http://ferizalramli.wordpress.com/
Indonesia (1): Bangsa yang bernilai luhur tapi gagal di metodologi Ada 5 point penting yang perlu dicatat yang menjadi prestasi tertinggi bangsa Indonesia yang sulit ditandingi oleh bangsa manapun di dunia: kuatnya nilai-2 keluarga, toleransi terhadap perbedaan, demokrasi, transformasi militer ke sipil dan emansipasi. Kuatnya nilai-2 keluarga: Apa musuh terbasar yang mengancam kehancuran negara maju seperti Jerman dan Eropa? "Zero growth population" bahkan minus pertambahan penduduk. Sementara umur penduduknya semakin tua dengan harapan hidup semakin lama pada saat bersamaan tidak ada anak muda (bayi) yang terlahir. Laporan Spiegel beberapa tahun lalu memprediksikan dalam 50 tahun ke depan jumlah rakyat Jerman akan turun 30 juta. Apa arti kurangnya 30 juta itu? Agar ilustrasinya mudah, itu sama dengan negara Irak dihapus dari muka bumi. Kenapa penduduk Jerman dan Eropa berkurang? Ursula von der Leyen (Menteri urusan Keluarga Jerman) punya jawaban menarik tentang itu. Nilai keluarga Jerman sangat longgar. Akibatnya orang ndak mau menikah. Andaikata menikah merekapun tidak mau punya anak. Andaikata punya anak pun biasanya lahir dari orang tua yang sudah tua renta atau dari orang tua bodoh kelas bawah yang bersedia melahirkan anak. Masa depan seperti apa yang diharapkan sebuah negara yang penduduknya sudah tua renta sementara bayi yang lahir sangat sedikit dan nota bene dari genetik orang tua renta atau kalangan orang tua tidak terdidik? Ursula von der Leyen berusaha mengembalikan nilai-2 keluarga Jerman melalui revitalisasi nilai-2 Kristiani. Harapannya saat orang Jerman kembali ke nilai-2 agama maka mereka akan bisa membangun nilai-2 keluarga dengan baik. Nanti waktu yang akan menjawabnya apakah usaha von der Leyen berhasil atau gagal. Sekarang mari kita lihat Indonesia. Orang terdidik di Indonesia malah menikah dan berkeinginan punya anak. Mereka bercita-2 membangun keluarga sakinah. Beranak-pinak dan mendedikasikan hidupnya buat anaknya. Artinya, generasi yang lahir adalah generasi terbaik dari orang tua terdidik dan mendedikasikan hidupnya buat masa depan anaknya. Ini jelas keunggulan masa depan bangsa. Catatan: tentu saja jangan sampai ada ledakan penduduk tidak terkendali sehingga Program KB tetap sangat dibutuhkan. Tolerensi: Saat muslim Amrik dan Timur tengah kebingungan bagaimana bersikap diantara masyarakat yang pluralis maka muslim Indonesia telah melakukan hal itu dalam keseharian. Bentrok dan kebencian antar umat yang berbeda agama di Indonesia relatif kecil. Tetap ada ketidaksempurnaan, kecelakaan sejarah seperti kasus Poso dan Ambon. Hanya secara umum orang Indonesia serta umat Islam pada umumnya toleransi terhadap perbedaan. Juga ada sekelompok kecil ala Amrozi, atau kelompok lainnya (yang bahasanya Buya Syafii) "Prema Berjubah" yang membuat ketidaknyamanan, sementara disisi lain ada juga kelompok agama lain dengan pendekatan ekonomi dan "supermi" berusaha agar ada yang berpindah agama, ini semuanya benar adanya. Hanya itu tidak mengurangi prestasi kita bahwa secara umum Indonesia adalah bangsa yang toleran dengan perbedaan. Demokrasi: Saat India dan Pakistan yang mengenal demokrasi sudah puluhan tahun tetapi setiap pemilu tetap saja ada pertumpahan darah. Bentrok antar pendukung dan "political assassination", pembunuhan lawan-2 politik, di Indonesia hal itu tidak ada. Rakyat Indonesia hanya butuh 10 tahun untuk membuat contoh demokrasi terbaik di muka bumi ini. Ada ratusan pemilu dan tidak ada satupun pertumpahan darah. Perbedaan diselesaikan dengan mekanisme aturan main dan hukum. Bukan adu otot. Pers dan kebebasan pendapat terbuka bisa dinikmati oleh rakyat. Akses informasi begitu transparan. Rakyat bisa memilih pemimpinnya secara langsung. Sebuah kelebihan yang hanya bisa dinikmati oleh bangsa-2 selevel Eropa Barat, Amrik dan Jepang. Transformasi Militer ke Sipil: Transformasi dari Militer ke Sipil pun berjalan dengan amat mulus. Militer secara "gentleman" dan "elegance" meninggalkan gelanggang politik. "Back to barack" dengan damai tanpa intrik yang berlebihan. Militer begitu sabar melihat kedodorannya para politisi sipil memimpin Indonesia. Tetapi mereka memilih untuk mengikuti aturan main demokrasi yang benar dari pada "main kayu" ambil alih kekuasaan dengan cara kudeta. Kesuksesan demokrasi Indonesia jelas dari andil yang yang besar atas sikap legowo Militer. Hal indah seperi ini tidak terjadi di Thailand dan Pilipina yang penuh kudeta. Negara-2 Amerika Latin butuh beberapa dasa warsa untuk lepas dari cerita kudeta junta militer. Hanya bangsa Indonesia bisa melakukan semua transformasi ini secara nyaris sempurna dengan waktu yang relatif singkat. Emasipasi wanita: Tidak ada pembedaan hak antara wanita dan pria dalam berkarya dan beraktifitas di ruang publik. Meskipun harus diakui sampai saat ini pria masih dominan mengisi ruang publik. Tapi ini bukan karena wanita dilarang. Ini terjadi semata-mata wanita Indonesia terlambat "start" untuk berkarya seperti laki-laki. Wanita Indonesia baru mulai mengisi jenjang-jenjang pendidikan tinggi sejak tahu 1980-an. Sebelumnya karena keterbatasan pemikiran sosial maka wanita Indonesia lebih banyak "sembunyi atau disembunyikan" di rumah. Tetapi fenomena diatas tetap saja tidak bisa membatah realitas bahwa wanita Indonesia diberi hak yang sama dengan pria dalam kiprah publik dan karyanya. Saya sendiri mendidik putri-2 saya tanpa berbeda dengan rekan-2 saya yang mendidik putra-2nya. Dibutuhkan waktu saja sehingga suatu ketika kelak wanita dan pria akan sama banyaknya berkarya di ruang publik. Ini jelas berbeda dengan wanita-wanita di Timur Tengah. Di Timteng bahkan banyak kasus "Honor killing" terjadi, yaitu pria boleh membunuh istri atau anak perempuannya untuk menjaga nama baik keluarga (baca: nama baik si pria). Perbuatan keji seperti itu terpikir saja tidak bagi masyarakat Indonesia. Yang menjadi pertanyaan besar bagi kita semua bangsa Indonesia, dengan begitu banyak kelebihan mengapa kita belum berhasil mengatasi kemiskinan? Mengapa kita terjerusmus dalam jurang korupsi yang begitu dalam? Mengapa kita menjadi bangsa yang terkebelakang yang negara kecil seperti Singapura dan Malaysia sama sekali tidak menaruh respek pada kita? Fortsetzung folgt , to be continued alias bersambung (Nanti dilanjutkan, nyambut gawe disik mengejar sesuap nasi demi anak istri) Salam hangat, Dari Tepian Lembah Sungai Isar, Ferizal Ramli