Written by Muhaimin Iqbal     
Wednesday, 24 December 2008 06:54  
 
Ketika ibu saya tiga tahun sakit di Jakarta, beliau memiliki 11 orang anak yang 
bisa bergantian merawat sekaligus membiayai seluruh biaya kesehatan dan rumah 
sakitnya.
 
Mayoritas kita yang lahir belakangan mungkin tidak seberuntung ibu saya dengan 
sebelas anak, rata-rata kita punya dua tiga anak dan sedikit yang lebih dari 
itu.  Meskipun anak-anak kita insyaallah menjadi anak-anak yang sholeh/sholehah 
yang ingin berbakti pada orang tuanya, tentu kita juga tidak ingin membebani 
mereka ketika kita beranjak tua.
 
Lantas bagaimana kita akan membayar biaya kesehatan kita saat itu ?, padahal 
biaya kesehatan kita justru meningkat sangat tajam ketika usia kita memasuki 
usia pensiun.
 
Perusahaan-perusahaan besar tempat kita berpuluh tahun bekerjapun akan berlepas 
diri dari membiayai kesehatan para pensiunannya, kalau toh mereka masih 
kontribusi biasanya sangat minim kontribusinya.
 
Dari kawan-kawan aktuaris saya, saya tahu banyak sekali perusahaan besar/BUMN 
yang saat ini tengah berjuang mengatasi liabilitymereka terhadap biaya 
kesehatan para pensiunannya.
 
Selain kita bisa menabung dalam Dinar yang nilainya terjaga dan akan sangat 
berguna pada saat kita memasuki usia pensiun kelak, tentu kita juga dapat 
membeli asuransi kesehatan syariah yang banyak ditawarkan di pasar.
 
Namun masih ada beberapa masalah di asuransi kesehatan ini sehingga 
penetrasinya ke masyarakat belum terlalu besar. Masalah-masalah tersebut antara 
lain adalah premi yang dirasa terlalu mahal terutama untuk usia pensiun, 
ribetnya prosedur klaim dan jaringan pelayanannya yang lebih sering terbatas. 
Mudah-mudahan mereka dapat memperbaiki diri sehingga kedepan dapat menjadi opsi 
yang menarik bagi masyarakat.
 
Sebenarnya ada cara lain diluar skema asuransi yang dapat pula dipakai untuk 
mengelola  biaya kesehatan secara efektif, yaitu apa yang disebut Jaminan 
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
  
Intinya JPKM ini terdiri dari empat pelaku yaitu Peserta, Badan Pelaksana 
(BAPEL), Badan Pembina (BAPIM) dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK).
 
Peserta idealnya adalah kelompok besar anggota masyarakat agar memenuhi apa 
yang disebut Law of Large Numberssehingga penyebaran biaya bisa lebih luas dan 
pola risiko bisa lebih manageable. 
 
Kelompok pengajian yang sudah besar jamaahnya seperti jamaahnya Ust Arifin 
Ilham, atau Alumni ESQ misalnya sangat cocok untuk membentuk JPKM ini. Pertama 
karena jumlahnya yang besar dan kedua sudah adanya ikatan tertentu dari jamaah 
tersebut.
 
BAPEL JPKM dapat berupa koperasi, perseroan terbatas, BUMN, BUMD bahkan dapat 
pula berupa yayasan. Intinya mereka harus mengantongi ijin JPKM dari Menteri 
Kesehatan RI.
 
BAPEL ini dituntut kemampuan yang sangat mumpuni baik dalam hal pengelolaan 
kesehatannya sendiri maupun pengelolaan keuangannya. Karena yang mereka kelola 
risiko dan dalam waktu yang panjang, mereka harus memiliki keahlian dibidang 
aktuaria, pengelolaan cadangan  dan bahkan mereka juga harus bisa secara 
efektif melakukan risk sharingdengan BAPEL lainnya – dalam bahasa asuransi 
disebut reasuransi/retakaful.
 
Bukan hanya memahami risiko kesehatan, BAPEL idealnya juga harus paham betul 
mengenai risiko finansial. Uang kertas yang mereka kelola turun daya belinya 
dari waktu-kewaktu, sedangkan biaya kesehatan terus naik karena inflasi, usia 
dan faktor memburuknya lingkungan sehingga banyak penyakit baru bermunculan.
 
Dalam pengelolaan risiko finansial inilah keberadaan Dinar dapat sangat 
membantu menstabilkan daya beli iuran anggota dalam jangka panjang.
 
JPKM yang tidak memiliki kemampuan pengelolaan risiko yang baik dengan 
keahlian-keahlian yang saya sebutkan diatas, besar kemungkinan tidak berusia 
panjang dan akan dapat merugikan anggotanya.
 
BAPIM adalah unsur pemerintah yang tugasnya mengembangkan, membina dan 
mendorong penyelenggaraan JPKM. Karena tugas mereka yang seperti ini, 
seharusnya upaya masyarakat untuk mendirikan JPKM harus difasilitasi. 
Ijin-ijinnya dipermudah sehingga tumbuh subur JPKM-JPKM yang professional dan 
bertanggung jawab.
 
PPK terdiri dari jaringan rumah sakit, puskesmas, klinik, praktek dokter, bidan 
dan berbagai layanan kesehatan lainnya.
 
Kalau kita dapat menggabungkan unsur-unsur pengelolaan kesehatan melalui JPKM 
yang dibina oleh DepKes, asuransi kesehatan yang dibina oleh DepKeu dan 
pengelolaan keuangannya berbasis Dinar – maka insyaallah biaya kesehatan hari 
tua kita bisa kita rencanakan dan kelola dari mulai sekarang.  


      

Reply via email to