saya nemu  blog dari multiply  dari tulisan  seseorang
yang tinggal  masih diwilayah perbatasan banten,
mungkin dia ikut nyoblos pilgub kemaren  hehehe

ini dia
selamat membaca:

===================================================
Mengapa kita harus mencintai Malaysia?



Selalu ada pesan yang tersembunyi dari setiap
peristiwa yang terjadi. 

- Ketika Sipadan dan Ligitan berpindah tangan ke
Malaysia, kami belajar untuk lebih mencintai dan
menjaga ribuan pulau yang Indonesia miliki, 

- Ketika banyak tenaga kerja Indonesia dipekerjakan
dan diperlakukan secara tidak manusiawi, kami belajar
untuk bisa lebih mempersiapkan sebuah negeri yang bisa
memberi lapangan pekerjaan bagi warga negaranya
sendiri, 

- Ketika mendengar banyak kayu ilegal mengalir ke
Malaysia kami belajar akan pentingnya memiliki
keamanan perbatasan yang kuat dan aparat yang jujur
tidak mendahulukan kepentingan pribadi dan
kelompoknya.

- Ketika iklan pariwisata Malaysia lebih menarik dan
menyedot banyak turis asal Indonesia kami belajar
untuk lebih bisa memaksimalkan koordinasi dan potensi
pariwisata di negeri ini.

- Ketika beberapa oknum polisi Diraja Malaysia
mengeroyok seorang wasit karate dari Indonesia kami
belajar bahwa semakin hari negeri kita ini semakin tak
dihargai apalagi ditakuti.

Malaysia telah dijadikan tuhan sebagai cermin, agar
bangsa Indonesia segera berbenah diri.

Mengapa kita harus membenci?

Mari kita segera BERTINDAK, memperbaiki diri, agar
kembali menjadi negara yang dihargai, jika tidak,
makin parah kondisi yang akan dialami anak cucu kita
nanti.

Mari kita melihat tahi sebagai pupuk yang bisa punya
manfaat tinggi (hehehe, biar Rhyming)

Salam,

Indah dan Iwan Esjepe
Bintaro, malam... hampir pagi.

http://indonesiabertindak.multiply.com/journal/item/12/Mengapa_kita_harus_mencintai_Malaysia


--- Risyaf Ristiawan <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:

> Malaysia itu ibarat pribahasa "OKB" = Orang Kaya
> Baru. Sikapnya angkuh, sombong, gede hulu, gumede,
> adigung dan semena-mena. Dulu sebelum Malay maju,
> banyak anak bangsanya yang belajar di Indonesia.
> Setelah maju satu tingkat, eh malah ngelunjak dan
> songong. Malay sudah berani menggelitik Ibu Pertiwi
> yang lagi tidur. Kasus Sipadan dan Ligitan, kasus
> Ambalat, Kasus Natuna dan banyak lagi yang akan
> digigit oleh Malaysia. 
> Kesombongan dan keangkuhan Malaysia tercermin  dari
> terbentuknya bangunan tinggi yang menjulang "TWIN
> TOWER". Begitulah arogansi sebuah negara yang
> mencapai taraf maju, selalu menganggap rendah negara
> lain yang kemajuannya dibawahnya.
> 
> Kalaupun terjadi perang antara Indonesia versus
> Malay, TNI gak perlu repot-repot menyerbu Malay,
> suruh aja bakar hutan di kawasan Riau dan Kalimantan
> Barat, pasti itu Kuala Lumpur Gelap Gulita dan
> masyarakatnya terserang bengek. Atau suruh aja orang
> Sumatra Utara untuk kencing bareng-bareng, pasti
> Kuala Lumpur tenggelam oleh air kencing. 
> 
> Yah lagian buat apa datang ke Malaysia, ribet dengan
> bahasanya. Kalaupun orang Malaysia make bahasa
> Inggris, kedengarannya lucu dengan aksennya. Lalu
> apakah di Indonesia tidak ada tempat yang bagus.
> Coba tengok wilayah timur Indonesia, disana banyak
> sekali fanorama alam dan pantai yang tidak kalah
> indahnya. 
> Atau sekali-kali berkunjung ke wilayah Banten dengan
> pantai Carita, Pantai Anyer, Pantai Tanjung Lesung,
> Pantai Bagedur, Pantai Sawarna. 
> Ya kita do'akan saja, semoga Banten kedepan seperti
> Malaysia punya TWIN TOWER, bukan hanya Twin Tower
> malahan 100 TOWER.
> Jika kedatangan turis asal Malaysia, maka
> perlakukanlah dengan baik, tunjukan jati diri Banten
> sambil sekali-kali gampar pipinya. Kalau bertanya
> kenapa menggampar, katakan saja kami harus "waspada"
> kalau kedatangan orang asing. Cukup kan seperti
> orang Malaysia katakan kepada pihak Indonesia
> "Waspada".
> 
> 
> 
> ----- Original Message ----
> From: KIDYOTI <[EMAIL PROTECTED]>
> To: wongbanten@yahoogroups.com
> Sent: Thursday, August 30, 2007 9:15:54 AM
> Subject: [WongBanten] Fw: #sastra-pembebasan#
> Hati-hati wisata ke Malaysia
> 
>  
> ----- Original Message ----- 
> From: Sumbawanews. com 
> To: propinsi_sumbawa@ yahoogroups. com ; nasionalist
> ; sastra-pembebasan ; [EMAIL PROTECTED] s.com ;
> pemimpin teladan ; pembebasan-papua@ egroups.com 
> Sent: Wednesday, August 29, 2007 7:22 PM
> Subject: #sastra-pembebasan# Hati-hati wisata ke
> Malaysia
> 
> 
> dari milis Pantau):
> ============ ========= =====
> 
> Nama saya Budiman Bachtiar Harsa, 37 tahun,
> WNI asal Banten, karyawan di BUMN berkantor di
> Jakarta.
> 
> Kasus pemukulan wasit Donald Peter di Malaysia,
> BUKAN
> kejadian pertama. Behubung sdr Donald adalah seorang
> "Tamu Negara" hingga kasusnya terexpose
> besar-besaran.
> Padahal kasus serupa sering menimpa WNI di Malaysia.
> BUKAN HANYA TKI Atau Pendatang Haram, tapi juga
> WISATAWAN.
> 
> Tahun 2006, bulan Juni, saya dan keluarga (istri, 2
> anak, adik ipar), pertama kalinya kami "melancong"
> ke
> Kuala Lumpur Malaysia. (Kami sudah pernah berwisata
> ke
> negara2 lain, sudah biasa dengan berbagai aturan
> imigrasi).
> Hari pertama dan kedua tour bersama Travel agent ke
> Genting Highland, berjalan lancar, kaluarga bahagia
> anak-anak gembira.
> 
> Hari ketiga city tour di KL, juga berjalan normal.
> Malam harinya, kami mengunjungi KLCC yang ternyata
> sangat dekat dari Hotel Nikko, tempat kami menginap.
> Usai makan malam, berbelanja sedikit, adik ipar dan
> anak-anak saya pulang ke hotel karena kelelahan,
> menumpang shuttle service yang disediakan Nikko
> Hotel.
> Saya dan istri berniat berjalan-jalan, menikmati
> udara
> malam seperti yg biasa kami lakukan di Orchrad
> Singapore, toh kabarnya KL cukup aman.
> Mengambil jalan memutar, pukul 22.30, di dekat HSC
> medical, lapangan dengan view cukup bagus ke arah
> Twin
> Tower.
> 
> Saat berjalan santai, tiba2 sebuah mobil Proton
> berhenti, 2 pria turun mendekati saya dan istri.
> Mereka tiba-tiba meminta identitas saya dan istri,
> saya balas bertanya apa mau mereka. Mereka bilang
> "Polis", memperlihatkan kartu sekilas, lalu saya
> jelaskan saya Turis, menginap di Nikko hotel. Mereka
> memaksa minta passport, yang TIDAK saya bawa. (Masak
> sih di negeri tetangga, sesama melayu, speak the
> same
> language, saya dan istri bisa berbahasa inggris,
> negara yg tak butuh visa, kita masih harus bawa
> passport?). Salah satu "polis" ini bicara dengan HT,
> entah apa yg mereka katakan dengan logat melayunya,
> sementara seorang rekannya tetap memaksa saya
> mengeluarkan identitas. Perliaku mereka mulai tak
> sopan dan Istri saya mulai ketakutan. Saya buka
> dompet, keluarkan KTP. Sambil melotot, dia tanya
> :"kerja ape kau disini?" saya melongo... kan turis,
> wisata. Ya jalan-jalan aja lah, gitu saya jawab. Pak
> polis membentak dan mendekatkan mukanya ke wajah
> saya:
> KAU KERJA APE? Punya Licence buat kerja?
> 
> Wah kali dia pikir saya TKI ilegal. Saya coba tetap
> tenang, saya bilang saya bekerja di Jakarta, ke KL
> untuk wisata. Tiba-tiba salah satu dari mereka
> mencoba
> memegang tas istri, dan bilang: "mana kunci Hotel?
> "... wah celakanya kunci 2 kamar kami dibawa anak
> dan
> ipar saya yg pulang duluan ke hotel.
> 
> Saya ajak mereka ke hotel yang tak jauh dari lokasi
> kami. Namun pak Polis malah makin marah, memegangi
> tangan saya, sambil bilang: Indon... dont lie to us.
> Saya kurung kalian...
> 
> Jelas saya menolak dan mulai marah. Saya ajak mereka
> ke hotel Nikko, dan saya bilang akan tuntut mereka
> habis2an. sambil memegangi tangan saya, tuan polis
> meludah kesamping, dan bilang: kalian semua sama
> saja...
> 
> Saat itu sebuah mobil polisi lainnya datang, pake
> logo
> polisi, seorang polisi berseragam mendekat. Di
> dadanya
> tertulis nama: Rasheed.
> 
> Saya merapat ke pagar taman sambil memegang istri
> yang
> mulai menangis. Melawan 3 polis, tak mungkin. Mereka
> berbicara beritga, mirip berunding. Wah, apa polis
> malaysia juga sama aja, perlu mau nyari kesalahan
> orang ujung2nya merampok?
> 
> Petugas berseragam lalu mendekati saya, meminta kami
> untuk tetap tenang. Saya bertanya, apa 2 orang
> preman
> melayu itu polisi, lalu polisi berseragam itu
> mengiyakan. Rupanya karena saya mempertanyakan
> dirinya, sang preman marah dan mendekati saya,
> mencengkram leher jaket saya, dan siap memukul,
> namun
> dicegah polisi berseragam.
> 
> Polisi berseragam mengajak saya kembali ke Hotel
> untuk
> membuktikan identitas diri. saya langsung setuju,
> namun keberatan bila harus menumpang mobil polisi.
> Saya minta untuk tetap berjalan kaki menuju Nikko
> Hotel, dan mereka boleh mengiringi tapi tak boleh
> menyentuh kami. Akhirnya kami bersepakat, namun
> polisi
> preman yang sempat hampir memukul saya sempat
> berkata:
> if those indon run, just shoot them... katanya
> sambil
> menunjuk istri saya. Saya cuma bisa istigfar saat
> itu,
> ini rupanya nasib orang Indonesia di negeri tetangga
> yang sering kita banggakan sebagai "sesama melayu".
> Diantar polisi berseragam saya tiba di Nikko Hotel.
> 
> Saya minta resepsionis mencocokan identitas kami,
> dan
> saya menelpon adik ipar untuk membawakan kunci.
> Pihak
> Nikko melarang adik saya, dan mengatakan kepada sang
> Polis, bahwa saya adalah tamu hotel mereka, WNI yang
> menyewa suites family, datang ke Malaysia dengan
> Business class pada Flight Malayasia Airlines.
> Pak Polis preman mendadak ramah, mencoba menjelaskan
> bahwa di Malaysia mereka harus selalu waspada.
> 
=== message truncated ===



       
____________________________________________________________________________________
Be a better Globetrotter. Get better travel answers from someone who knows. 
Yahoo! Answers - Check it out.
http://answers.yahoo.com/dir/?link=list&sid=396545469

Kirim email ke