Dari Era Muslim,
Siapa Sebenarnya Suharto?
 
 Bulan November 41 tahun lalu, Jenderal Suharto yang telah sukses
mengkudeta Bung Karno, mengirim satu tim ekonomi yang terdiri dari Prof.
Sadli, Prof. Soemitro Djoyohadikusumoh, dan sejumlah profesor ekonomi
lulusan Berkeley University AS-sebab itu tim ekonomi ini juga disebut
sebagai 'Berkeley Mafia'-ke Swiss. Mereka hendak menggelar pertemuan
dengan sejumlah konglomerat Yahudi dunia yang dipimpin Rockefeller.  
Di Swiss, sebagaimana bisa dilihat dari film dokumenter karya John
Pilger berjudul "The New Ruler of the World' yang bisa didownload di
situs youtube, tim ekonomi suruhan Jenderal Suharto ini menggadaikan
seluruh kekayaan alam negeri ini ke hadapan Rockefeler cs. Dengan seenak
perutnya, mereka mengkavling-kavling bumi Nusantara dan memberikannya
kepada pengusaha-pengusaha Yahudi tersebut. Gunung emas di Papua
diserahkan kepada Freeport, ladang minyak di Aceh kepada Exxon, dan
sebagainya. Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) tahun 1967 pun
dirancang di Swiss, menuruti kehendak para pengusaha Yahudi tersebut. 
Sampai detik ini, saat Suharto sudah menemui ajal dan dikuburkan di
kompleks pemakaman keluarga di dekat Imogiri, di sebuah daratan dengan
ketinggian 666 meter di atas permukaan laut (!?), perampokan atas
seluruh kekayaan alam negeri ini masih saja terus berjalan dan
dikerjakan dengan sangat leluasa oleh berbagai korporasi Yahudi Dunia.
Hasilnya bisa kita lihat di mana-mana: angka kemiskinan di negeri ini
kian membengkak, kian banyak anak putus sekolah, kian banyak anak-anak
kecil berkeliaran di jalan-jalan raya, kian banyak orangtua putus asa
dan bunuh diri, kian banyak orang gila berkeliaran di kampung-kampung,
kian banyak kriminalitas, kian banyak kasus-kasus korupsi, dan sederet
lagi fakta-fakta tak terbantahkan jika negeri ini tengah meluncur ke
jurang kehancuran. Suharto adalah dalang dari semua ini. 
Tapi siapa sangka, walau sudah banyak sekali buku-buku ilmiah yang
ditulis para cendekia dari dalam dan luar negeri tentang betapa
bobroknya kinerja pemerintahan di saat Jenderal Suharto berkuasa selama
lebih kuarng 32 tahun, dengan jutaan fakta dan dokumen yang tak
terbantahkan, namun nama Suharto masih saja dianggap harum oleh sejumlah
kalangan. Bahkan ada yang begitu konyol mengusulkan agar sosok yang oleh
Bung Karno ini disebut sebagai Jenderal Keras Kepala (Belanda: Koepeg)
diberi penghargaan sebagai pahlawan nasional dan diberi gelar guru
bangsa. Walau menggelikan, namun hal tersebut adalah fakta.
Sebab itu, tulisan ini berusaha memaparkan apa adanya tentang Jenderal
Suharto. Agar setidaknya, mereka yang menganggap Suharto layak diberi
gelar guru bangsa atau pun pahlawan nasional, harus bisa bermuhasabah
dan melakukan renungan yang lebih dalam, sudah benarkah tindakan
tersebut. 
Fakta sejarah harus ditegakkan, bersalah atau tidak seorang Suharto
harus diputuskan lewat jalan hukum yakni lewat jalur pengadilan. Adalah
sangat gegabah menyerukan rakyat ini agar memaafkan dosa-dosa seorang
Suharto sebelum kita semua tahu apa saja dosa-dosa Suharto karena dia
memang belum pernah diseret ke muka pengadilan. 
Tulisan ini akan berupaya memotret perjalanan seorang Suharto, sebelum
dan sesudah menjadi presiden. Agar tidak ada lagi pemikiran yang
berkata, "Biar Suharto punya salah, tapi dia tetap punya andil besar
membangun negara ini. Hasil kerja dan pembangunannya bisa kita rasakan
bersama saat ini. Lihat, banyak gedung-gedung megah berdiri di Jakarta,
jalan-jalan protokol yang besar dan mulus, jalan tol yang kuat, Taman
Mini Indonesia Indah yang murah meriah, dan sebagainya. Jelas, bagaimana
pun, Suharto berjasa besar dalam membangun negara ini!" 
Atau tidak ada lagi orang yang berkata, "Zaman Suharto lebih enak
ketimbang sekarang, harga barang-barang bisa murah, tidak seperti
sekarang yang serba mahal. Akan lebih baik kalau kita kembali ke masa
Suharto..." Hanya orang-orang Suhartoislah, yang mendapat bagian dari
pesta uang panas di zaman Orde Baru dan mungkin juga sekarang, yang
berani mengucapkan itu.  Atau kalau tidak, ya bisa jadi, mereka
orang-orang yang belum tercerahkan. (rd/bersambung)
 

Reply via email to