"Abdul Muiz" wrote:
Biarlah yang muda berpikir kritis dan logis bahwa yang namanya ide atau faham 
pasti ada irisan positifnya dengan faham lain. Biarlah generasi mudah belajar 
sendiri memilah dan memilih mengembangkan nalarnya apalagi sudah memiliki 
aqidah yang kuat, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
########################################################################
HMNA:
Supaya anak muda dapat bernalar harus pula disuguhkan kepada mereka bahan-bahn 
untuk dapat berpikir kritis. Bahan-bahan itu antara lain marxisme, trik-trik 
neo-marxisme dan aqidah. Dan yang perlu diwaspadai, ialah tidak semua bahkan 
kebanyakan generasi muda kontemporer terbius oleh narkoba "hura-hura".
***********************************BISMILLA-HIRRHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
419. Pandangan Marxisme Tentang Moral

Materialisme  adalah  buah pikiran yang bertitik  tolak  dari pangkal  
kepercayaan  bahwa tidak ada realitas  di  luar  materi. Semua   buah  pikiran  
materialisme,  termasuk  versi   marxisme, bertujuan  untuk mengejar 
tercapainya hasrat  kepuasan  kehidupan bersifat  materi.  Keadilan, kejujuran, 
 kemerdekaan,  persamaan, persaudaraan, dan semua nilai moral yang lain 
dipertahankan bukan karena nilai-nilai yang luhur itu an sich, melainkan hanya 
karena nilai-nilai  itu  kelihatannya memberikan  kontribusi  dalam  hal 
efisiensi  bagi hasrat tercapainya kesenangan dan keamanan  dalam kehidupan 
yang  bersifat  materi.  Artinya  moral   dalam pandangan materialisme tidak 
lain hanyalah produk sampingan belaka.

Dengan  mengaplikasikan  proses dialektis,  Karl  Marx  dalam bukunya  A  
Contribution to the Critique of  Political  Economy mengatakan  bahwa  ragam  
(mode) dari  produksi  dalam  kehidupan bersifat  materi  menentukan proses  
kehidupan  politik,  sosial, ekonomi  dan  intelektual.  Manusia  tidak  
mempunyai   kebebasan memilih  dalam hal moralitas, oleh karena  sistem  
sosial-ekonomi telah  menentukan gagasan tentang moral dan ukuran  etis  
sebagai barang- jadi.  Bukanlah kesadaran moralitas   manusia   yang menentukan 
 kondisi  sosial-ekonomi, melainkan sistem sosial-ekonomilah yang menentukan 
kesadaran manusia. Setiap orang  harus menyesuaikan diri pada kode moral yang 
ditentukan sistem  sosial-ekonomi. Oleh karena masyarakat bergerak dalam irama 
pertentangan kelas,  maka  moralitas itu senantiasa  berupa  moralitas  kelas. 
Singkat kata moral manusia ditentukan oleh sistem sosial-ekonomi.

Syahdan, kita  akan  kuliti  buah  pikiran  marxisme   yang berspekulasi  bahwa 
moral manusia ditentukan oleh sistem  sosial-ekonomi. Marilah kita perhadapkan 
spekulasi Marx ini pada sejarah Yunani  Kuno,  pada  zaman "negara  kota"  
(city  states).  Dalam rentang waktu dari 725 SM. hingga 325 SM. tiga negara 
kota, yaitu Corinth, Sparta dan Athene menghadapi sistem sosial-ekonomi  yang 
sama,  yaitu surplus penduduk. Jika benarlah teori "ilmiyah"  Marx yang 
mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan memilih, oleh karena sistem 
sosial-ekonomilah yang  menentukan  kesadaran moralitas dan kehidupan 
intelektual manusia, maka niscaya  ketiga negara  kota  itu  akan menempuh pula 
 upaya  yang  sama,  karena mempunyai  sistem  moral  yang sama, yang  dibentuk 
 oleh  sistem sosial-ekonomi yang sama.

Namun  sejarah  berkata  lain.  Corinth  memecahkan   masalah surplus 
penduduknya dengan emigrasi, mencari daerah pertanian  ke seberang laut di 
Siqiliyah (Sicily), Italia selatan, Thrace  dll, dimana daerah kolonisasi itu 
jarang penduduknya, atau penduduknya terlalu lemah untuk dapat membendung 
invasi emigran dari  Corinth itu.  Koloni-koloni Yunani itu memperluas daerah  
georgafis  dari masyarakat Yunani tanpa mengubah watak, sehingga pada  
hakekatnya merupakan reproduksi kebudayaan (baca: sistem moral) dari  negeri 
asalnya.  Sparta  menempuh cara lain, yaitu menaklukkan negeri-negeri 
tetangganya seperti  Messene,  dan untuk memelihara kekuasaannya atas 
negeri-negeri taklukannya itu  Sparta  menjadi negara  militer dalam arti 
struktur organisasi dan  SDM.  Seluruh penduduknya  dibina berwatak militer 
dari atas sampai  ke  bawah. Caranya ialah dengan jalan menempa anak-anak di 
dalam barak-barak militer,  bahkan bayi-bayi yang dianggap kondisi  tubuhnya  
tidak mampu  nanti  menjadi militer, dibuang ke  jurang-jurang. Athene menempuh 
cara lain pula, yaitu dengan jalan pengkhususan produksi pertanian untuk 
ekspor. Athene menempuh perbaikan sistem  sosial-ekonomi dengan jalan 
perdagangan. Athene mengalami zaman keemasan di bawah Pericles. Kemajuan 
arsitektur memperindah Athene. Kota ini menjadi pusat perdagangan dan 
kebudayaan, serta kesenian  dan kesusatraan maju dengan pesat.
Alhasil buah pikiran Marx bahwa moral sudah merupakan "barang jadi" yang 
ditentukan oleh sistem sosial-ekonomi digugurkan  oleh sejarah  ketiga negara 
kota Yunani Kuno itu. Sistem moral  ketiga kota itu bukanlah produk dari sistem 
sosial-ekonomi yang  surplus penduduknya.  Sebaliknya sistem moral yang  
berbeda  menghasilkan perubahan  sistem  sosial-ekonomi yang berbeda pula  dari 
 ketiga kota   itu,  Corinth,  Sparta  dan  Athene  seperti  yang   telah 
ditunjukkan  di  atas. Alhasil sejarah  Yunani  Kuno  menunjukkan bahwa  
bukanlah  sistem  sosial-ekonomi  yang  selalu  menentukan moral,  tetapi  
dapat  pula  sebaliknya,  sistem  morallah   yang mengubah wajah sistem 
sosial-ekonomi.

Karl  Marx mengkritik filosof yang hanya mengkaji saja.  Marx berpendirian  
tidak cukup mengkaji saja, melainkan hasil kajian itu harus dipakai  untuk 
mengubah  masa depan.  Sesuai  dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 
tentang tujuan nasional  dalam alinea  ke-4, bahwa negara harus melindungi 
seluruh tumpah  darah Indonesia, maka perlu sekali negara menghabisi upaya 
revolusioner kaum   komunis   yang  ingin  mengubah   masa   depan   Indonesia 
berpedomankan  marxisme.  Itulah  guna dan  pentingnya  Tap  MPRS 
No.XXV/MPRS/1966.

Dalam mengkaji masa lalu Abad Pertengahan di kontinen  Eropa, Marx  melakukan 
dua kesalahan. Pertama, kesalahan  teknis,  yaitu kecerobohan generalisasi. 
Bahwa apa yang terjadi di Eropa di Abad Pertengahan itu Marx mengira berlaku di 
segala tempat dari dahulu hingga  yang  akan  datang. Kedua,  kesalahan  
prinsipiel,  yaitu kekafiran  (atheisme),  menolak  realitas  di  luar  materi. 
Ada moralitas yang tidak bersumber dari akar  sejarah,  melainkan bersumber 
dari wahyu yaitu ajaran akhlaq yang dibawakan oleh para Nabi  dan Rasul. Ajaran 
akhlaq tertinggi adalah taqwa.  Ketaqwaan memegang  peranan yang sangat penting 
dalam mengkaji  masa  lalu. Orang  yang  berpikiran jernih akan mengatakan  
bahwa  perombakan sistem  sosial-ekonomi masyarakat Arab jahiliyah disebabkan  
oleh ajaran akhlaq dan kemasyarakatan dari Risalah yang dibawakan oleh Nabi 
Muhammad SAW. Ketaqwaan sangatlah perlu dalam mengkaji  masa lalu  untuk hari 
esok. Firman Allah SWT dalam ayat  yang  berikut mengapit  perintah  mengkaji  
itu dengan perintah taqwa: YAYHA ALDZYN AMNWA ATQWA ALLH WLTNZHR NFS MA QDMT 
LGHD WATQWA ALLH  (S. ALHSYR,  18),  dibaca:  Ya-ayyuhal  ladzi-na  a-manut  
taquLla-ha waltanzhur  nafsum  ma-  qaddamat  lighadiw  taquLla-ha  (59:18), 
artinya:  Hai  orang-orang  beriman, taqwalah  kepada  Allah  dan mestilah 
orang mengkaji masa lalu untuk masa depan, dan  taqwalah kepada Allah (s. 
berkumpul). WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 16 April 2000
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]

http://waii-hmna.blogspot.com/2000/04/419-pandangan-marxisme-tentang-moral.html

=================================================================

BISMILLA-HIRRHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
419. Pandangan Marxisme Tentang Moral

Materialisme adalah buah pikiran yang bertitik tolak dari pangkal kepercayaan 
bahwa tidak ada realitas di luar materi. Semua buah pikiran materialisme, 
termasuk versi marxisme, bertujuan untuk mengejar tercapainya hasrat kepuasan 
kehidupan bersifat materi. Keadilan, kejujuran, kemerdekaan, persamaan, 
persaudaraan, dan semua nilai moral yang lain dipertahankan bukan karena 
nilai-nilai yang luhur itu an sich, melainkan hanya karena nilai-nilai itu 
kelihatannya memberikan kontribusi  dalam hal efisiensi bagi hasrat tercapainya 
kesenangan dan keamanan dalam kehidupan yang bersifat materi. Artinya moral   
dalam pandangan materialisme tidak lain hanyalah produk sampingan belaka.

Dengan mengaplikasikan proses dialektis, Karl Marx dalam bukunya A Contribution 
to the Critique of Political Economy mengatakan bahwa ragam (mode) dari 
produksi dalam kehidupan bersifat materi menentukan proses kehidupan politik, 
sosial- ekonomi dan intelektual. Manusia tidak mempunyai kebebasan memilih 
dalam hal moralitas, oleh karena sistem sosial-ekonomi telah menentukan gagasan 
tentang moral dan ukuran etis sebagai barang-jadi. Bukanlah kesadaran moralitas 
manusia yang menentukan kondisi sosial-ekonomi, melainkan sistem 
sosial-ekonomilah yang menentukan kesadaran manusia. Setiap orang  harus 
menyesuaikan diri pada kode moral yang ditentukan sistem sosial-ekonomi. Oleh 
karena masyarakat bergerak dalam irama pertentangan kelas, maka  moralitas itu 
senantiasa berupa moralitas kelas. Singkat kata moral manusia ditentukan oleh 
sistem sosial-ekonomi.

Syahdan, kita akan uliti buah pikiran marxisme yang berspekulasi bahwa moral 
manusia ditentukan oleh sistem sosial-ekonomi. Marilah kita perhadapkan 
spekulasi Marx ini pada sejarah Yunani Kuno, pada zaman "negara kota" (city 
states). Dalam rentang waktu dari 725 SM. hingga 325 SM. tiga negara kota, 
yaitu Corinth, Sparta dan Athene menghadapi sistem sosial-ekonomi  yang sama, 
yaitu surplus penduduk. Jika benarlah teori "ilmiyah"  Marx yang mengatakan 
bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan memilih, oleh karena sistem 
sosial-ekonomilah yang menentukan kesadaran moralitas dan kehidupan intelektual 
manusia, maka niscaya ketiga negara kota itu akan menempuh pula upaya yang 
sama, karena mempunyai sistem moral yang sama, yang dibentuk  oleh sistem 
sosial-ekonomi yang sama.

Namun sejarah berkata lain. Corinth emecahkan masalah surplus penduduknya 
dengan emigrasi, mencari daerah pertanian ke seberang laut di Siqiliyah 
(Sicily), Italia selatan, Thrace dll, dimana daerah kolonisasi itu jarang 
penduduknya, atau penduduknya terlalu lemah untuk dapat membendung invasi 
emigran dari Corinth itu. Koloni-koloni Yunani itu memperluas daerah georgafis 
dari masyarakat Yunani tanpa mengubah watak, sehingga pada hakekatnya merupakan 
reproduksi kebudayaan (baca: sistem moral) dari negeri asalnya. Sparta menempuh 
cara lain, yaitu menaklukkan negeri-negeri tetangganya seperti  Messene, dan 
untuk memelihara kekuasaannya atas negeri-negeri taklukannya itu Sparta menjadi 
negara militer dalam arti struktur organisasi dan SDM. eluruh penduduknya 
dibina berwatak militer dari atas sampai ke bawah. Caranya ialah dengan jalan 
menempa anak-anak di dalam barak-barak militer, bahkan bayi-bayi yang dianggap 
kondisi tubuhnya tidak mampu nanti  menjadi militer, dibuang ke jurang-jurang. 
Athene menempuh cara lain pula, yaitu dengan jalan pengkhususan produksi 
pertanian untuk ekspor. Athene menempuh perbaikan sistem sosial-ekonomi dengan 
jalan perdagangan. Athene mengalami zaman keemasan di bawah Pericles. Kemajuan 
arsitektur memperindah Athene. Kota ini menjadi pusat perdagangan dan 
kebudayaan, serta kesenian dan kesusatraan maju dengan pesat.

Alhasil, buah pikiran Marx bahwa moral sudah merupakan "barang jadi" yang 
ditentukan oleh sistem sosial-ekonomi digugurkan  oleh sejarah ketiga negara 
kota Yunani Kuno itu. Sistem moral ketiga kota itu bukanlah produk dari sistem 
sosial-ekonomi yang surplus penduduknya. Sebaliknya sistem moral yang berbeda 
menghasilkan perubahan sistem sosial-ekonomi yang berbeda pula dari ketiga kota 
itu, Corinth, Sparta dan Athene seperti yang telah ditunjukkan di atas. Alhasil 
sejarah Yunani Kuno  menunjukkan bahwa bukanlah sistem sosial-ekonomi yang 
selalu menentukan moral, tetapi dapat pula sebaliknya, sistem  morallah yang 
mengubah wajah sistem sosial-ekonomi.

Karl Marx mengkritik filosof yang hanya mengkaji saja. Marx berpendirian tidak 
cukup mengkaji saja, melainkan hasil kajian itu harus dipakai untuk mengubah 
masa depan. Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tentang tujuan 
nasional dalam alinea ke-4, bahwa negara harus melindungi seluruh tumpah darah 
Indonesia, maka perlu sekali negara menghabisi upaya revolusioner kaum komunis 
yang ingin mengubah masa depan Indonesia berpedomankan marxisme. Itulah guna 
dan pentingnya Tap  MPRS No.XXV/MPRS/1966.

Dalam mengkaji masa lalu Abad Pertengahan di kontinen Eropa, Marx melakukan dua 
kesalahan. Pertama, kesalahan teknis, yaitu kecerobohan generalisasi. Bahwa apa 
yang terjadi di Eropa di Abad Pertengahan itu Marx mengira berlaku di segala 
tempat dari dahulu hingga yang akan datang. Kedua, kesalahan prinsipiel, yaitu 
kekafiran (atheisme), menolak realitas di luar  materi. Ada moralitas yang 
tidak bersumber dari akar sejarah, melainkan bersumber dari wahyu yaitu ajaran 
akhlaq yang dibawakan oleh para Nabi dan Rasul. Ajaran akhlaq tertinggi adalah 
taqwa. Ketaqwaan memegang peranan yang sangat penting dalam mengkaji masa lalu. 
Orang yang berpikiran jernih akan mengatakan bahwa perombakan sistem 
sosial-ekonomi masyarakat Arab jahiliyah disebabkan oleh ajaran akhlaq dan 
kemasyarakatan dari Risalah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketaqwaan 
sangatlah perlu dalam mengkaji masa lalu untuk hari esok. Firman Allah SWT 
dalam ayat yang berikut mengapit  perintah mengkaji itu dengan perintah taqwa: 
-- YAYHA ALDZYN AMNWA ATQWA ALLH WLTNZHR NFS MA QDMT LGHD WATQWA ALLH (S. 
ALHSYR, 59:18), dibaca:  
-- Ya-ayyuhal adzi-na a-manut taquLla-ha waltanzhur nafsum ma- qaddamat 
lighadiw wa taquLla-ha (59:18), artinya:  
-- Hai orang-orang beriman, taqwalah kepada Allah dan mestilah orang mengkaji 
masa lalu untuk masa depan, dan taqwalah kepada Allah (s. berkumpul). WaLlahu 
A'lamu bi Al Shawa-b.

*** Makassar, 16 April 2000
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2000/04/419-pandangan-marxisme-tentang-moral.html

##################################################################

 

----- Original Message ----- 
From: "Abdul Muiz" <mui...@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, July 04, 2010 20:42
Subject: Re: mesttinya ranggas <= Re: [wanita-muslimah] FPI Akan Bongkar Patung 
Naga di Kota


mbak Mia bisa aja :) ngeles vs konsisten.

menurut hemat saya :

1). Apakah pertemuan itu memang pertemuan pengembangan komunis? ya belum tentu, 
memang benar bahwa yang diajak bertemu adalah anggota keluarga ex PKI, kita 
harus jujur dan tidak ada salahnya berbaik sangka, bahwa mereka selama ini 
diperlakukan lalim oleh pemerintah, dimarginalkan secara sistemik oleh negara, 
sudah saatnya untuk menghentikan sikap tidak adil ini. Saya masih ingat, saat 
testing masuk PNS atau Pegawai BUMN pada era orde baru dulu selalu ada yang 
namanya screening test (bersih lingkungan) kalau Calon pelamar mengaku ada 
anggota keluarganya terlibat langsung atau tidak langsung dengan OT (organisasi 
terlarang tidak cuma PKI tetapi juga Masyumi) maka dapat dipastikan tidak akan 
lulus. Ini jelas tidak fair jauh dari adil sebagaimana seruan Qur'an. Orang 
yang bersalah (PKI) tidak boleh ditanggung oleh anak cucunya yang lahirnya saja 
setelah peristiwa PKI. Ini jelas pelanggaran HAM yang amat jelas. Bahwa soal 
marxism memang meninggalkan phobi
 pada kalangan tua, tetapi apa ya seharusnya kalangan muda dipaksa mewarisi 
generasi tua yang memang memiliki pengalaman berbeda. Biarlah yang muda 
berpikir kritis dan logis bahwa yang namanya ide atau faham pasti ada irisan 
positifnya dengan faham lain. Biarlah generasi mudah belajar sendiri memilah 
dan memilih mengembangkan nalarnya apalagi sudah memiliki aqidah yang kuat, 
tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kecuali generasi muda ini dianggap domba 
yang tersesat. Jadi menurut saya terlalu dini mengangap pertemuan Riebka dan 
Rieke (anggota DPR) dengan anggota ex keluarga PKI di Banyuwangi merupakan 
pengembangan marxism. Sudah saatnya Pemerintah bersikap adil dengan 
mengembalikan hak warga negaranya sendiri yang terampas, diperlakukan lalim.

2). Bandingkan dengan maklumat terang2an dari beberapa pihak, HTI yang
ingin mendirikan khalifah islam, FPI , PKS dll yang ingin menerapkan
syariat Islam. Syariat islam itu adalah mencerahkan dan membebaskan, bukan 
membelenggu seperti ide yang diusung oleh HTI (nah di WM ini saya kira banyak 
teman-teman kita yang menjadi simpatisan HTI dan PKS, semoga ada sharing yang 
bermanfaat). Islam menurut saya adalah jalan hidup yang menjadi basis moral 
dalam berperilaku, kalau hanya mengutamakan kulit maka akan terjebak yang 
namanya politisasi, yakni akan terjadi kecenderungan agama akan dijual dengan 
harga yang sedikit. Kalau ide khalifah ala HTI diterapkan maka bubarlah NKRI, 
padahal founding father sudah meletakkan konsensus final bahwa Indonesia adalah 
NKRI dengan dasar negara Pancasila. Nah kalau PKS berjuang dalam wadah NKRI 
tunduk secara konstitusi adalah sah-sah saja mengusung ide-ide apapun, toh 
bukan untuk membubarkan NKRI, kalau ada ide-ide yang bolong dan kurang pas dari 
mereka tinggal diteriaki atau disoraki ramai-ramai, toh PKS sekarang 
bermetamorfosa menuju partai terbuka.

3). Tindakan FPI bukan hanya melanggar keamanan, tapi sekaligus juga melanggar 
agama, anti amar makruf nahyi munkar. Ya, saya setuju penilaian seperti ini 
mbak Mia. Media amar makruf nahi mungkar itu banyak, tidak hanya menjadi 
parlemen jalanan yang bawa pentungan dan main pukul sambil teriak takbir 
segala. Ada dakwah dengan media buku, contoh keteladanan perilaku akhlaq mulia, 
ceramah yang isinya menyejukkan, optimalisasi media massa, jurnal ilmiyah, 
kampanye damai tanpa merusak, membuat film islami, dll media dakwah tentu masih 
banyak yang belum dioptimalkan.

yang no 4 biar mbak Mia saja yang mengulas.

Wassalam
Abdul Mu'iz

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke