kasihan mahsaiswa.
mereka sangat labil.
guru dan dosennyapun harus disalahkan.
kita sebagai orngtua juga.
teman2 mahasiswa juga.
semuanya.
sistem pendidiknanya.
anggota dprnya.
pejbatnya.
presidennya
mentrinya.
supir agnkotnya.
pokoknya semuanya deh,
saling terkait.
nah, lho.
hehehe...
 
tetap semangat
gg


--- On Mon, 10/27/08, aji setiakarya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: aji setiakarya <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Mahasiswa Dan Krisis Identitas
To: "rumahdunia rumahdunia" <[EMAIL PROTECTED]>, wongbanten@yahoogroups.com, 
"Naratama Rukmananda" <[EMAIL PROTECTED]>, "jurnalis groups" <[EMAIL 
PROTECTED]>, "jurnalisme milis" <[EMAIL PROTECTED]>, "Sirikit Syah" <[EMAIL 
PROTECTED]>, "Bambang Soetedjo" <[EMAIL PROTECTED]>, "M JAIZ JAIZ" <[EMAIL 
PROTECTED]>, "pembaca kompas forum" <[EMAIL PROTECTED]>, "FLP" <[EMAIL 
PROTECTED]>, "gmc gmc" <[EMAIL PROTECTED]>, "benjamin gm" <[EMAIL PROTECTED]>, 
"azhar firdda" <[EMAIL PROTECTED]>, "DEWI PURWANTI" <[EMAIL PROTECTED]>, "sandi 
sandi" <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: "alumni untirta" <[EMAIL PROTECTED]>, "Dj Minerva" <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Monday, October 27, 2008, 10:22 PM












ini aku buat pas ribut-ribut mahasiswa
UKI dan YAI beberapa waktu lalu.
di facebook juga ada neh


Mahasiswa Dan Krisis Identitas
Oleh Aji Setiakarya
 
 
Kabar tawuran mahasiswa tersiar lagi di berbagai media. Kali ini yang terlibat 
adalah mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Yayasan Administrasi 
(YAI). Menurut data yang dihimpun oleh Kompas (16/10) tawuran antara UKI dan 
YAI ini dalam bulan ini mencapai puluhan kali.
 
Kasus UKI dan YAI bukan kasus pertama. Jauh sebelumnya sering  terdengar 
tawuran mahasiswa. Di Makassar misalnya, sering terjadi ribut antara mahasiswa, 
bahkan se kampus.  Di televisi tampak terlihat mahasiswa sering melakukan 
anarkisme pada tawuran tersebut. Mahasiswa saling melemparkan batu dan kayu 
bahkan merusak fasilitas umum dan kampusnya sendiri. Pada kasus UKI dan YAI ini 
ditemukan oknum mahasiswa yang menyiapkan diri dengan senjata tajam. Bak preman 
mereka tampak siap untuk beradu fisik. 
 
Kekerasan                             
 
Sepertinya bukan hanya kelompok preman yang tergolong dalam kaum anarkis. 
Mahasiswa kini juga identik dengan dengan anarkis karena memanfaatkan cara-cara 
 kekerasan untuk menyuarakan jeritan hati atau ide-idenya. Selain  tawuran, 
mahasiswa juga sering terlibat dalam aksi demonstrasi  yang tidak sehat. Mereka 
melakukan longmarch, meneriakan yel-yel sambil menendang pot bunga atau 
melemparkan tomat pada beberapa bagian bangunan yang diprotes.  Bahkan tak 
jarang membakar  atau merusak fasilitas umum. Lihat kasus aksi demonstrasi 
kenaikan BBM pada akhir Mei 2008  lalu di depan Istana.  Tragedi tersebut 
adalah indikasi bahwa mahasiswa tak bisa mengatur emosionalnya. Mereka terbawa 
pada kubangan emosi anarkis.
 
 
Di Banten, keberingasan mahasiswa juga sering terjadi. Pada sidang paripurna 
peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Banten ke-8 lalu misalnya, beberapa mahasiswa 
mencorat-coret jalan dengan pilok yang sengaja mereka bawa. Terbawa dengan 
emosi mereka seolah tak berpikir jika itu adalah tindakan anarkisme. Apalagi 
dibarengi dengan  pembakaran pengrusakan pada baliho secara paksa.   Tawuran 
sebenarnya adalah salah satu persoalan yang menjangkiti anak muda (mahasiswa) 
negeri ini.  Selain tawuran mahasiswa juga seringkali menampilkan aktivitas 
yang tidak terpuji. Misalnya mereka seringkali menampilkan adegan mesum, mabuk 
dan aktivitas lainnya yang hanya mengedepankan hedonisme.
 
 
 
 
 



Krisis Identitas 
 
Anarkisme, tawuran, demonstrasi yang anarkis jelas tidak sesuai dengan 
nilai-nilai kemahasiswaan yang dikenal di tengah masyarakat sebagai agen 
perubahan, sebagai pengemban moral.  Identitas mahasiswa adalah luhur. Ia 
kemudian disegani ditengah masyarakat karena ia memiliki “gigi” saat kondisi 
social di terpa ketidakjelasanan. Karena itu  setiap kali mahasiswa berteriak 
lantang atas sebuah penindasan, ketidakadilan, turun ke jalan maka tak sedikit 
masyarakat membantunya secara sukarela. 
 
Namun era kini, identitas mahasiswa sebagai agent of change, sebagai penanngung 
moral luntur oleh budaya kekerasan, adegan mesum dan tingkahpolah lainnya yang 
tak terpuji.  Jika potret tersebut terus ditampilkan mahasiswa, maka identitas 
mahasiswa yang luhur pastilah lenyap. Dadi Rsn, salah satu seniman asal Banten 
ketika melihat tawuran mahasiswa di televisi  mencak-mencak agar mereka yang 
tawuran tidak disebut dengan mahasiswa karena telah mencederai nilai luhur 
mahasiwa. Dadi juga mengkritisi tindak tanduk mahasiswa saat ini yang hanya 
bisa berdemo namun tidak menunjukan prestasi yang bagus. Menariknya Dadi 
meyakini bahwa kebiasaan tawuran itu adalah kebiasaan dari SMA sejak dulu. Dia 
memberikan pandangan bahwa jika tidak diberikan bimbingan yang baik. Bukan 
tidak mungkin si mahasiswa yang kebetulan memiliki akses yang cukup key DPR 
misalnya, mereka akan tawuran di gedung DPR sana.  Selain Dadi banyak lagi 
masyarakat yang mulai antipati dengan
 tindak tanduk mahasiswa.  
 
Belajar Pada Laskar Pelangi
 
Mahasiswa idealnya adalah  kelompok yang memiliki basis moral, intelektual yang 
tinggi. Makanya kemudian, Amien Rais menyebut mahasiswa sebagai agent of 
change. Hal ini mengingat mahasiswa/akademisi adalah tulung punggung masyarakat 
untuk sebuah perubahan Jika kini di tengah mahasiswa melakukan anarkisme, pasti 
ada yang salah dengan pola pendidikan kita. Tentu saja bukan kesalahan lembaga 
penddidikan tempat mereka berada seperti UKI atau YAI. Saya yakin benih-benih 
untuk berbuat  kekerasan itu sudah tumbuh sejak mereka SMA. Maka itu hanya 
menyalahkan  perguruan tinggi tidaklah tepat. Yang perlu diintrospeksi adalah 
sistem pendidikan dari mulai SD hingga SMA. 
 
Menyaksikan tawuran mahasiswa itu saya teringat dengan buku dan film Laskar 
Pelangi yang belakangan ini sedang mewabah di nusantara. Dari sana saya 
dapatkan pesan bahwa ada hal yang telah dilupakan oleh segenap pengelola 
lembaga pendidikan atau ahli pendidikan saat ini. Juga dengan orangtua kita. 
Yakni semangat mengajar dengan hati. Seni mengajar yang diterapkan disekolah 
saat ini adalah semangat nilai yang mengedepankan otak ketimbang hati. Yang 
terjadi adalah  kita pintar namun tak memiliki kepekaan sosial terhadap 
lingkungannya.    
 
Seorang guru  bernama Bu  Muslimah yang  tak memiliki pendidikan tinggi 
ternyata mampu menumbuhkan semangat kepada anak-anaknya. Semangat untuk 
memberikan rasa percaya diri kepada anak kampung yang tak memiliki harta untuk 
bersekolah hingga bisa mencapai cita-cita yang tinggi. Semangat untuk menjaga 
nilai moral. 
 
Tawuran yang ditontonkan oleh mahasiswa  pada beberapa televisi dan media 
lainnya adalah sebuah tanda telah terjadi kesalahan pola pendidikan kita. Sudah 
saatnya kita menata kembali pola pendidikan yang ideal yang mengedepankan 
nilai-nilai kemanusiaan, moral dan  hati ketimbang otak atau secarik kertas 
yang berisi angka-angka. Pintar tapi tak bermoral.
 
 
Aji Setiakarya, Mahasiswa Untirta
Bergiat di Rumah Dunia
www.setiakarya.wordpress.com

 
 



      

Kirim email ke