Tarik-menarik Direktorat Jenderal Postel Badan Regulasi Independen Tanpa Mengubah Konstalasi
SAAT ini ramai diperbincangkan di kalangan pelaku industri telekomunikasi tentang kedudukan Direktorat Jenderal Postel dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Alternatif yang berkembang adalah tetap dalam wadah Departemen Perhubungan atau pindah ke lingkungan Kominfo dengan mengembangkan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi menjadi departemen. Berbagai argumen tarik-menarik diajukan. Namun, menurut pengamatan penulis, argumen-argumen yang ditampilkan tidak menyentuh akar masalah yang selama ini dibicarakan di lingkungan pelaku industri. Yaitu, diperlukannya suatu regulator bidang telekomunikasi yang independen serta tidak dipengaruhi kepentingan politik sesaat, partai, atau kepentingan-kepentingan komponen pelaku industri, seperti vendor, operator, dan lainnya. Diyakini, badan regulasi yang independen akan menjamin perlakuan yang sama terhadap semua kepentingan sehingga menjamin keamanan dan kesinambungan pengembangan akses informasi yang memerlukan investasi besar dengan tingkat pengembalian yang lama. Badan ini sangat diperlukan di negara kita yang penetrasi penyediaan akses informasinya masih sangat rendah (4-5 persen dari jumlah penduduk). Tulisan ini tidak bermaksud membahas argumen-argumen yang ditampilkan untuk menempatkan kedudukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Postel tersebut. Akan tetapi, mencoba memperkenalkan alternatif lain, yaitu mengubah Ditjen Postel seutuhnya menjadi badan regulasi yang independen, kebal terhadap kepentingan sepihak, dan mampu mengelola industri telekomunikasi dengan prinsip- prinsip yang sudah disepakati dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, yaitu "Equal Treatment" dan "Equal Level Playing Field". Dewasa ini, instrumen hukum yang memayungi sektor telekomunikasi di Indonesia adalah UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Pasal 2 dan 4 UU itu menyatakan hal-hal yang sangat fundamental, bahwa telekomunikasi harus dilakukan berdasarkan asas adil dan merata. Maksudnya, penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak dan hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. Selanjutnya, Pasal 4 mengamanatkan bahwa pembinaan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dilakukan pemerintah (menteri). Dan, sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi pengaturan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilimpahkan kepada suatu badan regulasi (UU No 36/1999 Pasal 4 Ayat (2) penjelasan). Jadi, sesuai dengan UU, pembentukan badan regulasi bidang telekomunikasi yang tidak berada di bawah kementerian atau departemen adalah sah dan merupakan amanat yang terkandung dalam UU di atas. Pada kondisi sekarang ini, fungsi pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dilakukan oleh Dirjen Postel selaku regulator di bidang pos dan telekomunikasi. Namun, fungsi pengaturan, khususnya perizinan penyelenggaraan telekomunikasi, kewenangannya secara kuat "dikangkangi" oleh unsur-unsur departemen. Pelaksanaan fungsi perizinan oleh Dirjen Postel hanya sebatas pelaksanaan prosesnya. Menarik untuk diperhatikan bahwa perizinan bidang pos sejak lama sepenuhnya didelegasikan kepada dirjen. Untuk bidang pos, menteri lebih banyak tampil hanya pada acara-acara seremonial, misalnya, penerbitan "sampul hari pertama". Padahal, apabila kita amati pelaksanaan fungsi regulasi postel, Ditjen Postel yang ada sekarang secara teknis telah "mumpuni", mampu melakukan fungsi dengan baik dan benar. Kalaupun ada kelemahan, lebih banyak karena kedudukannya yang tidak independen sehingga sering kali mendapatkan tekanan kuat dan tidak terhindarkan, baik dari unsur-unsur departemen yang menjadi atasannya maupun dari operator-operator kuat. Kondisi ini konon yang membuat Ditjen Postel selaku regulator menjadi terkesan kurang berwibawa, tidak konsisten, dan pada ujungnya tidak mampu memberikan atau menciptakan kepastian hukum yang sangat didambakan oleh investor bidang ini. Apabila kita kembali kepada judul tulisan ini, sebenarnya di mana pun kedudukan Ditjen Postel, selama masih "dikangkangi" oleh keberpihakan, dia tidak akan mampu meningkatkan kinerjanya dan tidak akan mampu menciptakan iklim yang bagus bagi investasi di bidang telekomunikasi. Kecenderungan global Hampir dua dekade telekomunikasi mempunyai paradigma yang baru, yang semula lebih merupakan sarana penyediaan informasi bagi pemerintahan dan sosial, saat ini menjadi komoditas perdagangan. Pemerintah Indonesia telah dengan tepat menjawab perubahan paradigma ini dengan mengubah UU Telekomunikasi sampai dua kali, yaitu pada tahun 1989 dengan diterbitkannya UU No 3 Tahun 1999 yang memungkinkan penyertaan peran swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Dan terakhir, UU No 36 Tahun 1999 yang membuka peluang selebar-lebarnya bagi semua pihak untuk menyelenggarakan telekomunikasi di bawah jaminan kesamaan perlakuan dan kesamaan kemudahan. Berbagai perkembangan global yang berpengaruh dalam kebijakan regulasi dan regulator di dunia terdiri dari beberapa hal. Pertama, kemajuan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat dan dramatis memerlukan reinvestasi perangkat agar selalu kompetitif. Kedua, penempatan jasa telekomunikasi sebagai komoditas perdagangan yang mengundang investor untuk berlomba menanamkan investasi di bidang ini. Dan ketiga, informasi saat ini menjadi unsur yang sangat diperlukan dalam segala aspek kehidupan sehingga tuntutan terhadap akses menjadi tinggi dan menyeluruh di setiap tingkat atau kalangan masyarakat. Untuk negara-negara berkembang, khususnya Indonesia yang baru mempunyai densitas akses informasi di bawah 5 per seratus penduduk, faktor-faktor di atas menjadi lebih mempunyai arti daripada negara-negara lain yang lebih maju. Artinya, Indonesia harusnya jauh lebih tanggap terhadap perkembangan di atas. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, pembangunan jaringan telekomunikasi memerlukan investasi yang besar dan tingkat pengembalian yang relatif lama, ditambah dengan karena perkembangan teknologi yang pesat sering kali segera memerlukan reinvestasi. Apabila kita ingin berpihak kepada masyarakat yang haus akses informasi, kita harus mampu mengundang investor. Untuk itu, kita harus menciptakan iklim yang menarik bagi investor. Di samping semua faktor universal yang diperlukan bagi investasi (keamanan, kepastian hukum, dan lainnya), khusus dalam bidang telekomunikasi dituntut independensi regulator guna menjamin kesamaan perlakuan dan kesamaan kemudahan (equal treatment dan equal level playing field). Pengalaman kita selama ini membuktikan, tuntutan di atas tidak mampu dijawab oleh regulator selama berada di bawah naungan departemen. Kedudukan Ditjen Postel di bawah Departemen Perhubungan (Dephub) pada era tahun 1970- an, di bawah Deparpostel pada era tahun 1980-an, dan kembali di bawah Dephub sejak tahun 1998 menunjukkan pelaksanaan regulasi yang tidak fokus kepada pembangunan jaringan telekomunikasi. Sebagai tambahan catatan, di sini dapat diinformasikan bahwa sudah lebih dari 200 negara anggota ITU menerapkan regulator independen dan setiap tahun selalu bertambah. Indonesia sendiri sudah mengembangkan konsep regulator independen sejak tahun 1996, tetapi belum dapat terlaksana karena political will belum ada pada benak para penentu kebijakan. Badan regulasi Sebagai jawaban atas faktor- faktor yang berpengaruh serta tuntutan- tuntutan terurai di atas, penulis ingin mengusulkan pembentukan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sebagai regulator di bidang postel daripada meributkan penempatan Ditjen Postel di salah satu departemen yang tidak menyentuh akar masalah dan yang sebenarnya telah menjadi kajian sejak tahun 1996. Usulan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, membentuk Badan Regulasi Postel yang independen yang institusinya adalah Ditjen Postel seutuhnya. Kedua, badan ini dipimpin oleh lima orang komisi yang berperan sebagai pengambil keputusan, mengambil keputusan-keputusan secara kolektif, dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Ketiga, tugas dan fungsi untuk sementara sama dengan tugas dan fungsi Ditjen Postel, dan secara bertahap dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Keempat, sumber daya manusia diperkuat dan profesional melalui seleksi ketat, sedangkan sumber daya manusia yang ada dipertahankan dan disisihkan secara alamiah (pensiun pada waktunya). Kelima, untuk menjamin independensi dan profesional, lima orang komisi yang ditunjuk harus memenuhi berbagai persyaratan, seperti non-partisan, tidak terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan pelaku industri (vendor, operator), ahli dalam bidangnya, bijak, sehat jasmani dan rohani, serta lainnya (bila perlu). Dan keenam, untuk menjamin kekebalan pengaruh dari kepentingan pemerintah, badan ini harus mampu menghidupi dirinya (self sufficiency). Dan, ini dapat didukung dengan pendapatan negara bukan pajak yang selama ini dikelola oleh Ditjen Postel, yaitu memanfaatkan biaya hak penyelenggaraan jasa telekomunikasi (BHP-Jastel) yang konon per tahunnya dapat terhimpun sampai hampir Rp 1 triliun. Dengan dibentuknya BRTI sebagai regulator, penentu kebijakan bidang telekomunikasi dapat saja dilakukan oleh Menteri Perhubungan, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Menneg Kominfo), atau justru oleh sekretaris kabinet. Namun, apabila kita melihat masalah yang ditangani Dephub demikian besar dan disiplin ilmu yang mendasari BRTI adalah elektronika, kiranya Menneg Kominfo selaku penentu kebijakan akan lebih tepat dan menguntungkan. Usulan di atas sangat mudah dilaksanakan tanpa harus banyak mengubah konstalasi yang sudah ada dan tidak mengandung potensi konflik dalam lingkungan pelaku industri bidang telekomunikasi. Penulis berharap tulisan ini dapat menjadi pemicu atau pengajak untuk pertimbangan-pertimbangan baru dalam menyelesaikan suasana tarik-menarik Ditjen Postel. Eman S Sumantri Brigjen (Purn) dari Korps Perhubungan Angkatan Darat. Antara 1992-2001 pernah menjabat Kepala Direktorat Bina Telekomunikasi dan mempunyai andil besar dalam menyusun regulasi telekomunikasi yang prokompetisi -- Warnet2000 menyediakan pasang banner dengan bonus. Banner anda akan kami pasangkan selama satu bulan gratis. Siapkan image banner berikut link anda dan kirim ke [EMAIL PROTECTED] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $4.98 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/Q7_YsB/neXJAA/yQLSAA/IHFolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Visit our website at http://www.warnet2000.net Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/warnet2000/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/