Dini hari tadi aku hampir bablas gak sahur, tidurku terlalu pulas sampai-sampai 
alarm di jam wekerku tak sanggup membangunkanku, untungnya seorang rekan 
menghenyakkanku dari buaian mimpi dengan membuka pintu kamar kost-ku yang lupa 
kukunci. Thanks kawan, terus bangunkan aku dari buaian mimpi...!
Mungkin malam tadi aku terlalu asyik bergelut dengan pria yang diceritakan saat 
berbuka puasa tadi sore, berikut ceritanya :



Aku Masih Bekerja*

Jakarta, 2 September 2008. Pkl.22.37

Oleh : Abdul Latief

 

Rambut putihnya sudah saling berdesakan berbagi tempat dengan rambutnya yang 
masih hitam, daging di sekujur tubuh dan wajahnya mulai menyusut menyisakan 
gurat dan lipatan pada kulit, "Ayah mulai keriput.." seru anaknya yang dibalas 
dengan senyum terkembang dari bibirnya.  

 

Pagi itu, dan setiap pagi hari ia selalu bangun lebih awal dari kokok ayam 
jantan di samping rumahnya, tak lain hanya sekedar mempersiapkan diri menuju 
tempat kerjanya yang berjarak 20 Kilometer dari kediamannya di salah satu kota 
pinggiran Jakarta. 

 

Seragam polos dengan beberapa bordir berlogo Sebuah perusahaan selalu menghiasi 
tubuhnya yang kekar namun mulai gontai. Seragam itu tidak pernah kusut, sebab 
istrinya dengan setia menyetrika dan mencucinya, namun seragam itu kini mulai 
terlihat kusam terkikis sikat cuci dan detergen, tapi tak sekalipun hal itu 
menyurutkan semangatnya untuk berangkat kerja dengan penuh semangat. 

 

Serantang kecil nasi berlauk dan sebotol air minum selalu disiapkan sang istri 
untuk menambah sarapan atau makan siangnya, maklum tugas yang dijalaninya cukup 
menyita energi, sehingga sarapan dan segelas susu yang disiapkan istrinya 
terasa kurang. 

 

Kecupan manis sang istri di kedua belah pipi dan  lambaian tangan selalu 
mengantar dan membakar semangatnya untuk selalu lebih giat dan giat lagi 
bekerja. Kendati hanya menaiki kendaraan umum yang dicegatnya di pinggiran 
jalan rumahnya, tak sedikitpun menyurutkan tekadnya untuk datang tepat waktu.

 

Setiap sore menjelang mentari menyusup di peraduannya, dia dengan seragamnya 
yang makin suram, pulang ke rumah tanpa mencuri sedikitpun senyum yang selalu 
ditebarnya sejak berangkat ke tempat kerjanya. Tiada hari tanpa senyum 
terkembang di bibirnya, itulah yang juga membuat istrinya menyambut hangat 
kedatangan di rumahnya. 

 

Senyum di bibir pria itu semakin lebar terkembang setiap akhir bulan, dengan 
sebuah amplop putih yang dia serahkan dengan manis kepada istrinya "Istriku, 
ini adalah hasil kerja kerasku di bulan ini, tak banyak memang, tapi aku yakin 
dengan keprihatinan dan keterampilanmu mengatur uang, semua ini cukup untuk 
kita dan kedua anak kita.." ucapan ini dibalas dengan senyum yang lebih lebar 
dari istrinya.

 

***

 

Semua karyawan, satpam, dan pedagang lapak kaki lima di perusahaan sangat 
mengenal dirinya, ia yang setiap pagi selalu berdiri dan tersenyum pada seluruh 
karyawan yang melintasi gerbang perusahaan. Masih dengan seragamnya, ia tebar 
senyum pada setiap karyawan yang datang belakangan dari dirinya. Tak ada yang 
dilakukannya selain berdiri dan menatap teduh para pelintas dengan senyum khas 
di bibirnya.

Sambil berdiri santai ia berbicara ramah pada para pelintas dan orang-orang di 
sekitarnya, ia terus berbicara dan menyapa tanpa melupakan senyum khas di 
bibirnya. Semua pelintas tak lupa membalas sapaan darinya, karena dia sudah 
dikenal akrab dan menjadi bagian dari keluarga di gerbang perusahaan itu. 

 

Sore itu dan sudah 4 tahun sore, dia yang masih setia di gerbang perusahaan 
dijemput seorang pria muda dengan sepeda motor bebeknya, "Ayah, ayo kita 
pulang, kerjanya sudah selesai kan yah..?" sapa anaknya yang dibalas dengan 
tebaran senyum dan kepatuhan pria itu untuk duduk diboncengan motor menuju 
kediamannya yang sederhana, untuk kemudian disambut senyum hangat oleh istrinya 
di rumah.

 

Ia, seorang pria pintu gerbang perusahaan yang mengakrabi setiap pelintas, 
karyawan, satpam dan pedagang lapak kaki lima itu, tak lagi membawa gaji 
kerumah, 20 kali gaji bulanan yang diterimanya 10 tahun yang lalu, kini tak 
bisa ia bawa lagi setiap bulannya dengan ampol putih untuk istrinya yang 
menyambut di rumah. 

 

Hempasan badai Krisis 10 tahun yang lalu mengharuskannya mengambil pensiun 
muda, tak semua orang kuat menanggung beban itu, termasuk dia. Ia mantan 
karyawan salah satu perusahaan perakitan mobil, tak rela membiarkan istri dan 
anaknya bersedih atas statusnya yang hilang sebagai karyawan, setiap hari ia 
berangkat dari rumah layaknya seorang karyawan adapun amplop putih berisi gaji 
bulanan adalah hasil pesangon yang ia tanam di deposito yang tak lama setelah 
itu sudah tak bersisa lagi. Selama beberapa tahun, Istri dan anaknya tak sama 
sekali sadar akan teather hidup yang diperankannya, sebab semua dilakukannya 
dengan senyum kendati alam pikirannya tak lagi normal.

 

Sandiwara senyum dan seragam dinas yang dikenakannya telah membuatnya selalu 
tersenyum dan membuat dirinya karyawan abadi di pintu gerbang perusahaan itu. 
Sambil rutin pamit kerja,ia berujar pada istrinya "Bunda, ayah berangkat kerja 
dulu ya... ayahkan masih bekerja di perusahaan itu..." yang disambut senyum 
getir sang istri dan berlinang air mata kala melepasnya melambaikan tangan 
menuju gerbang perusahaan.

 

Reformasi telah membuatnya selalu tersenyum di gerbang perusahaan, sambil terus 
berujar kepada setiap pelintas di gerbang perusahaan "sayakan masih berkerja di 
perusahaan ini..". Meski dengan genangan air mata yang tertahan kala mengantar 
dan menjemputnya di perusahaan itu, anak dan istrinya masih melanjutkan 
sandiwara hidup itu dengan setia, "Iya, ayah masih bekerja di perusahaan itu, 
makanya Adi antar dan jemput ayah setiap hari  di perusahaan itu, Pokoknya Adi 
tetap selalu bangga sama ayah..." ujar Adi sambil menghapus air mata, meratapi 
jiwa dan pikiran ayahnya yang tak lagi waras.

 


 

* Pria itu nyata, sebagaimana diceritakan seorang kawan selepas berbuka puasa 
sore tadi; Detail cerita hasil improvisasi.



ABDUL LATIEF
Sales Training Instructure
Astra International,Tbk -Honda

Email    : [EMAIL PROTECTED]
HP       : 0852 166 566 32
Tlp       : (021) 653 10 250 Ext.3546
Fax      : (021) 653 10 245
Hidup sekali, hiduplah yang berarti...



The information transmitted is intended only for the person or the entity to 
which it is addressed and may contain confidential and/or privileged material. 
If you have received it by mistake please notify the sender by return e-mail 
and delete this message including any of its attachments from your system. Any 
use, review, reliance or dissemination of this message in whole or in part is 
strictly prohibited. Please note that e-mails are susceptible to change. The 
views expressed herein do not necessarily represent those of PT Astra 
International Tbk and should not be construed as the views, offers or 
acceptances of PT Astra International Tbk.

Kirim email ke