"Dedy Yuliadi" <dedy-yuli...@xxx> 

*        

Bercanda Ada Batasnya 
 <http://www.facebook.com/sharer.php> 

Penulis: Ummu 'Aisyah 

Saudariku muslimah, berbeda dengan sabar yang tidak ada batasnya, maka
bercanda ada batasnya. Tidak bisa dipungkiri, di saat-saat tertentu kita
memang membutuhkan suasana rileks dan santai untuk mengendorkan urat syaraf,
menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu
badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali,
sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal ini tidak dilarang selama
tidak berlebihan. 

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun Bercanda 

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sering mengajak istri dan para
sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati serta membuat
mereka gembira. Namun canda beliau tidak berlebihan, tetap ada batasnya.
Bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu
pula dalam bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar. Sebagaimana
yang diriwayatkan dalam beberapa hadits yang menceritakan seputar
bercandanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti hadits dari
'Aisyah radhiyallahu 'anha, "Aku belum pernah melihat Rasullullah
shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan
amandelnya, namun beliau hanya tersenyum." (HR. Bukhari dan Muslim) 

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai, Rasullullah! Apakah
engkau juga bersendau gurau bersama kami?" Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, "Betul, hanya saja aku selalu
berkata benar." (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih) 

Adapun contoh bercandanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
ketika beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bercanda dengan salah satu dari
kedua cucunya yaitu Al-Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhu. Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu menceritakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu
'anhu. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju
beliau dengan riang gembira." (Lihat Silsilah Ahadits Shahihah, no hadits
70) 

Adab Bercanda Sesuai Syariat 

Poin di atas cukup mewakili arti bercanda yang dibolehkan dalam syariat.
Selain itu, hal penting yang harus kita perhatikan dalam bercanda adalah: 

1. Meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa
bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan.
Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang
bermanfaat. 

2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering berlebihan dalam bercanda
hingga melanggar norma-norma. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan
wibawa seseorang. 

3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Terkadang ada
orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak
suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk.
Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda. 

4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius. Seperti dalam majelis
penguasa, majelis ilmu, majelis hakim (pengadilan-ed), ketika memberikan
persaksian dan lain sebagainya. 

5. Hindari perkara yang dilarang Allah Azza Wa Jalla saat bercanda. 

- Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Rasullullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah salah seorang dari kalian
mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh."
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) 

Rasullullah shallallahu'alaihi wa sallam juga bersabda: "Tidak halal bagi
seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain." (HR. Abu Dawud) 

- Berdusta saat bercanda. Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang
yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah
istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia
sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seseorang yang
memperbaiki akhlaknya." (HR. Abu Dawud). Rasullullah pun telah memberi
ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan
sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, "Celakalah seseorang yang
berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia."
(HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi) 

- Melecehkan sekelompok orang tertentu. Misalnya bercanda dengan melecehkan
penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, bahasa tertentu dan lain
sebagainya, yang perbuatan ini sangat dilarang. 

- Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain. Sebagian orang
bercanda dengan temannya lalu mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya
dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang lain tertawa. 

6. Hindari bercanda dengan aksi atau kata-kata yang buruk. Allah telah
berfirman, yang artinya, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh
yang nyata bagi kalian." (QS. Al-Isra': 53) 

7. Tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah
mengingatkan agar tidak banyak tertawa, "Janganlah kalian banyak tertawa.
Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati." (HR. Ibnu Majah) 

8. Bercanda dengan orang-orang yang membutuhkannya. 

9. Jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda. Umpamanya celotehan
dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat
Al-Qur'an dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah! Sungguh perbuatan itu bisa
menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran. 

Demikianlah mengenai batasan-batasan dalam bercanda yang diperbolehkan dalam
syariat. Semoga setiap kata, perbuatan, tingkah laku dan akhlak kita
mendapatkan ridlo dari Allah, pun dalam masalah bercanda. Kita senantiasa
memohon taufik dari Allah agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang
wajahnya tidak dipalingkan saat di kubur nanti karena mengikuti sunnah
Nabi-Nya. Wallahul musta'an. 

*** 

Diringkas dari: majalah As-Sunnah edisi 09/tahun XI/ 1428 H/2007 M.
Artikel www.muslimah.or.id 
  





[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to