Sekolah di Universitas UK „murah" dan tantangan bagi Universitas di
Indonesia


Sempat searching di internet tentang Program kuliah dengan online atau
distance learning. Dikarenakan era internet maka sebuah Program kuliah
dapat dilakukan dengan berbagai cara:

Full time di Kampus induk atau di kota/Negara yang menjadi
korespondensinya
Part Time di Kampus induk atau di kota/Negara yang menjadi
korespondensinya
Flexible time dengan system modullar yang kuliahnya per blok di bulan
tertentu 
Distance learning dengan text book based per post yang bisa dilakukan
dimanapun 
Online Course plus interactive media yang bisa dilakukan dimanapun

Sangat tertarik dengan system Distance learning, Interactive Media dan
Online Course maka saya menyempat diri searching universitas-2 di UK.
Kenapa UK, kenapa bukan USA? Karena di UK itu masih menggunakan
standard Eropa. Tipikal kas Universitas Eropa adalah menggunakan
berstandard kualitas yang ketat sehingga di Eropa tidak ada
Universitas yang jelek. Di Eropa cuma ada universitas: Bagus, Bagus
Sekali dan Sangat Bagus Sekali.

Jika di Amrik maka kita sering sulit mengetahui kualifikasi
Universitasnya. Di Amrik ada universitas yang begitu sangat excellent
tetapi jangan lupa sebagian besar Universitas di Amrik adalah
universitas Rumah Toko alias tidak ter-akreditasi. Asia tidak
terkecuali Indonesia, biasalah akan meng-kiblat ke Amrik. Jadinya, di
Indonesia ada 3 besar PT BHMN yang World Class University, sisanya,
sebagian besar lainnya megap-2 ndak bisa napas untuk menghidupi roh
akademiknya…

Kembali pada hasil surving untuk study distance learning di UK. Ada
beberapa informasi yang begitu sangat mencengkan, misal:

Program M.Sc. in Accounting, Finance and Management di University of
Bradford hanya berbiaya 6.500 Pounds. Financial Times 2006 menaruh
ranking nomor 2 terbaik di UK dan normor 8 terbaik di Eropa. Selain
itu terakreditasi 2 lembaga Akreditas paling prestisius di dunia EQUIS
dan AMBA. Business School University of Bradford itu masuk dalam Top
B-School-nya dunia.

Kemuadin ada Program M.B.A. Bradford yang sedikit lebih mahal. Biaya
totalnya 10.000 Pounds.

Sedangkan biaya MBA dari Universitas paling prestisius di Wales yaitu
University of Wales, "Cuma" 4.250 Pounds saja. "Sangat murah" karena
semua materi kuliah dapat dilakukan secara online sehingga tidak ada
biaya buku paket.

Selain itu ada juga program lain dari Universitas top lainnya seperti
University of Birmingham dan beberapa Universitas yang kualitasnya
relative lumayan baik seperti: Sheffield Hallam University, University
of Derby, University of Teesside, dll. 

Biaya Kuliah UK dalam perspektif Jerman 

Apa arti MBA 4.250 Pounds misalkan? Buat mereka yang bekerja kebetulan
di Jerman ini berarti "cuma" 4.250 x 1.15 € = 4.900 Euro. Terima kasih
betul dengan krisis moneter yang telah membuat nilai Pounds jatuh dari
sebelumnya 1 Pounds = 1,45 Euro menjadi cuma 1,15 Euro. 

Tapi ada yang sangat menarik tentang hal ini. Sebelumnya UK itu
terkenal dengan Universitas yang berharga Mahal. Manchester, Henley,
Birmingham saingan kuat dari Bradford jika kita kuliah disana paling
tidak akan merogoh kocek diatas 17.000 Pounds untuk distance learning.
Untuk full time bisa mencapai 35.000 Pounds bahkan London Business
School konon khabarnya biaya kuliah MBA-nya hampir 50.000 Pounds.

Tapi krisis moneter ini sangat mungkin memukul Universitas-2 terbaik
di UK (sayang saya ndak punya data tentang Amrik sehingga tidak bisa
komentar tentang Amrik). Kuliah di UK menjadi relatif murah. Saat ini
Bradford pesaing terkuat dari Manchester, Henley, Birmingham saja
MBA-nya "hanya" 10.000 Pounds baik Full Time, Part Time atau Distance
Learning. 

Angka ini benar-2 mencengangkan. Ini artinya kuliah di Bradford
Program MBA hanya berbiaya kurang dari 12.000 Euro. Sementara kuliah
MBA di Hochschule Bremen saja berbiaya 12.000 Euro. Artinya, kuliah di
Jerman itu (untuk Program B. Inggris) bisa jadi lebih mahal dari di UK. 

Perbandingan lainnya, MSc. In Accounting, Finance and Management
Bradford itu biayanya 6.500 Pounds atau 7.500 Euro. Program MCSc
(Master of Computer Science) Hochschule Furtwangen itu berbiaya 5.000
Euro. Artinya, relative tidak ada bedanya antara biaya kuliah di
Jerman dan di UK.

Tentu saja perlu dicatat bahwa di Jerman masih banyak Universitas yang
biaya kuliahnya per semester cuma 250 Euro alias kurang dari 1.000
Euro untuk total study Program Master. Apalagi jika Programnya
berbahasa Jerman (bukan yang berbahasa Inggris) maka biaya kuliah
biasanya kurang dari 1.000 Euro itu masih banyak universitas yang
menawarkan.

Hanya, kesimpulan saya saat ini adalah bahwa trend kuliah mahal
tampaknya akan mengalami degredasi. Sangat mungkin ke depan
universitas-2 yang menaruh biaya kuliah mahal tidak laku lagi. Tidak
ada mahasiswa yang mau kuliah. Untuk apa kuliah mahal-2 jika ternyata
banyak universitas bagus yang menawarkan biaya kuliah yang kompetitif?

Dampaknya buat Indonesia

Universitas-2 di Indonesia jelas akan menemui tantangan hebat. Jika
kuliah MM di UGM, UI atau ITB itu berbiaya sekitar 40 juta maka kuliah
MBA di Universitas Wales paling hanya berbiaya 60 juta rupiah.
Reputasi Universitas Wales jelas diakui dunia. 

Belum lagi gelar MM atau MSi itu tidak dikenal dunia sehingga
terkadang kalau alumninya mau „go international" gelarnya sering tidak
diakui. Terima kasih, untung saja saat ini banyak Universitas di
Indonesia sadar merubah gelarnya menjadi berstandard internasional
seperti UGM dengan MBA-nya.

Apalagi melihat ijasah yang dikeluarkan oleh Universitas Wales atau
Universitas UK lainnya itu tidak membedakan antara program Full Time,
Part Time, Flexible Time, Distance Learning dan Online Learning.
Jadinya, semuanya punya kualifikasi yang sama. Seorang Eksekutif di
Indonesia bisa saja ambil kuliah Online Learning di Universitas Wales
dengan biaya "hanya" 60 juta. Yang dibutuhkan "cuma" TOEFL 580 points
dan beberapa persyaratan lainnya.

Era internet ini memungkinkan universitas-2 UK men-intervensi Asia
termasuk Indonesia sangat dalam. Peraturan apa yang bisa membatasi
ekspansi mereka? Kalo misalkan Pemerintah c.q. Dikti menghambat dengan
peraturan tidak mengakui ijasah Distance Learning, pertanyaannya
bagaimana Dikti mengetahui itu Distance learning atau Full Time, lha
wong bentuk ijasahnya saja sama kok (saya sudah melihat ijasah
kelulusannya). 

Atau jika Dirjen Dikti tetap tidak mau mengakui, toh instansi swasta
pasti tidak keberatan mengakui kredibilitas ijasah tersebut.
Dikarenakan itu dikeluarkan oleh universitas sangat credible dan punya
kuliafikasi ijasah equal antara Full Time, Part Time, Distance
Learning, Flexible Time dan Online Learning.     
        
Universitas-2 di Indonesia harus mengantisipasi tantangan ini. Jangan
kaget jika suatu ketika seorang Eksekutif Design "Dagadu Aseli Yogya"
itu lulusan MBA University of Wales, bukan MBA UGM atau MM UPN, MM UII
atau MM UAJY. Jangan kaget kalo para eksekutif di Jakarta lebih suka
ambil kuliah di Wales, Bradford atau Birmingham dari pada di UGM, ITB
atau UI…

Bagaimana pula nasib Universitas-2 swasta yang mahal-2 yang punya
cukup nama baik model SGU, UPH, USAKTI, UBINUS, UNTAR? Lha ngapain
misalkan kuliah di Universitas Konglomerat UPH yang begitu sangat
mahal (dan klaim kualitasnya hanya ditopang oleh konsep marketing
gelembung) jika dengan biaya yang lebih murah malah bisa dapat MBA
dari Universitas UK?

Bagaimana juga nasib Universitas-2 negeri lainnya model ITS, Undip,
Unpad, IPB, Unair, Unand, Unhas, misalkan?

Atau universitas swasta tua yang cukup punya nama baik model UKSW,
UPNVY, UII, UMY, UAJY, Unpar?

Atau nasib buruk apa yang akan menimpah Universitas swasta lainnya
yang kebetulan tidak cukup punya nama baik…?

Selamat datang kompetisi berdarah. Tampaknya bisnis Perguruan Tinggi
tidak kalah kejamnya dengan bisnis industri yang sesungguhnya…

Dari tepian lembah Sungai Isar,


Ferizal Ramli 
 


Reply via email to