----- Pesan Diteruskan ----
Dari: Fonda <ary.fo...@petrochina.co.id>
Kepada: muhammadiyah_soci...@yahoogroups.com
Terkirim: Jum, 23 Juli, 2010 10:49:00
Judul: [M_S] Kisah Mualaf Aminah Assilmi: Dia Korbankan Segalanya Demi Islam

  
http://www.republik a.co.id/berita/ dunia-islam/ mualaf/10/ 07/23/126312- 
kisah-mualaf- aminah-assilmi- dia-korbankan- segalanya- demi-islam
 
Kisah Mualaf Aminah Assilmi: Dia  Korbankan Segalanya Demi Islam
Jumat, 23 Juli 2010, 09:44  WIB
     
Aminah Assilmi
 
REPUBLIKA.CO. ID,JAKARTA- -Tak banyak orang yang  mengenal Aminah Assilmi. Ia 
adalah Presiden Internasional Union of Muslim Women  yang telah meninggal dunia 
pada 6 Maret 2010, dalam sebuah kecelakaan mobil di  Newport, Tennesse, Amerika 
Serikat.
 
Perjalanannya menuju Islam cukup unik. Perjalanan  yang patut dikenang. 
Semuanya 
berawal dari kesalahan kecil sebuah komputer.  Mulanya, ia adalah seorang gadis 
jemaat Southern Baptist–aliran gereja Protestan  terbesar di AS, seorang 
feminis 
radikal, dan jurnalis penyiaran. 

 
Sewaktu muda, ia bukan gadis yang biasa-biasa  saja, tapi cerdas dan unggul di 
sekolah sehingga mendapatkan beasiswa. Satu  hari, sebuah kesalahan komputer 
terjadi. Siapa sangka, hal itu membawanya kepada  misi sebagai seorang Kristen 
dan mengubah jalan hidupnya secara  keseluruhan.
 
Tahun 1975 untuk pertama kali komputer  dipergunakan untuk proses 
pra-registrasi 
di kampusnya. Sebenarnya, ia mendaftar  ikut sebuah kelas dalam bidang terapi 
rekreasional, namun komputer mendatanya  masuk dalam kelas teater. Kelas tidak 
bisa dibatalkan, karena sudah terlambat.  Membatalkan kelas juga bukan pilihan, 
karena sebagai penerima beasiswa nilai F  berarti bahaya. 

 
Lantas, suaminya menyarankan agar Aminah  menghadap dosen untuk mencari 
alternatif dalam kelas pertunjukan. Dan betapa  terkejutnya ia, karena kelas 
dipenuhi dengan anak-anak Arab dan ‘para penunggang  unta’. Tak sanggup, ia pun 
pulang ke rumah dan memutuskan untuk tidak masuk  kelas lagi. Tidak mungkin 
baginya untuk berada di tengah-tengah orang Arab.  ''Tidak mungkin saya duduk 
di 
kelas yang penuh dengan orang kafir!'' ujarnya  kala itu.
 
Suaminya coba menenangkannya dan mengatakan  mungkin Tuhan punya suatu rencana 
dibalik kejadian itu. Selama dua hari Aminah  mengurung diri untuk berpikir, 
hingga akhirnya ia berkesimpulan mungkin itu  adalah petunjuk dari Tuhan, agar 
ia membimbing orang-orang Arab untuk memeluk  Kristen. Jadilah ia memiliki misi 
yang harus ditunaikan. Di kelas ia terus  mendiskusikan ajaran Kristen dengan 
teman-teman Arab-nya. 

 
''Saya memulai dengan mengatakan bahwa mereka  akan dibakar di neraka jika 
tidak 
menerima Yesus sebagai penyelamat. Mereka  sangat sopan, tapi tidak pindah 
agama. Kemudian saya jelaskan betapa Yesus  mencintai dan rela mati di tiang 
salib untuk menghapus dosa-dosa mereka.'' 

 
Tapi ajakannya tidak manjur. Teman-teman di  kelasnya tak mau berpaling 
sehingga 
ia memutuskan untuk mempelajari alquran  untuk menunjukkan bahwa Islam adalah 
agama yang salah dan Muhammad bukan seorang  nabi. Ia pun melakukan penelitian 
selama satu setengah tahun dan membaca alquran  hingga tamat.
 
Namun secara tidak sadar, ia perlahan berubah  menjadi seseorang yang berbeda, 
dan suaminya memperhatikan hal itu. ''Saya  berubah, sedikit, tapi cukup 
membuat 
dirinya terusik. Biasanya kami pergi ke bar  tiap Jumat dan Sabtu atau ke 
pesta. 
Dan saya tidak lagi mau pergi. Saya menjadi  lebih pendiam dan menjauh.''
 
Melihat perubahan yang terjadi, suaminya  menyangka ia selingkuh, karena bagi 
pria itulah yang membuat seorang wanita  berubah. Puncaknya, ia diminta untuk 
meninggalkan rumah dan tinggal di apartemen  yang berbeda. Ia terus mempelajari 
Islam, sambil tetap menjadi seorang Kristen  yang taat.
 
Hingga akhirnya, hidayah itu datang. Akhirnya  pada 21 Mei 1977, jemaat gereja 
yang taat itu menyatakan, ''Saya bersaksi bahwa  tidak ada Tuhan selain Allah 
dan Muhammad adalah utusan-Nya.' ' 

 
Perjalanan setelah mengucapkan dua kalimat  syahadat, seperti halnya mualaf 
lain, bukanlah perkara yang mudah. Aminah  kehilangan segala yang dicintainya. 
Ia kehilangan hampir seluruh temannya,  karena dianggap tidak menyenangkan 
lagi. 
Ibunya tidak bisa menerima dan berharap  itu hanyalah semangat membara yang 
akan 
segera padam. Saudara perempuannya yang  ahli jiwa mengira ia gila. Ayahnya 
yang 
lemah lembut mengokang senjata dan siap  untuk membunuhnya.
 
Tak lama kemudian ia pun mengenakan hijab. Pada  hari yang sama ia kehilangan 
pekerjaannya.
Lengkap sudah. Ia hidup tanpa  ayah, ibu, saudara, teman dan pekerjaan. Jika 
dulu ia hanya hidup terpisah  dengan suami, kini perceraian di depan mata. Di 
pengadilan ia harus membuat  keputusan pahit dalam hidupnya; melepaskan Islam 
dan tidak akan kehilangan hak  asuh atas anaknya atau tetap memegang Islam dan 
harus meninggalkan anak-anak.  ''Itu adalah 20 menit yang paling menyakitkan 
dalam hidup saya,''  kenangnya.
 
Bertambah pedih karena dokter telah memvonisnya  tidak akan lagi bisa memiliki 
anak akibat komplikasi yang dideritanya. ''Saya  berdoa melebihi dari yang 
biasanya. Saya tahu, tidak ada tempat yang lebih aman  bagi anak-anak saya 
daripada berada di tangan Allah. Jika saya mengingkari- Nya,  maka di masa 
depan 
tidak mungkin bagi saya menunjukkan kepada mereka betapa  menakjubkannya berada 
dekat dengan Allah.'' Ia pun memutuskan melepaskan  anak-anaknya, sepasang 
putra-putri kecilnya.
 
Namun, Allah Maha Pengasih. Ia diberikan anugerah  dengan kata-katanya yang 
indah sehingga membuat banyak orang tersentuh dan  perilaku Islami-nya. Dia 
telah berubah menjadi orang yang berbeda, jauh lebih  baik. Begitu baiknya 
sehingga keluarga, teman dan kerabat yang dulu memusuhinya,  perlahan mulai 
menghargai pilihan hidupnya.
 
Dalam berbagai kesempatan ia mengirim kartu  ucapan untuk mereka, yang ditulisi 
kalimat-kalimat bijak dari ayat Al-Quran atau  hadist, tanpa menyebutkan 
sumbernya. Beberapa waktu kemudian ia pun menuai benih  yang ditanam. Orang 
pertama yang menerima Islam adalah neneknya yang berusia  lebih dari 100 tahun. 
Tak lama setelah masuk Islam sang nenek pun meninggal  dunia. 

 
''Pada hari ia mengucapkan syahadat, seluruh  dosanya diampuni, dan amal-amal 
baiknya tetap dicatat. Sejenak setelah memeluk  Islam ia meninggal dunia, saya 
tahu buku catatan amalnya berat di sisi kebaikan.  Itu membuat saya dipenuhi 
suka cita!''
 
Selanjutnya yang menerima Islam adalah orang yang  dulu ingin membunuhnya, 
ayah. 
Keislaman sang ayah mengingatkan dirinya pada  kisah Umar bin Khattab. Dua 
tahun 
setelah Aminah memeluk Islam, ibunya menelepon  dan sangat menghargai 
keyakinannya yang baru. Dan ia berharap Aminah akan tetap  memeluknya.
 
Beberapa tahun kemudian ibu meneleponnya lagi dan  bertanya apa yang harus 
dilakukan seseorang jika ingin menjadi Muslim. Aminah  menjawab bahwa ia harus 
percaya bahwa hanya ada satu Tuhan dan Muhammad adalah  utusan-Nya. ''Kalau itu 
semua orang bodoh juga tahu. Tapi apa yang harus  dilakukannya? '' tanya ibunya 
lagi.
 
Dikatakan oleh Aminah, bahwa jika ibunya sudah  percaya berarti ia sudah 
Muslim. 
Ibunya lantas berkata, ''OK, baiklah. Tapi  jangan bilang-bilang ayahmu dulu,'' 
pesan ibunya. Ibunya tidak tahu bahwa  suaminya (ayah tiri Aminah) telah 
menjadi 
Muslim beberapa pekan sebelumnya.  Dengan demikian mereka tinggal bersama 
selama 
beberapa tahun tanpa saling  mengetahui bahwa pasangannya telah memeluk Islam.
 
Saudara perempuannya yang dulu berjuang  memasukkan Aminah ke rumah sakit jiwa, 
akhirnya memeluk Islam. Putra Aminah  beranjak dewasa. Memasuki usia 21 tahun 
ia 
menelepon sang ibu dan berkata ingin  menjadi muslim.
 
Enam belas tahun setelah perceraian, mantan  suaminya juga memeluk Islam. 
Katanya, selama enam belas tahun ia mengamati  Aminah dan ingin agar putri 
mereka memeluk agama yang sama seperti ibunya. Pria  itu datang menemui dan 
meminta maaf atas apa yang pernah dilakukannya. Ia adalah  pria yang sangat 
baik 
dan Aminah telah memaafkannya sejak dulu.
 
Mungkin hadiah terbesar baginya adalah apa yang  ia terima selanjutnya. Aminah 
menikah dengan orang lain, dan meskipun dokter  telah menyatakan ia tidak bisa 
punya anak lagi, Allah ternyata menganugerahinya  seorang putra yang rupawan. 
Jika Allah berkehendak memberikan rahmat kepada  seseorang, maka siapa yang 
bisa 
mencegahnya? Maka putranya ia beri nama  Barakah.
 
Ia yang dulu kehilangan pekerjaan, kini menjadi  Presiden Persatuan Wanita 
Muslim Internasional. Ia berhasil melobi Kantor Pos  Amerika Serikat untuk 
membuat perangko Idul Fitri dan berjuang agar hari raya  itu menjadi hari libur 
nasional AS. Pengorbanan yang yang dulu diberikan Aminah  demi mempertahankan 
Islam seakan sudah terbalas. ''Kita semua pasti mati. Saya  yakin bahwa 
kepedihan yang saya alami mengandung berkah.''
 
Aminah Assilmi kini telah tiada meninggalkan  semua yang dikasihinya. Termasuk 
putranya yang dirawat di rumah sakit, akibat  kecelakaan mobil dalam perjalanan 
pulang dari New York untuk mengabarkan pesan  tentang Islam.
 
 
 
 
Red: Budi Raharjo
Rep:  Hidayatullah. com
 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke