--- In ppiindia:

Refleksi : Kalau dihitung absurditas penguasa NKRI mungkin digitnya tak 
terhingga.  Rezim-rezim berkuasa selama ini terdiri dari kaum kleptokratik, 
jadi bukan hal aneh bin ajaib bila menteri komunikasi membuat rencana absurd. 
Silahkan puja-punji kaum berkuasa bila Anda mau terus dibodohkan dan 
dimiskinkan oleh mereka untuk waktu tak terhingga sampai ke liang kubur. Lahir 
miskin mati pun miskin itulah nilai merdeka NKRI.

   

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/11/30/OPI/mbm.20091130.OPI132088.id.html

Rencana Absurd Menteri Komunikasi
Niat pemerintah memperketat prosedur penyadapan mengancam gerakan pemberantasan 
korupsi. Sadap cukup diaudit komite pengawas.
RENCANA pemerintah mengatur prosedur penya­dapan sangat berpotensi melemahkan 
kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Bila diteruskan, rencana pembuatan 
peraturan pemerintah tentang sadap itu hanya menunjukkan pemerintah tak pernah 
sadar bahwa korupsi di negeri ini sudah mencapai stadium kronis. Untuk 
memberantasnya, diperlukan upaya nonkonvensional. Penyadapan merupakan salah 
satu terobosan penting yang perlu terus dilakukan. 

Sebaiknya Menteri Komunikasi dan Informatika Tifa­tul Sembiring memfungsikan 
departemen yang ia pimpin sebagai "agen perubahan" masyarakat dalam 
meman­fa­atkan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas hidup. Menteri 
Tifatul tidak perlu ikut sibuk ­mengurusi sadap-menyadap ini. Lupakan saja 
gagasan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, dan kejaksaan yang 
harus menghubungi departemennya sebelum melakukan penyadapan atas perintah 
pengadilan. 

Departemen Komunikasi sama sekali tidak memiliki hak menjadi "koordinator" 
penyadapan. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pun telah 
menyebutkan kewenangan menyadap hanya dimiliki lembaga-lembaga penegak hukum. 
Dan hanya Komisi Pemberantasan Korupsi yang memiliki wewenang menyadap tanpa 
pe­rintah pengadilan demi kepentingan penyelidikan. 

Penyadapan selama ini menjadi senjata efektif bagi Komisi Pemberantasan 
Korupsi. Politikus seperti Bul­yan Royan, Al-Amin Nasution, dan Abdul Hadi 
Djamal, juga anggota Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, ditangkap melalui 
operasi yang menggunakan metode ini. Masih pula segar di ingatan, dugaan 
rekayasa hukum dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah digagalkan 
melalui operasi penyadapan. 

Ketimbang salah melangkah, pemerintah mestinya memberikan wewenang lebih besar 
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Kejahatan korupsi merupakan pidana yang 
paling sulit dideteksi dan diinvestigasi. Sebab, pelaku korupsi di negeri kita 
umumnya tahu persis titik-titik kelemahan aturan hukum. Karena itu, untuk 
membasminya, diperlukan cara progresif, termasuk penyadapan. Kegiatan 
penjebakan untuk menyelidiki kasus korupsi bukan merupakan barang haram di 
negara-ne­gara maju. 

Menteri Tifatul menyebut Australia dan Korea Selatan sebagai sumber rujukan 
gagasan yang dilontarkannya. Ia mestinya juga melihat kisah sukses penangkapan 
belasan polisi korup di Washington, Amerika Serikat, oleh Biro Penyelidik 
Federal pada 1992. Operasi untuk membongkar jaringan polisi penerima suap dan 
pelindung perdagangan obat terlarang ini dilakukan melalui penyadapan dan 
penjebakan selama enam bulan. Dinamai Broken Faith, operasi ini berhasil 
meringkus 12 orang polisi untuk diajukan ke persidangan. Operasi ini tentu saja 
tidak dilakukan dengan lebih dulu melapor ke Departemen Komunikasi di sana. 

Memang benar, setiap warga negara harus dilindungi dari penyadapan yang tidak 
pada tempatnya. Untuk mencegah penyalahgunaan wewenang di Komisi Pembe­rantasan 
Korupsi, juga di kepolisian dan kejaksaan, ope­rasi penyadapan bisa saja 
diaudit oleh semacam komite pengawas di masing-masing lembaga itu. Dengan 
begitu, meski dilakukan dengan cara-cara progresif, setiap ope­rasi bisa 
dipertanggungjawabkan kepada publik. 

Lebih baik Menteri Tifatul berkonsentrasi pada tugas utamanya, memperbaiki 
komunikasi dan sistem informasi negara ini. Tentu ia tak ingin kelak dikenang 
sebagai menteri yang pernah mempreteli kewenangan lembaga antikorupsi.








[Non-text portions of this message have been removed]

--- End forwarded message ---


Kirim email ke