Rekän,

(Teringat masa muda saat diskusi mahasiswa. Saya forward-kan tulisan
aktivis mahasiswa UPNVY Mas Renggo Darsono yang manarik, beserta
tanggapan polemik saya. Jika tidak tertarik mohon maaf, jika tertarik
selamat menikmati)

Salam

----

Ekstra Parlementer,
Masih Menjadi Jalur Perjuangan Kita.
Oleh: Renggo Darsono

Saya tidak mengerti apa yang menjadi jalan pikiran dari aktivis
'98…saya juga
tidak mengerti apakah memang frustasi pada pergerakan memang
menggejala akut
disemua kalangan….atau memang profesi baru menjadi anggota legislatif
lebih
menjanjikan dibandingkan yang lain….semisal membangun kesadaran massa
kita yang
masih terlelap?

Pikiran saya memerawang ke belakang. Ke jauh semasa saya masih duduk di
sekolah dasar. Di bangku di mana suharto dikenalkan sebagai bapak
bangsa. Sedang
Golkar sebagai partai semuanya, sehingga mengapa kuningisasi wajib di
setiap
Agustusan. Dulu saya dengar dari guru saya kalau para aktivis
mahasiswa(kala itu
sedang marak di berbagai media) yang di kemudian hari saya ketahui adalah
aktivis '98, adalah orang-orang subversif berhaluan komunis yang mau
merongrong
Negara kesatuan republik Indonesia.

Di bangku kuliahlah saya mampu mencerna semuanya. Mengapa `98 gagal.
Mengapa
gerakan semakin terpolarisasi menjadi bagian-bagian kecil dan mudah
dikonflikkan, hingga sayapun mengerti mengapa banyak yang jadi kelompok
opportunis kanan maupun kiri yang tidak jelas, sampai mengapa frustasi
atas
situasi kaum gerakan(baca: aktivis) semakin menguat saja.

Saya membacanya dalam beberapa bagian. Yang pertama adalah tidak lagi
percaya
bahwa perubahan tak dapat berangkat dari jalanan, yang kedua realistis
bahwa
kekuatan oligarki harus ditunggangi walaupun nanti bakal dikentuti,
serta yang
terakhir adalah cari sesuap nasi untuk anak istri.

Jikalau kategori yang pertama, maka saya mengatakan itu adalah hal
terbodoh
dari orang yang pernah bersinggungan dengan teori social, serta
berkecimpung di
dunia pergerakan. Sebab satu sistem, seburuk apapun dari sebuah sstem
dan kita
berusaha untuk memperbaikinya, perlahan tapi pasti kita akan tergulung
didalamnya seta larut dalam sistem tersebut. Mirip ceritanya dengan
awalnya pak
kades dituduh korupsi oleh warganya terkait uang perkerasan-jalan
desa. Korupsi
yang sistemik, seharusnya tidak menjadikan pak kades ini ikut-ikutan arus.
Tetapi Karena ia tak mampu menampik, apalagi melawan, mau tak mau
iapun turut
serta.

Argument yang kedua. Kecil sekali kemungkinan orang berpikir bahwa ia
masuk ke
partai adalah untuk melakukan infiltrasi guna mengakses sekian
jaringan serta
sekian informasi rahasia dari partai. Atau bahkan merubah warna bejana
dengan
setitik noda yang ia tuang. Atau gamblangnya mengubah haluan ideology
partai.
Dari yang ga jelas menjadi revolusioner misalnya….(haha, yang bener ajah)

Kalau yang ketiga ini saya yakini sepenuhnya benar. Bahwa jaminan hidup
menjadi anggota tukang "cocot" di negri ini amat tinggi nilainya. Gajinya
mengalahkan gaji pekerja paling hebat secara kemampuan apapun. Padahal
andil
buat peradaban tidak ada sama sekali selain semangkin merusak tatanan
Negara
yang sudah tak keruan juntrungannya. Yah, pastinya krena kita dipimpin
orang-orang keblinger.

Saya sendiri keluar dari mainstream dari ketiganya. Saya masih percaya
terhadap kekuatan organisasi pergerakan. Kekuatan yang bekerja secara
mandiri,
secara semangat, serta secara kekuatan cita-cita bersama. Ideologilah yang
merangkul kita untuk bekerja sama saling menjalin kelindan memintal
seluruh
benang untuk menjadi kain yang kuat. Menjahitnya menjadi kesatuan besar.
Organisasi. Itu yang akan menjadikan kita kuat. Dan organisasi yang
menjadikan
kita belajar banyak hal. Dan di organisasi pula kita akan mengenal
bagaimana
loyal terhadap keputusan organisasi. Patuh, taat terhadap kekuatan
pemimpin. Di
organisasi pula kita siap memimpin, serta siap pula dipimpin. Sesungguhnya
mental oportunisme nampak jelas dengan banyaknya avonturir di wajah
perpolitikan
kita. Seenak wudel nyebrang partai, seenak jidat pindah payung tanpa
berpikir
panjang ideologi apa yang dinaungi, hanya yang dipikir apa yang akan ia
dapat…(huh menjijikkkan sekali)

Soe Hok Gie dahulu ia sempat putus asa melihat kawan-kawannya yang begitu
mudahnya hijrah ke sekian partai yang memintanya singgah. Sampai-sampai ia
menjadi intelektual yang kesepian. Sendirian, dijauhi mahasiswanya
lantaran
dinilai sok idealis,
Padahal kesalahannya hanyalah ia tidak menemukan organisasi sebagai wadah.
Akibatnya sampai ia meninggalpun ia tak pernah tahu bahwa masih ada
organisasi
yang tidak berorientasi pada kekuasaan, tidak bekerja untuk politik
praktis,
serta giat membangun kesadaran kolektif massa rakyat

Tidak ada senjata lain yang lebih kuat selain organisasi!
Itu yang musti diingat untuk seluruh kawan-kawan…baik yang hendak mengenal
pergerakan atau yang sudah malang melintang. Sebagai pengobar api yang
mungkin
hampir padam, sekaligus sebagai pemberi humus pada semangat yang tandus.

Seperti Soe Hok Gie yang sendiri. Tanpa organisasi. Itu tak ubahnya
hanyalah
seperti ide yang tak pernah terealisasi. Kenapa? Lantaran hanya
sendiri. Selalu
terhenti pada mengapa tak segera terjadi? Itu karena seorang diri.
Selalu dan
selalu bergulat dan beradu pikir dirinya sendiri tanpa melampaui
satupun kerja
menuju pergerakan. Yah, semua habis di dirinya sendiri….hiks.. :(
Kegunaan organisasi sendiri untuk apa, bagi kita? Saya mengutip dari salah
satu sumber:
"Kegunaan organisasi yang permanen adalah untuk menyediakan integrasi
timbal
balik antara pemuda dan perjuan­gan kelompok sosial lain (buruh, tani,
kaum
miskin kota) oleh para pelopornya secara terus menerus. Ini bukan sekadar
kesinambungan yang sederhana dalam batas waktu tertentu, tapi sebuah
kelanjutan ruang antara kelompok-kelompok sosial yang berbeda yang
memiliki
tujuan kerakyatan yang sama. "
Makanya pesan terakhir saya adalah: " Dan berserikatlah kamu supaya kuat!"
belajarlah-belajarlah dan bealjarlah….senada dengan pesan ho chi min
mengenai
tugas pemuda. Ada tiga yakni yang pertama berorganisasi, yang kedua
berorganisasi dan selanjutnya adalah berorganisasi![rd]


---------------------------------
mahasiswa aktif jurusan administrasi bisnis UPN V Yogyakarta. Mantan
Gubernur BEM FISIP UPNVY, dan penggiat di KOMIK UPN (Komunitas Mahasiswa
Kritis). Saat ini sedang bergelut di kelompok rembug Petani (KRP) biro
sektoral
dari FPPI-Front Perjuangan Pemuda Indonesia



Kirim email ke