menarik, dari tetangga sebelah; tengkyu moderator.


----- Forwarded Message ----
From: Prangko C <filat...@yahoo.com>
To: dik...@yahoogroups.com
Sent: Thursday, October 1, 2009 6:51:03 AM
Subject: [DikBud] Dialog Budaya Belum Mencapai Titik Temu

  
Dialog Budaya Belum Mencapai Titik Temu

Kamis, 1 Oktober 2009 | 03:50 WIB

Mojokerto, Kompas - Dialog budaya antara Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat 
dalam rangka mencari kesepahaman soal latar belakang terjadinya Perang Bubat di 
tanah Majapahit belum menuai kesamaan pandangan. Kedua tim pembahas yang 
terdiri atas ahli sejarah, budayawan, praktisi sejarah, dan kalangan akademisi 
yang bertemu di lokasi sejumlah peninggalan Majapahit di Pusat Informasi 
Majapahit, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (30/9), hanya 
memutuskan perlunya penelitian lanjutan.

Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, yang hadir pada pembukaan dialog itu, 
mengatakan, sebuah produksi film kolosal yang menggambarkan Kerajaan Majapahit 
untuk sementara ditunda dulu pembuatannya. Salah seorang wakil tim pembahas 
dari kubu Jawa Timur, Prapto Saptono, menyebutkan, masih terjadi silang 
pendapat soal peran Mahapatih Gadjah Mada dalam perang tersebut.

�hAkan diadakan penelitian Situs Bubat. Para penulis Jawa Barat masih 
memojokkan Gadjah Mada. Film tidak boleh dibuat dulu,�h kata Prapto, yang juga 
menjabat sebagai Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan Balai Pelestarian 
Peninggalan Purbakala Jawa Timur.

Sebelumnya, dialog budaya tahap pertama telah diadakan di Kabupaten Purwakarta, 
Jawa Barat, sekitar sebulan lalu, yang juga belum mencapai kesepahaman pandang 
karena baru bersifat pemaparan.

Esais

Sementara itu, menurut budayawan Sunda, Abdullah Mustappa, yang bersama esais 
Jakob Sumardjo dan penulis Eddy D Iskandar tergabung dalam tim Jawa Barat, isu 
Perang Bubat merupakan sesuatu hal yang tetap sensitif hingga kini. �hSensitif 
untuk Jawa Barat karena seperti pihak yang dizalimi dalam (Perang) Bubat. Lebih 
pada masalah psikologis masyarakat,�h katanya.

Menurut Abdullah, dialog budaya itu dilakukan dengan tujuan mengangkat nuansa 
lain di seputar kisah peperangan yang harus terjadi untuk menghilangkan dendam 
serta tidak menimbulkan dendam baru. �hPerang Bubat itu terus aktual dan 
seperti baru terjadi kemarin,�h kata Abdullah mengenai perang yang terjadi pada 
abad ke-14 sekitar tahun 1357 tersebut.

Menurut Dede, hasil dari dialog budaya soal Perang Bubat diharapkan dituangkan 
dalam bentuk tulisan, seperti buku dan sejumlah karya sastra, ataupun produk 
audio visual, seperti film. Ia mengatakan, dialog budaya itu penting untuk 
mencari kesepahaman, termasuk soal lokasi Perang Bubat sebenarnya, yang menurut 
Dede, belum bisa dipastikan pula berada di wilayah Trowulan.

Padukan dua kebudayaan

Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf berharap kesepahaman pandang soal 
Perang Bubat untuk tahap pertama bisa ditandai dengan sebuah pementasan akhir 
tahun yang memadukan dua kebudayaan.

Perpaduan budaya itu, kata Saifullah, bisa dilakukan antara seni tradisi dan 
modern, seperti perpaduan tari remo dari Jawa Timur dengan jaipongan asal Jawa 
Barat. Selain itu, dipertontonkan pula sejumlah kelompok musik yang akan 
disiarkan televisi secara nasional.

Perang Bubat antara Majapahit dan pasukan kecil Kerajaan Sunda-Galuh yang 
dipimpin Maharaja Linggabuana berdasarkan salah satu versi diduga disebabkan 
keinginan Mahapatih Gadjah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda-Galuh sebagai 
bagian dari Amukti Palapa demi mempersatukan Nusantara. Perang itu merupakan 
�hpenyelewengan� h karena niat semula kedatangan Maharaja Linggabuana ke 
Majapahit adalah untuk mengantarkan putrinya, Dyah Pitaloka Citraresmi, untuk 
dinikahi Prabu Hayam Wuruk. (INK)


   


      

Kirim email ke