Diskusi Ekonomi Seri-5: Ekonomi Syariah dalam perspektif Timur Kuran (Pendahuluan)
http://ferizalramli.wordpress.com/2009/06/10/diskusi-ekonomi-seri-5-ekonomi-syariah-dalam-perspektif-timur-kuran-pendahuluan/ Apa ciri khas para akademisi pendukung Ekonomi Syariah? Ada 2 ciri utamanya yang saya pribadi mencatatnya: Pertama, melakukan advokasi dengan menggunakan doktrin bahwa Ekonomi Islam adalah solusi segalanya. Islam adalah rahmatan lil alami". Islam adalah sistem superior tanpa tandingannya. Islam ada sistem dari Allah SWT yang tanpa cacat. Jadinya, memakai Ekonomi Syariah, bahkan cukup pake labelnya saja Ekonomi Islam" maka semua persoalan kesejahteraan pasti selesai dengan sendirinya by default alias otomatis. Advokasi tentang Ekonomi Syariah itu biasanya menggunakan contoh-2 lama jaman ke-khalifahan dahulu pada abad pertengahan. Bahwa Islam maju dijaman dulu iya. Thomas Aquinas, Bapak filsuf ekonomi barat konon khabarnya terinspirasi dari kejayaan sistem Islam diabad pertengahan. Paling tidak itu dinyatakan dalam: Medieval Islamic Economic Thought: Filling the Great Gap in European Economics". Tapi memberikan contoh-2 sistem ekonomi 1000 tahun yang lalu dengan konteks kekiniaan adalah sebuah analisa yang kehilangan aktualisasi dan akurasi. Bahwa Islam sebagai nilai kebenaran, sebagai orang muslim, jelas ini tidak perlu diragukan. Tapi menurunkan nilai Islam ke dalam sistem Ekonomi yang dimplementasikan untuk kesejahteraan ini adalah persoalan kerja-kerja akademis tekun, cerdas dan obyektif. Mendesain asumsi, postulat, metodologi ndak bisa diselesaikan dengan sebuah jargon atau doktrin: Kita sudah pake nama Islam makanya kita pasti benar". Seorang sahabat saya pernah buat joke tentang Ekonomi Islam ala AA". Konon khabarnya dibuatlah merek minum namanya AA Cola" untuk menyangin Coca-Cola yang distigmakan Yahudi. Untuk melawan Coca-Cola, AA Cola ini tidak perlu menggunakan ilmu manajemen canggih-2 seperti: SCM (supply chain management). Coca Cola jelas didukung sistem SCM tanpa tanding sehingga mereka bisa bilang: dimana saja, kapan saja tersedia Coca-Cola". Klo AA Cola, cukup pake sorban lalu dakwah kemana-2 dengan sentimen Islam sambil bilang jika beli AA Cola akan dapet barokah, karena 1% dari penjualannya akan disumbangkan pada fakir miskin dan bla, bla, lainnya. AA Cola seketika itu juga laku. Lalu sukseslah si owner-nya. Karena sudah sukses maka poligami-lah si owner tersebut. Masyarakat kecewa. Lalu ngambek ndak mau beli AA Cola. Hancurlah AA Cola. Contoh jitu sahabat saya tentang dongeng AA Cola itu tampaknya senafas dengan kajian kritis Timur Kuran tentang diskursus Ekonomi Syariah. Timur Kuran bilang, para pelaku ekonomi Islam lebih mementingkan sentimen agama untuk memenangkan kompetisi dari pada mengedepankan rasionalitas ekonomi seperti: kualitas tinggi dan harga terjangkau. Kedua, yang dicatat oleh Timur Quran adalah beda Ekonomi Islam dengan Ekonomi konvesional yaitu: (1) Riba: Ekonomi Islam menolak Riba untuk menghindari terjadinya eksploitasi. (2) Zakat: Ekonomi Islam mempercayai zakat sebagai mekanisme untuk mendistribusikan kesejahteraan. Tulisan ini dibuat untuk menjawab apakah benar bahwa Riba dan Zakat itu bisa dijadikan instrument andalan yang menjadikan Ekonomi Syariah itu lebih tangguh dari Sistem Ekonomi konvensional. Referensi dari tulisan sederhana ini adalah tulisan Timur Kuran: Islam and Mammon: The Economic Predicaments of Islamism" Bersambung, lanjutkan besok hari soalnya di Jerman libur Dari Tepian Lembah Sungai Isar, Ferizal Ramli