Semoga bermanfaat.....ya...
Bergegaslah Dalam Kebaikan Oleh: DR. Amir Faishol Fath 


  

dakwatuna.com - “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia 
menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di 
mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari 
kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Al Abaqarah 148
Dalam ayat ini Allah memerintahkan fastabiqul khahiraat (bersegeralah dalam 
berbuat baik). Imam An Nawawi dalam kitabnya Riyadhush shalihiin meletakkan bab 
khusus dengan judul: Babul mubaadarah ilal khairaat wa hatstsu man tawajjaha 
likhairin ‘alal iqbaali ‘alaihi bil jiddi min ghairi taraddud (Bab bersegera 
dalam melakukan kebaikan, dan dorongan bagi orang-orang yang ingin berbuat baik 
agar segera melakukannya dengan penuh kesungguhan tanpa ragu sedikitpun). Lalu 
ayat yang pertama kali disebutkan sebagai dalil adalah ayat di atas. Perhatikan 
betapa Imam An Nawawi telah memahmi ayat tersebut sebegai berikut:
Pertama, bahwa melakukan kebaikan adalah hal yang tidak bisa ditunda, melainkan 
harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas. Kematian bisa 
saja datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Karena itu semasih ada 
kehidupan, segeralah berbuat baik. Lebih dari itu bahwa kesempatan berbuat baik 
belum tentu setiap saat kita dapatkan. Karenanya begitu ada kesempatan untuk 
kebaikan, jangan ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan. Karena itu Allah 
swt. dalam Al Qur’an selalu menggunakan istilah bersegeralah, seperti 
fastabiquu atau wa saari’uu yang maksudnya sama, bergegas dengan segera, jangan 
ditunda-tunda lagi untuk berbuat baik atau memohon ampunan Allah swt. Dalam 
hadist Rasulullah saw. Juga menggunakan istilah baadiruu maksudnya sama, tidak 
jauh dari bersegera dan bergegas.
Dalam sebuah buku tentang kisah orang-orang saleh terdahulu diceritakan salah 
seorang dari mereka berpesan: maa ahbabta ayyakuuna ma’aka fil aakhirat 
if’alhul yaum. Wamaa karihta ayyakuuna ma’aka fil aakhirat utrukul yaum (apa 
yang kau suka untuk dibawa ke akhirat kerjakan sekarang juga. Dan apa yang kau 
suka untuk kau tidak suka untuk di bawa ke akhirat tinggalkan sekarang juga). 
Ini menggambarkan sebuah sikap kesigapan dalam memilah dan memilih perbuatan 
mana yang baik dan mana yang buruk. Tentu secara fitrah tidak ada manusia yang 
suka membawa dosa-dosa ke akhirat, kecuali orang-orang yang sudah mati hatinya. 
Karena itu makna fastabiquu pada ayat di atas memang benar-benar sangat penting 
-kalau tidak mau dikatakan sebuah keniscayaan- untuk selalu kita amalkan.
Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya selalu saling mendorong dan saling 
tolong menolang. Imam An Nawawi mengatakan: wa hatstsu man tawajjaha likhairin 
‘alal iqabaal ‘alaihi. Ini menunjukkan bahwa kita harus membangun lingkungan 
yang baik. Lingkungan yang membuat kita terdorong untuk kebaikan. Karena itu 
dalam hadits yang menceritakan seorang pembunuh seratus orang lalu ia ingin 
bertaubat, disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan taubat tersebut disyaratkan 
akan ia meninggalkan lingkungannya yang buruk. Sebab tidak sedikit memang 
seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Karena itu Imam An 
Nawawi menggunakan al hatstsu yang artinya saling mendukung dan memotivasi. 
Sebab dari lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan 
berbuat baik secara istiqamah.
Lebih dalam jika kita renungkan makna ayat fastabiquu kita akan menemukan makna 
bahwa di mana kita memang harus menciptakan lingkungan. Sebab dalam kata 
tersebut terkandung makna “berlombalah”. Dalam perlombaan tidak mungkin 
sendirian, melainkan harus lebih dari satu atau lebih. Maka jika semua orang 
berlomba dalam kebaikan, otomatis akan tercipta lingkungan yang baik. Karena 
dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran,133: wasaari’uu 
ilaa maghfiratin mirrabbikum di sini Allah swt. menggunakan kalimat wa saari’uu 
diambil dari kata saa ra’a- yusaa ri’u maksudnya tidak sendirian, melainkan ada 
orang lain yang juga ikut bergegas. Seperti dhaaraba-yudhaaribu artinya saling 
memukul. Dalam makna ini tergambar keharusan adanya lingkungan di mana sejumlah 
orang saling bergegas untuk berbuat baik. Bagitu juga dalam surah Al Hadid, 21, 
Allah berfirman: saabiquu ilaa maghfiratin mirr rabbikum, kata saabiquu 
mengandung makna saling
 berlombalah. Suatu indikasi bahwa menciptakan lingkungan yang baik adalah 
sebuah keniscayaan.
Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik ini adalah dengan memulai 
dari diri sendiri dan keluarga. Allah swt. berfirman: quu anfusakum wa ahliikum 
naaraa. Perhatikan dalam ayat ini, Allah swt hanya focus kepada diri sendisi 
dan keluarga dan tidak melebar kepada masyarakat luas dan Negara. Mengapa? 
Sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita 
harus memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa apapun hebatnya 
secara teknologi, tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh bila pribadi dan 
keluarga yang ada di lamanya sangat rapuh.
Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan 
yang dalam. Imam An Nawawi mengatakan: bil jiddi min ghairi taraddud . Kalimat 
ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kebaikan dicapai oleh seseorang yang 
setengah hati dalam mengerjakannya. Rasulullah saw. bersabda: baadiruu fil 
a’maali fitanan ka qitha’il lailill mudzlim, yushbihur rajulu mu’minan wa 
yumsii kaafiran, ,wa yumsii mu’minan wa yushbihu kaafiran, yabi’u diinahu bi 
‘aradhin minad dunyaa (HR. Muslim). Dalam hadits ini Rasulullah saw. mendorong 
agar segera beramal sebelum datangnya fitnah, di mana ketika fitnah itu tiba, 
seseorang tidak akan pernah bisa berbuat baik. Sebab boleh jadi pada saat itu 
seseorang dipagi harinya masih beriman, tetapi pada sore harinya tiba-tiba 
menjadi kafir. Atau sebaliknya pada sore harinya masih beriman tetapi pada pagi 
harinya tiba-tiba menjadi kafir. Agama pada hari itu benar-benar tidak ada 
harganya, mereka menjual agama hanya
 dengan sepeser dunia.
Uqbah bin Harits ra. pernah suatu hari bercerita: “Aku shalat Ashar di Madinah 
di belakang Rasulullah saw. kok tiba-tiba selesai shalat Rasulullah segera 
keluar melangkahi barisan shaf para sahabat dan menuju kamar salah seorang 
istrinya. Para sahabat kaget melihat tergesa-gesanya Rasulullah. Lalu 
Rasulullah keluar, dan kaget ketika melihat para sahabatnya memandangnya penuh 
keheranan. Rasulullah saw. lalu bersabda: Aku teringat ada sekeping emas dalam 
kamar, dan aku tidak suka kalau emas tersebut masih bersamaku. Maka aku segera 
perintahkan untuk dibagikan kepada yang berhak (HR. Bukhari).
Dalam perang Uhud, kesigapan untuk berbuat baik seperti yang dicontohkan 
Rasulullah barusan, nampak sekali di tengah sahabat-sahabatnya. Jabir bin 
Abdillah meriwayatkan bahwa pernah salah seorang bertanya kepada Rasulullah 
saw.: Wahai Rasul, apa yang akan aku dapatkan jika aku terbunuh dalam 
peperangan ini? Rasulullah menjawab: Kau pasti dapat surga. Seketika orang 
tersebut melepaskan kurma yang masih di tangannya, lalu berangkat ke tengah 
medan tempur dengan tanpa ragu, lalu ia berperang sampai terbunuh. (HR. 
Bukhari-Muslim). Subhanallah, sebuah kenyataan dalam sejarah, di mana umat 
Islam harus memiliki kwalitas seperti ini. Wallahu a’lam bishshawab.


 










      Kenapa BBM mesti naik? Apakah tidak ada solusi selain itu? Temukan 
jawabannya di Yahoo! Answers! http://id.answers.yahoo.com

Kirim email ke