LENTERA JIWA 

Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin redaksi 
Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang yang bertanya 
bahwa saya keluar bukan karena pecah kongsi dengan Surya Paloh, bukan karena 
sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin terasa 
aneh pada posisi yang tinggi, dengan power yang luar biasa sebagai pimpinan 
sebuah stasiun televisi berita, tiba-tiba saya mengundurkan diri.

Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan sulit. 
Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluang beasiswa ke IKIP 
Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publisistik di 
Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah. Kedua, ya itu tadi, 
ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Metro TV.

Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya kagumi, 
sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisa mengapa saya 
keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di dalam kolam. Ikannya terus membesar 
sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan tersebut terpaksa harus mencari kolam 
yang lebih besar.


Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak lama 
saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnya ketika saya 
membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.Bagi Anda yang belum 
baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Mereka hidup dalam sebuah labirin 
yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satu selalu berpikiran suatu hari kelak 
keju di tempat mereka tinggal akan habis. Karena itu, dia selalu menjaga 
stamina dan kesadarannya agar jika keju di situ habis, dia dalam kondisi siap 
mencari keju di tempat lain. Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin 
sampai kiamat pun persediaan keju tidak akan pernah habis.

Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak sahabatnya 
untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat lain. Sang sahabat 
menolak. Dia yakin keju itu hanya dipindahkan oleh seseorang dan nanti suatu 
hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari keju di tempat 
lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu terus di tempat itu 
sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu 
menunggu dan menunggu sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang 
selalu siap tadi sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh 
lebih banyak dibandingkan di tempat lama.

Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa nyaman di 
suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan 
tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah, dan merasa sudah 
nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.


Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang 
menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yang mendorong saya 
untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yang selama ini membuat saya 
sangat nyaman karena setiap hari keju itu sudah tersedia di depan mata. Saya 
juga ingin mengikuti lentera jiwa saya. Memilih arah sesuai panggilan hati. 
Saya ingin berdiri sendiri.

Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera Hati yang dinyanyikan Nugie, 
hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingin disampaikan Nugie 
dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudah sejak lama saya ingin 
membagi kerisauan saya kepada banyak orang. Dalam perjalanan hidup saya, banyak 
saya jumpai orang-orang yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. 
Bahkan seorang kenalan saya, yang sudah menduduki posisi puncak di suatu 
perusahaan asuransi asing, mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. . Uang 
dan jabatan ternyata tidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya ada 
di ajang pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk 
memulai dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudah 
mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Dia tidak 
bahagia.

Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga menemukan 
banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang mereka tekuni sekarang. 
Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi apa, ada yang jujur bilang 
ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata putus juga) atau ada yang karena 
solider pada teman. Tetapi yang paling banyak mengaku jurusan yang mereka 
tekuni sekarang -- dan membuat mereka tidak bahagia -- adalah karena mengikuti 
keinginan orangtua.

Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008), kita 
dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar dalam hidup 
mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan Hubungan 
Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis untuk berbelok 
arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih menjadi koki. Pekerjaan yang 
sangat dia sukai dan menghantarkannya sebagai salah satu pemandu acara 
masak-memasak di televisi dan kini memiliki restoran sendiri. Saya sangat 
bahagia dengan apa yang saya kerjakan saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya 
menghendaki Bara mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.

Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk 
menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat beasiswa dari 
British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan 
ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang ayah sebagai 
dokter.Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan meninggalkan posisi puncak 
sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan 
manajemen dan penulis buku ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk 
dirinya sendiri sebagai public speaker.

Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan yang 
singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana 
cara mencapainya.

Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang 
dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu gembira 
dalam menikmati hidup. Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi. Gembira terus. 
Nggak ada capeknya, ujar Yon Koeswoyo, salah satu personal Koes Plus, saat 
bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone. Dalam usianya menjelang 68 tahun, 
Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak heran jika malam itu, saat pementasan 
Earthfest2008, Yon mampu melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar 
biasa. Semua karena saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. 
Cinta saya. Hidup saya, katanya.

Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka yang 
sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah menemukan 
lentera jiwa mereka


      Get your new Email address!
Grab the Email name you've always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Reply via email to