Saatnya Kita Memilih Pemimpin
Oleh Dr. MIFTAH FARIDL 
  SELAMA tahun 2004 ini, bangsa Indonesia secara berkesinambungan akan 
mengikuti perhelatan politik panjang untuk menentukan nasibnya sendiri. Setelah 
melewati masa kampanye, hari ini pesta demokrasi melalui Pemilihan Umum Tahun 
2004 dimulai. Ujungnya sama, memilih pemimpin yang dianggap paling layak 
memimpin bangsa yang secara kuantitatif sangat besar ini. Kita sama-sama 
terlibat terutama untuk ikut menentukan para wakil rakyat serta untuk pertama 
kalinya sejak republik ini berdiri memilih secara langsung presiden dan wakil 
presiden.
  Meskipun proses demokratisasi sendiri bukanlah merupakan sesuatu yang 
gampang, usaha-usaha ke arah itu tampak terus dilakukan oleh berbagai komponen 
kekuatan politik, baik formal maupun informal. Lahirnya sejumlah partai politik 
menjelang Pemilu 2004 ini, dan bahkan sejak proses reformasi 1998, 
memperlihatkan semakin besarnya kepedulian masyarakat (yang diwakili oleh 
segelintir elite politik level menengah ke atas) akan pentingnya pemilu.
  Pemilihan umum sendiri harus disikapi sebagai proses politik yang sejatinya 
dapat dilalui secara normal, damai, dan fungsional. Pemilu bukanlah tujuan yang 
hendak dicapai oleh sesuatu bangsa, tapi hanya proses antara untuk memperoleh 
hasil yang maksimal, yaitu kepemimpinan nasional serta tatanan kehidupan bangsa 
yang aman, adil dan sejahtera. Pemilu yang telah memakan biaya cukup besar ini 
seharusnya mampu melahirkan produk politik yang dapat membawa bangsa ini lebih 
nyaman, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial budaya lainnya.
  Pemilihan umum pada hakikatnya merupakan proses demokrasi untuk memilih 
sejumlah pemimpin dan wakil rakyat. Agar proses pemilihan dapat mencerminkan 
kedaulatan rakyat yang lebih sehat, maka ia harus memberikan kebebasan tanpa 
pemaksaan. Umat pemilih adalah bagian penting dan independen yang akan 
menentukan pilihannya sesuai dengan nurani politik yang dimilikinya. 
  Tulisan sederhana ini selanjutnya akan melihat sekaligus menjembatani antara 
konsepsi normatif kepemimpinan dengan tantangan empirik yang sedang dihadapi 
bangsa Indonesia saat ini. 
  Manusia dan tugas kepemimpinan
  Secara moral, kepemimpinan berkaitan erat dengan tugas dan fungsi manusia di 
muka bumi ini. Sebab di antara tugas dan fungsi kelahirannya ke muka bumi ini 
adalah memelihara dan mendayagunakan sumber daya alam untuk kesejahteraan umat 
manusia. Manusia diciptakan sebagai khalifah Allah di muka bumi (Q.S., 2:30). 
Ia menjadi pemimpin sekaligus pemelihara bukan saja untuk komunitas manusia, 
tetapi juga untuk kepentingan segala bentuk makhluk yang diciptakan-Nya. 
Manusia menjadi wakil Tuhan untuk menjadi pemimpin agar mampu memelihara bumi 
dan langit beserta seluruh ciptaan yang ada di antara keduanya. Bahkan, untuk 
menegaskan fungsi pemelihara tersebut, Alquran juga mengingatkan manusia untuk 
tidak memerankan fungsi sebaliknya, tidak membuat kerusakan di muka bumi 
sehingga mengganggu keseimbangan alam (Q.S. 2:11-12). 
  Kerangka teologis yang melandasi ajaran tersebut diyakini sebagai doktrin 
kekhalifahan, sehingga secara praktis ia berimplikasi pada keharusan memilih 
seorang pemimpin di kalangan Muslim. Bahkan, dengan dukungan interpretasi 
ayat-ayat lainnya dalam Alquran, ajaran itu mengisyaratkan agar seorang Muslim 
hanya dapat memilih seorang pemimpin dari kalangannya sendiri. 
  Perintah ajaran di atas mengandung konsekuensi bahwa kepemimpinan dalam Islam 
merupakan salah satu prinsip yang harus ditegakkan dalam suatu masyarakat 
manusia. Setiap orang Islam, sesuai dengan kapasitas intelektual dan sosial 
yang dimilikinya, memiliki hak yang sama untuk menjadi seorang pemimpin. 
  Pola rekrutmen kepemimpinan pun dalam banyak hal dapat berbeda-beda. Dalam 
kerangka politik (siyasi), rumusan ajaran yang menyangkut tema kepemimpinan 
biasa pula disebut fiqh siyasah. Karena itu, adalah lumrah jika seorang Muslim 
mengategorikan partisipasi politik khususnya berkaitan dengan masalah 
kepemimpinan sebagai aktivitas jihad untuk menegakkan ajaran agama yang 
diyakini kebenarannya. Karena itu, menjadi pemimpin dan ikut terlibat dalam 
proses pemilihannya dipandang sebagai perbuatan ibadah, karena dilakukan dengan 
mendasarkan pada salah satu perintah ajaran agamanya.
  Alquran mengilustrasikan hubungan antara pemimpin dan masyarakat yang 
dipimpinnya sebagai satu sistem yang saling memengaruhi. Sistem itu sendiri 
merupakan kumpulan komponen-komponen yang berada pada alur yang sama. Dalam 
Alquran digambarkan bahwa seorang pemimpin yang baik diperuntukkan bagi 
masyarakat yang baik pula. Atau dengan perkataan lain, suatu masyarakat yang 
baik hanya dapat dipimpin dan hanya membutuhkan seorang pemimpin yang baik 
pula. Masyarakat yang bermoral akan menentukan pemimpin dari kalangan yang 
bermoral pula.
  Di sisi lain, status kepemimpinan yang diberikan kepada manusia tidak lebih 
hanya sebagai amanat Allah (H.R. Muslim), yang sewaktu-waktu diberikan 
kepadanya atau (harus) dilepaskannya (Q.S. Ali Imran:26). Secara umum, amanat 
kepemimpinan ini meliputi, amanat khilafah (Q.S. Al-An'am:165; Al-Baqarah:30), 
amanat risalah (Q.S. Ali Imran 104 dan 110), dan amanat khidamah (H.R. Muslim).
  Berkenaan dengan amanat khidamah, dalam fungsinya sebagai pemimpin, manusia 
diproyeksikan untuk menjadi pelayan (khadim) bagi manusia lain yang 
dipimpinnya. Pemimpinan adalah pelayan publik yang oleh karenanya harus 
berpihak kepada publik. Jadi, seorang pemimpin itu harus melayani, bukan 
dilayani. Ia harus menjadi orang yang memberikan pelayanan kepada orang-orang 
yang memberikan kepercayaan kepadanya. Upah yang diterimanya juga merupakan 
pemberian insentif atas jasa pelayanan yang diabdikan kepada anggota atau 
masyarakat yang dipimpinnya.
  Dalam dunia usaha, model kepemimpinan yang mendasarkan kegiatannya pada 
konsep pelayanan akan memfokuskan perhatiannya pada kepentingan publik yang 
menjadi konsumen utamanya. Apa yang dianggap penting oleh masyarakat, maka akan 
dianggap penting pula oleh seorang pemimpin yang menjadi pelayan (khadim) 
baginya. Masyarakat atau konsumen adalah "majikan" bagi sesuatu institusi yang 
ada di lingkungannya. Mereka memiliki hak untuk memperoleh kepuasan; dan para 
pelaku atau pengelola sesuatu institusi berkewajiban untuk melayani sesuatu 
yang diperlukannya.
  Karena itu, besar kecilnya upah yang diperoleh akan bergantung pada prestasi 
pelayanan yang dilakukannya. Ungkapan "uang adalah sertifikat kreasi sebagai 
alat tukar yang sah" merupakan cermin kesalingbergantungan antara nilai yang 
diperolehnya dengan kualitas kerja yang dilakukannya. Dengan demikian, adalah 
adil jika lebih banyak kreasi yang dilakukan seseorang, maka lebih besar pula 
sertifikat yang diperolehnya. Sebaliknya, adalah tidak adil jika seseorang yang 
miskin kreasi, tetapi lebih banyak memperoleh sertifikat.
  Berkenaan dengan hubungan fungsional antara pemimpin dengan publik yang 
dipimpinnya, maka proses seleksi seorang pemimpin dilakukan secara demokratis 
dengan mendasarkan mekanismenya pada prinsip musyawarah. Bermusyawarah pada 
dasarnya dilakukan untuk menyelesaikan semua masalah yang dihadapi oleh umat 
manusia (Q.S. 3:159). Ia tidak terbatas hanya pada proses pemilihan seorang 
pemimpin yang mereka butuhkan. Hanya , karena kepemimpinan merupakan salah satu 
masalah besar yang dihadapi umat, maka masalah itu pun dilakukan melalui proses 
permusyawaratan.
  Seorang pemimpin yang telah dipilih wajib diikuti dan ditaati selama tidak 
keluar dari garis ajaran serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. 
Kedudukan seorang pemimpin berada di bawah Allah dan Rasul-Nya. Bahkan secara 
eksplisit Alquran menyebutkan pemimpin secara berturut-turut setelah Allah dan 
Rasul, sebagai sosok yang harus ditaati oleh para pengikutnya. Sehingga 
keberadaannya di tengah-tengah umat hendaknya berfungsi sebagai wakil Tuhan 
untuk menyampaikan dan memelihara terlaksananya setiap ajaran Allah dan 
Rasul-Nya. 
  Itulah sebabnya, di kalangan Syi'i, seorang pemimpin merupakan figur ganda 
antara imam sebagai pemimpinan sosial dan juga faqih sebagai seorang yang ahli 
dalam bidang keagamaan. Seorang pemimpin bukan hanya bertanggung jawab pada 
kepentingan politis keduniaan, tetapi juga urusan spiritual keakhiratan. Namun 
demikian, kalangan Sunni masih relatif lebih lentur, sehingga fungsi ganda itu 
dapat diperankan oleh dua sosok yang berbeda. 
  Keharusan taat kepada seorang pimpinan tidak berarti bahwa para pengikutnya 
tidak bisa mengkritisi mekanisme kepemimpinan yang diperankannya. Fungsi 
kontrol harus tetap dimainkan oleh komunitas yang dipimpinnya. Terlepas dari 
persoalan apakah fungsi kontrol itu harus terlembaga atau tidak, tetapi Islam 
mengisyaratkan setiap individu harus mampu melakukan kontrol terhadap berbagai 
kemungkaran, termasuk kemungkaran yang dilakukan oleh para pemimpinnya. 
  Bercermin pada sejarah
  Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad dikenal sebagai pemimpin umat. Memang 
terdapat pandangan kontroversial berkenaan dengan statusnya sebagai pemimpin 
politik seperti halnya jabatan kepala negara atau bukan. Perbedaan pandangan 
itu terutama berakar pada perbedaan sudut pandang terhadap perilaku Nabi semasa 
memimpin masyarakat khususnya di Madinah. Terhadap perlakuan toleran terhadap 
warga masyarakat yang beragama lain, misalnya, dapat dilihat sebagai tindakan 
politis yang memosisikan dirinya sebagai pemimpin semua warga, atau justru 
sebagai seorang pembina umat untuk menegakkan fungsi rahmatan lil'alamin.
  Pengangkatan Nabi sebagai khalifah juga dilakukan melalui proses kewahyuan. 
Para pengikutnya berbai'at untuk mengangkat Nabi sebagai pemimpin mereka 
setelah diyakini bahwa Muhammad adalah seorang nabi yang mendapat wahyu dari 
Allah. Meskipun demikian, melalui interaksi sosial yang dilaluinya sejak 
usianya yang masih sangat dini, Muhammad telah dipercaya banyak orang untuk 
memimpin dan menyelesaikan konflik-konflik sosial yang terjadi di kalangan 
masyarakat Quraisy.
  Watak demokratis kepemimpinan Nabi tidak selalu diwujudkan dalam perilaku 
musyawarah. Sebab banyak persoalan sosial yang hanya membutuhkan otoritas Nabi 
sendiri, baik dalam kapasitasnya sebagai seorang pemimpin umat maupun sebagai 
rasul Allah. Nabi senantiasa mengajak para sahabatnya bermusyawarah, tetapi 
sering pula hanya memberikan instruksi untuk dilaksanakan tanpa banyak 
mempertanyakannya terlebih dahulu. Seorang sahabat cerdas, Umar, misalnya, 
ketika mendapat fatwa baru dari Nabi, ia pernah bertanya, "Apakah yang berfatwa 
itu Muhammad Rasulullah atau Muhammad bin Abdullah?" Lalu Nabi menjawab, 
"Muhammad Rasulullah." Dan umar pun lalu menyatakan ketaatannya kepada perintah 
itu. Hal ini mengisyaratkan bahwa di luar kewahyuan, atau dalam posisinya 
sebagai manusia biasa, masih terbuka untuk dikoreksi. 
  Berbeda dengan kasus Nabi, para pelanjutnya dipilih menjadi khalifah melalui 
mekanisme yang berbeda-beda. Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama melalui 
pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi 
wafat dan sebelum jenazah beliau dimakamkan. Demikian pula khalifah kedua, Umar 
bin Khattab, berbeda dari kasus pemilihan Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan 
sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah 
terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya.
  Usman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses yang juga 
berbeda, tidak sama dengan Abu Bakar, tidak pula serupa dengan Umar. Usman 
dipilih oleh sekelompok orang yang nama-namanya sudah ditentukan oleh Umar 
sebelum dia wafat. Sedangkan Ali bin Abu Thalib, dua belas tahun kemudian, 
diangkat menjadi khalifah yang keempat melalui pemilihan, yang 
penyelenggaraannya jauh dari sempurna. Setelah para pemberontak membunuh Usman 
bin Affan, mereka mendesak Ali agar bersedia diangkat menjadi khalifah.
  Demikianlah gambaran proses pemilihan dan pengangkatan khalifah terutama 
setelah Nabi wafat. Sejarah itu mengilustrasikan dinamika kepemimpinan yang 
sarat konflik. Secara historis, proses itulah yang kemudian mengundang konflik 
yang berkepanjangan sehingga melahirkan mazhab-mazhan teologi yang tidak pernah 
ketemu. Lahirlah pula fiqh-fiqh politik yang berbeda-beda untuk memberikan 
legitimasi kekuasaan yang diperankannya. 
  Menjaring bakal pemimpin
  Tahun ini, masyarakat Indonesia, akan menambah pengalaman politiknya yang 
baru dalam menjaring seorang pemimpin. Seluruh rakyat akan memilih seorang 
presiden dan wakil presiden secara langsung. Mekanisme perwakilan rakyat kini 
tidak lagi diberlakukan dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden. 
Karena itu, proses pemilu tahun ini mensyaratkan kedewasaan politik masyarakat 
yang lebih tinggi, sehingga mampu membaca isyarat-isyarat secara jujur dan 
benar. Untuk memenuhi tujuan dibentuknya sistem kepemimpinan, ada beberapa 
kriteria khusus seorang pemimpin seperti berikut:
  Pertama, kemampuan memimpin sesuai dengan jabatannya (H.R. Bukhari). Seorang 
pemimpin dalam suatu komunitas harus memiliki keunggulan dalam bidang garapan 
yang dipimpinnya. Sebab hal ini akan berimplikasi pada prestasi kerja yang akan 
dicapainya. Seorang pemimpin dalam suatu perusahaan telekomunikasi, misalnya, 
harus seseorang yang memiliki kapasitas dalam lapangan yang dipimpinnya. Ia 
akan dituntut kerja profesional untuk mencapai tujuan maksimal.
  Kedua, dukungan dan kecintaan dari bawahannya (H.R. Muslim). Dalam manajemen 
modern dikenal istilah kerja kolektif dengan mendasarkan pada inisiatif 
produktif seluruh komponen yang terlibat. Mekanisme seperti itu hanya akan 
terjadi dalam iklim kepemimpinan yang satu sama lain terbangun sikap saling 
menghargai dan mencintai.
  Ketiga, terdiri dari orang-orang yang terbaik, termampu dalam jabatan 
tersebut (H.R. Hakim). Terbaik secara moral tentu berbeda dengan "terbaik" 
berdasarkan kepentingan politik. Kita harus mampu menjaring bakal pemimpin yang 
terbaik secara moral maupun sosial. Sebab pemimpin dalam banyak hal merupakan 
juru bicara bagi komunitas yang dipimpinnya. Ia merupakan representasi berbagai 
keinginan atau cita-cita institusi yang dikelolanya.
  Keempat, berakhlak, takwa (Q.S. Al-Anfal:34) terutama dalam menegakkan salat 
dan zakat (Q.S. Al-Maidah:54-55). Sifat-sifat seperti ini diperlukan terutama 
untuk memberikan nilai (value) terhadap pekerjaan yang digelutinya, sehingga 
kerja tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga memiliki semangat 
pengabdian yang tinggi. Akhlak dan takwa juga mencerminkan kualitas 
keberagamaan seseorang yang pada gilirannya akan menjadi kendali moral dari 
proses kepemimpinan yang diperankannya.
  Ciri-ciri kepemimpinan seperti disebutkan di atas pada dasarnya 
mengilustrasikan sosok pemimpin yang cerdas, berkualitas, akomodatif dan sarat 
nilai. Dalam gambaran Nabi, ciri-ciri itu tercermin dari sifat-sifat yang 
dimilikinya, yaitu shiddiq, tabligh, amanah, dan fathanah. Keutuhan setiap 
komponen kepemimpinan tersebut akan berpengaruh pada kemampuan berpikir dan 
berijtihad terutama dalam proses pemecahan masalah-masalah yang melilit 
masyarakat atau institusi yang dipimpinnya. 
  Khatimah
  Jadi, kepemimpinan ini adalah sesuatu yang luhur. Ia merupakan salah satu 
pilar pembangunan masyarakat yang tidak bisa dinafikan. Ia harus selalu ada 
selama komunitas manusia itu ada. Karena itu, dalam kondisi apa pun, setiap 
individu masyarakat memiliki keharusan (fardlu 'ain) terlibat dalam mekanisme 
politik untuk menentukan pilihan pemimpin yang dianggap paling memenuhi syarat 
di antara warga masyarakat yang ada.
  Sebagai proses politik yang akan melibatkan seluruh warga masyarakat, 
pemilihan umum merupakan momentum untuk dimanfaatkan setiap pemilik hak pilih 
untuk menentukan pilihannya. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Inilah 
saatnya kita memilih seorang pemimpin yang terbaik di antara kita.*** 
  Penulis Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung.
   


ucu jauhar <[EMAIL PROTECTED]> menulis:  Sementara pemimpinnya asik mimpi mo 
nyalon jadi
Gubernur Banten.

Lihat statemen Dimyati di Radar Banten 2 hari lalu.
Langkahnya sama persis seperti dia akan mencalonkan
jadi bupati. "Saya lagi nunggu fatwa ulama dan kyia",
agama jadi rumor. Padahal, siapa yang nanya dia nyalon
apa kagak.

Ide pencalonan Dimyati jadi cagub atau cawagub sudah
dilemparkan jauh hari sebelum PEMILIHAN BUPATI
Pandeglang kemarin...:-(

Mari kita saksikan dagelan bupati coberboy ini.

--- machsus thamrin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> 
> 
> Ini berita yang dikirimkan salah satu rekan wartawan
> di Banten ke 
> kantornya di Jakarta. Kemarin kita membaca sekolah
> rubuh yang 
> jaraknya 4 km dari kantor bupati Pandeglang, kini
> gizi buruk 
> menghantui anak-anak kita. 
> 
> Kayaknya pemimpin, dan calon pemimpin yang tengah 
> berebut tiket 
> masuk bursa calon gubernur enggak ada yang peduli ya
> dengan soal-soal 
> begini...
> 
> 
> Masihkah kita layak disebut ummat Muhammad kalau
> kita tidur dengan 
> perut kenyang sementara anak kita Muhammad Surya
> kini tengah meregang 
> maut karena lapar?
> 
> 
> 
> Salam
> 
> 
> machsus
> 
> 
> 
> 
> ((((LEAD)))))
>  
> SEORANG PENDERITA GIZI BURUK DALAM KONDISI KRITIS
> KEMBALI DITEMUKAN 
> DI LEBAK BANTEN// INI MERUPAKAN PASIEN KEDELAPAN
> PENDERITA GIZI 
> BURUK/ YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM AJIDARMO/
> LEBAK BANTEN/ DALAM 
> KONDISINYA KRITIS/ ENAM DIANTARANYA MENINGGAL
> DUNIA//
>  
> ((((ROLL))))
>  
> RUMAH SAKIT UMUM AJIDARMO/ LEBAK BANTEN/ KEMBALI
> MERAWAT SEORANG 
> PASIEN PENDERITA GIZI BURUK DALAM KONDISI KRITIS//
> PASIEN ATAS NAMA 
> MUHAMMAD SURYA USIA  DUA SETENGAH TAHUN INI/
> MERUPAKAN PASIEN 
> KEDELAPAN YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT INI/ DALAM
> KONDISI KRITIS// 
> DARI DELAPAN PASIEN KRITIS/ ENAM DIANTARANYA
> MENINGGAL DUNIA// 
> 
> 
> 
> 



Tetap Semangat Mencintai Banten! 


    
---------------------------------
  YAHOO! GROUPS LINKS 

    
    Visit your group "wongbanten" on the web.
    
    To unsubscribe from this group, send an email to:
 [EMAIL PROTECTED]
    
    Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 

    
---------------------------------
  




Saprudin
                
---------------------------------
Apakah Anda Yahoo!?
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

[Non-text portions of this message have been removed]



Tetap Semangat Mencintai Banten! 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wongbanten/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to