From: Indrian Toni <koto_indr...@yahoo.com> Date: Sun, 27 Jun 2010 12:21:08 -0700 (PDT)To: <media-jo...@yahoogroups.com>; <jurnalisme-sastr...@yahoogroups.com>; <sastra-pembeba...@yahoogroups.com>; apsas<apresiasi-sas...@yahoogroups.com>; sejuta puisi<sejutapu...@yahoogroups.com>; komunitas merapi<komunitas_mer...@yahoogroups.com>; penyair muda<danaupu...@yahoogroups.com>; <flp_yo...@yahoo.co.id>; gus muh<gusmu...@yahoo.com>; heri latief<herilat...@yahoo.com>; penyaor je<peny...@yahoogroup.com>; penulis lepas<penulisle...@yahoogroups.com>; <laf...@yahoogroups.com>; <ngobrolin_tea...@yahoogroups.com>; sejuta puisi<sejutapu...@yahoogroups.com>; <pes...@yahoogroups.com>; <sastra-pembeba...@yahoogroups.com>Subject: undangan dan rilis acara sastra
Rilis dan Undangan DARI YANG DIBUANG DAN YANG DIBUNGKAM: Peluncuran Buku dan Diskusi Sastra Dalam sejarah kebudayaan Indonesia modern, salah satu polemik sastra dan kebudayaan yang terus menerus menemukan gaungnya hingga masa kini adalah eksistensi Lekra. Baik sebagai sebuah lembaga kebudayaan yang menaungi sebagian besar para seniman beridieologi kiri maupun karena tawaran estetikanya yang bersandar pada ideologi realisme sosial. Polemik antara para pendukung Lekra dan Manikebu yang mewarnai dinamika sastra dan kebudayaan Indonesia sejak akhir tahun 195-an hingga munculnya tragedi berdarah pada bulan september 1965 menyisakan berbagai persoalan multidimensional yang tak pernah terselesaikan secara menyeluruh hingga masa kini. Antara tahun 1950-an sampai 1965 polemik kebudayaan antara para pendukung Lekra dan Manikebu relatif berimbang. Lekra menawarkan model kebudayaan Indonesia yang bervisi kerakyatan dengan kecenderungan untuk menolak campur tangan tangan-tangan nekolim. Sementara itu, pada sisi yang lain, Manikebu yang mengedepankan visi humanisme Universal dengan mengambil titik berangkat bahwa kebudayaan Indonesia adalah bagian dari kebudayaan dunia. Namun polemik yang panas dan belum menemukan keseimbangan itu kemudian berujung pada apa yang oleh rezim orde baru disebut "Pemberontakan G-30-S/PKI." Terlepas dari perdebatan siapa dalang sesungguhnya dari peristiwa berdarah tersebut, September 1965 menjadi titik balik dari kebudayaan Indonesia modern, terutama dalam konteks polemik panas antara Lekra dan Manikebu. Rezim militer Orde Baru, lewat tangan-tangan kekuasaannya yang otoriter, kemudian mengkambing-hitamkan PKI beserta seluruh organisasi yang dianggap berafiliasi padanya. Lekra, sebagai sayap kebudayaan PKI pun mengalami pukulan dalam aktivitas kebudayaannya. Para anggotanya banyak yang dipenjara atau disiksa -kalau tidak dibantai secara kejam-, sementara karya-karya mereka dianggap sebagai bacaan terlarang. Tragedi kebudayaan Indonesia yang lahir dari rahim rezim pemerintah Orde Baru, salah satunya, adalah dikeluarkannya daftar "librorium pro hibitorum," atau sejumlah buku-buku terlarang yang lahir dari para penulis Lekra. Organisasi, seluruh kegiatan seni dan budaya, dan para aktor-aktor Lekra mengalami pemarginalisasian secara menyedihkan. Memori bangsa Indonesia tentang Lekra dan aktivitas kebudayaannya secara sistematis berusaha dihapus oleh pemerintahan Soeharto yang anti-komunis. Seiring jatuhnya rezim Orde Baru, dan diikuti dengan Orde Reformasi, muncul tuntutan dari berbagai pihak agar luka-luka sejarah kultural bangsa ini dibuka dan dimediasikan secara terbuka dan adil. Para penulis Lekra, yang di masa sebelumnya tak punya hak bersuara dan mempresentasikan hasil kreativitasnya, secara perlahan-lahan menemukan kembali hak mereka untuk bersuara. Kegiatan dan estetika seni-budaya mereka kembali menemukan gairahnya kembali. Memori akan estetika dan aktivitas seni-budaya baik dari para seniman dan sastrawan Lekra maupun mereka yang secara ideologis terpengaruh oleh para seniman dan sastrawan tersebut hadir kembali di tengah-tengah berbagai ideologi, estetika, dan aktivitas seni dan budaya lain. Kondisi ini oleh pihak-pihak tertentu dianggap sebagai menghidupkan lagi hantu 'komunisme' dan 'ideologi realisme sosial beserta perilaku 'arogan' seperti yang selalu dituduhkan oleh para pendukung Manikebu saat berbicara tentang Lekra. Namun oleh beberapa pihak yang lain kondisi ini disikapi sebagai sebuah usaha untuk memberi ruang hidup dari salah satu elemen kebudayaan yang pernah hidup di tanah air dan mengalami keterpasungan kreativitas oleh rezim Orde Baru selama lebih daritiga dekade. Dalam konteks inilah, diskusi buku-buku dari para penulis Lekra menjadi relevan untuk dihadirkan kembali di hadapan publik kesenian dan kebudayaan Indonesia, bukan hanya untuk memberi suara dari mereka yang semula terbungkam, namun juga memberikan ruang pedebatan yang terbuka dan adil dari seluruh pihak akan posisi Lekra dalam setting kebudayaan Indonesia dulu dan sekarang. Generasi Indonesia yang tak pernah mengalami polemik panas antara Lekra dan Manikebu di era 1950-an dan 1960-an -mereka pula yang mengalami indoktrinasi massif Orde Baru atas sejarah Lekra- berhak mendapatkan informasi yang berimbang tentang Lekra dan karya-karyanya sehingga mereka sendiri yang nanti akan memiliki keputusan dimana posisi Lekra dalam setting kebudayaan Indonesia dulu, kini, dan masa mendatang. Parikesit Istitute bekerjasama dengan Penerbit Buku Ultimus dan Pusat Sejarah dan Etika Politik (PUSdEP) menyelenggarakan Diskusi Buku-Buku Penulis LEKRA:“YANG MEMBUNGKAM DAN YANG DIBUNGKAM”. Diskusi dan bedah buku ini diselenggarakan: Tempat : Ruang seminar LPPM Universitas Sanata Dharma Tanggal : 03 Juli 2010 Waktu : 8:30 - 12:00 Dengan pembicara: - Muhidin M. Dahlan (penggiat IBOEKOE dan editor "Lekra Tak Membakar Buku") - Saut Situmorang (kritikus sastra) - Faisal Kamandobat (penyair) Acara ini akan diisi dengan kesaksian pelaku sejarah oleh Koesalah Soebagyo Toer serta pembacaan karya oleh Afnaldi saiful atau yang akrab disapa Sang Denai. Adapun daftar buku akan didiskusikan adalah: A. PUISI 1 Puisi-Puisi dari Penjara | kumpulan puisi | S. Anantaguna 2010 ULTIMUS 2 Nyanyian dalam Kelam | kumpulan puisi | Sutikno W. S. 2010 ULTIMUS 3 Gelora Api 26 | kumpulan cerpen dan puisi| Chalik Hamid (ed.) 2010 ULTIMUS 4 Pelita Keajaiban Dunia | Kumpulan Puisi Nurdiana Jilid 2| Nurdiana 2010 ULTIMUS 5 Aku Hadir di Hari Ini | Kumpulan Puisi | Hr. Bandaharo 2010 ULTIMUS B. MEMOAR/CATATAN HARIAN/CERPEN/NOVEL 1 Kisah Perjalanan | Syarkawi Manap 2009 ULTIMUS 2 Kisah-Kisah dari Tanah Merah | cerita digul cerita buru Tri Ramidjo 2009 ULTIMUS 3 Azalea, Hidup Mengejar Ijazah | Asahan Alham 2010 NON-ULTIMUS 4 Bulembangbu | Kisah Pahit Seorang Tahanan G.30.S | N.Syam.H 2010 NON-ULTIMUS 5 Wounded Longing | short story collection | Putu Oka Sukanta 2010 ULTIMUS 6 Pelangi|Tatiana Lukman 2010 ULTIMUS 7 Hidayat | May Swan 2010 ULTIMUS Acara ini terbuka untuk umum dan GRATIS!!! Salam, Indrian Koto Koordinator Acara Info: 081802717528 Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ http://sastrapembebasan.wordpress.com/ [Non-text portions of this message have been removed]