Sikap lemah membuat Indonesia dilecehkan negara-negara tetangga.
SEJAK
gerakan Ganyang Malaysia yang dikobarkan Presiden Soekarno pada 27 Juli
1963, Indonesia tak pernah lagi bersikap tegas kepada Malaysia.
Insiden pelanggaran wilayah atas teritorium Indonesia terus terjadi.
Tetapi, itu dibiarkan diplomasi luar negeri Indonesia. 
Yang
terakhir, Jumat (13/8) malam, saat polisi Malaysia menangkap tiga
petugas Dinas Ke lautan dan Perikanan (DKP) Riau di perairan Indonesia.

Petugas DKP, saat itu, tengah menindak pencuri ikan asal
Malaysia di perairan Tanjung Berakit, Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Tujuh pencuri Malaysia ditahan Indonesia. Tetapi, polisi Malaysia,
setelah dua kali melontarkan tembakan, menahan tiga petugas perikanan
DKP. 
“Telah terjadi pelanggaran perbatasan. Kita minta ini
tidak terulang lagi,” kata Menlu Marty Natalegawa memastikan, di
Jakarta, kemarin. 
Pelanggaran itu, kata Menteri Kelautan dan
Perikanan Fadel Muhammad, sudah 10 kali terjadi. Namun, tidak pernah
ada sikap tegas dari Indonesia. Insiden terakhir diselesaikan dengan
cara tujuh pencuri ikan Malaysia dilepaskan dan tiga petugas DKP
dipulangkan.
 Sikap lemah Indonesia membuat Malaysia besar kepala.

Dubes
Malaysia untuk Indonesia Datuk Syed Munshe Afzaruddin Syed Hassan
menyatakan, "Ini hanya isu kecil, bisa diselesaikan dengan
persahabatan," ujar Syed di Jakarta, kemarin.
 Menghadapi sikap
melecehkan Malaysia, Presiden Soekarno, 47 tahun lalu, mengatakan,
"Kita tunjukkan kita masih memiliki martabat. Yoo... ayoo... kita...

Ganyang... Malaysia...."
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (16/8), menyatakan, "Kita
menempuh politik luar negeri ke segala arah. Kita dapat mempunyai
sejuta kawan, tanpa musuh."
 Ketua Dewan Direktur SabangMerauke
Circle Syahganda Nainggolan mengatakan pada kasus terakhir, posisi
politik luar negeri itu justru berpotensi tidak mendatangkan kawan.
"Kecuali kawan yang semu atau suka menertawakan dan melecehkan kita,"
tandasnya. (HK/Din/ Tup/AX/X-9) 




 TIGA
petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepulauan Riau-Asriadi (40),
Seivo Grevo Wewengkang (26), dan Erwan (37)-dibebaskan, kemarin,
setelah ditangkap kapal patroli Police Marine Malaysia di perairan
Berakit.
 Sebagai imbalannya, Indonesia pun harus melepas tujuh nelayan
Malaysia yang mencuri ikan di wilayah Indonesia.

Praktik pertukaran itu menjadi tanda tanya besar.
Padahal, kepada Media Indonesia, Asriadi, salah satu anggota satuan
kerja DKP yang ditangkap itu meyakini telah bertindak benar.
Penangkapan lima kapal nelayan Malaysia itu dilakukan karena mereka
melanggar batas wilayah.
 "Mereka menangkap ikan di perairan
Indonesia," tandas Asriadi, yang setelah dibebaskan, kemarin, bersama
dengan Seivo dan Erwan, berada di sebuah hotel di Kota Batam dan dijaga
ketat.
 Ia mengaku penangkapan terhadap dirinya dan dua rekannya
terjadi sekitar pukul 21.00. Mereka saat itu tengah mengawal kapal
nelayan yang ditangkap sekitar pukul 14.00 WIB. Dalam perjalanan
itulah, kapal patroli Marine Police Malaysia memberhentikan kapal
patroli Dolphin 015 milik DKP.
 Mereka memerintahkan para petugas
DKP untuk naik ke kapal patroli Malaysia. Hermanto, pengawas perikanan
di KP Dolphin, menjawab kapal nelayan Malaysia ditangkap karena mencuri
ikan di perairan Indonesia, “Kapal Patroli Marine Police Malaysia tidak
menanggapi jawaban itu. Mereka mengeluarkan tembakan peringat an
sebanyak dua kali.” Tembakan itu membuat nakhoda Dolphin 015 melarikan
kapalnya ke arah Pulau Berakit. Asriadi dan dua rekannya yang berada di
dalam salah satu kapal nelayan Malaysia tidak berkutik dan ditangkap. 
Sekitar
pukul 22.00, Hermanto mengontak Asriadi lewat telepon seluler dan
meminta berbicara dengan komandan kapal Malaysia. Sang komandan meminta
para nelayan Malaysia dibebaskan dan diganti ketiga anggota DKP.
Hermanto tidak setuju. Ia mengajukan penawaran, para anggota DKP
terlebih dahulu dilepaskan dengan diantar menggunakan kapal ikan
Malaysia. 
Dialog itu tidak menemui kata sepakat. Ketiga petugas
DKP tetap dibawa ke Johor Bahru. “Kami diperlakukan dengan baik. Tidak
ada tindak kekerasan,” kata Asriadi, yang saat tiba di Batam kepalanya
harus dibungkus dengan perban.



http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/08/18/ArticleHtmls/18_08_2010_001_039.shtml?Mode=0

Berbagi berita untuk semua
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke