Sahabat
catatan buruhmigren
 
Bagi sebagian orang percaya dunia penuh kepalsuan. Apalagi jika diukur dengan 
urusan materi. Ikatan persaudaraan pun akan cerai berai. Bagi mereka tak ada 
saudara jika sudah menyangkut duit. Begitu kerasnyaa kehidupan saat ini memang. 
Iklan aneka produk di layar kaca, revolusi industri media yang menjadi trend 
setter gaya hidup mengubah cara berpikir manusia. Semua membawa kita pada arus 
materialisme. Dunia memang menjadi rata dan sempit oleh teknologi. Kearifan 
lokal akan dibenturkan dengan ujian terberat yaitu budaya permisif.
 
Terlalu berat saya berpikir di paragraf pertama. Toh sebenarnya saya ingin 
mengajak ingatan kita tentang seseorang yang pernah hadir dalam kehidupan kita 
selama kurun perjalanan hidup. Seseorang yang akan menjadi tangan, saat kita 
terjatuh dan mengulurkannya untuk mengangkat kita bangkit dan terus berjalan. 
Ia menjadi biji mata saat pandangan kita kabur dan salah arah dalam melangkah 
dan menuntun kembali ke arah yang sebenarnya. Pendeknya, ia adalah seorang 
sahabat sejati.
Betapa manusia seperti ini kehadirannya hanya sesaat saja. Seolah ia sedang 
menunggu dipersimpangan jalan. Mungkin ia tahu saat itu kita akan salah arah 
dan dengan sabar ia menunjukan jalan yang sebenarnya. Jalan yang terjal menjadi 
begitu indah saat dilalui bersama seorang sahabat sejati. Tak banyak kenangan 
yaang tersimpan selain senyumannya yang membasahi kembali semangat kita yang 
hampir kering. Ia bahkan rela hanya sekedar menjadi ‘keranjang sampah’ dari 
setumpuk persoalan kita yang dihadapi. Ah..betapa saya rindu bertemu kembali 
dengannya.
 
Di tepian waktu saya sering menyempatkan diri mengenang para manusia berlian 
yang menjadi bagian dari oase kehidupaan saya. Di mulai dari masa kanak-kanak 
sampai dewasa, mereka memang sempat hadir dalam kehidupan saya. Ah sekarang 
entah ada dimana mereka. Setiap kali melintas gurun pasir yang menghampar, 
ingin sekali kerongkongan saya mengeluarkan teriakan sampai tercekik terasa. 
Hanya sekedar memanggil namamu sahabat. Melepas kerinduan untuk mendengar tawa 
kalian saat saya berbuat tolol dalam kehidupan.
Di pojok sebuah ruangan tanpa jendela, di atas karpet hijau yang sudah mulai 
kumal, saya pandangi wajah-wajah lusuh. Sorot mata kalian menyiratkan pesan 
yang teramat dalam. Mereka bukan sahabat atau orang yang saya kenal sebelumnya. 
Namun ada satu hal yang mempertemukan mereka dengan saya di sini. Kita memang 
terdiam. Pandangan kita yang akhirnya berbicara, menumpahkan semua asa yang 
sekian lama terpendam. Kau, Kalian dan aku sudah merasakan kejenuhan. Kita muak 
dengan kasta terselebung yang memilah manusia dari ukuran materi belaka. 
Pandangan kita sama-sama merindukan sahabat di tempat asal kita masing-masing.  
Saat kebahagian begitu mudah diterjemahkan ke dalam kata-kata. Kita sama-sama 
merindukan sahabat yang pernah hadir di perjalanan hidup kita.
 
 
ads google: 
www.rumahduniadubai.wordpress.com 


      

Reply via email to