanyalah memahami suatu kenyataan (kejadian)
> sebagaimana adanya (tanpa ditam-bah-tambah).  Kemudian akal memahami pula
> nash-nash syar'iy yang ber-kaitan dengan kenyataan tersebut, lalu nash-nash
> itu diterapkan terhadap kenyataan.  Jika telah diterapkan dan sesuai dengan
> pembahasan, maka dikatakan atau mafsadat berdasarkan nash-nash syar'iy.
> Apabila tidak sesuai dengan kenyataan tersebut, maka dicari nash yang
> mempunyai makna yang sesuai dengan kenyataan tersebut, agar ia mengetahui
> masla-hat yang telah ditetapkan oleh syara', dengan memahami hukum Allah
> dalam masalah itu.
> 
> Jadi maslahat harus didasarkan pada syara' , bukan pada akal.  Ia senantiasa
> menyertai syara'.  Dimana ada syara', pasti ada maslahat.  Sebab syara'lah
> yang menentukan kemaslahatan bagi mansusia selaku hamba Allah SWT. []
> 
>  
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke