Terlepas dari masih bodohkah SDM negara kita atau masih kentalnya sikap mental 
dan budaya mandor (inlander)dalam pengelolaan sektor migas. Yang jelas bahwa 
sektor migas merupakan sumber daya mineral (alam) yang tidak bisa diperbaharui 
dan dalam pengelolaannnya memerlukan biaya tinggi (high cost) dan teknologi 
canggih serta resiko tinggi. Adapun masalah pengelolaan migas oleh pihak luar 
(asing) barangkali SDM kita belum profesional, dan dalam pendanaan belum cukup 
atau mampu yang lebih konyol barangkali orang-orang kita (Indonesia) gak mau 
ambil resiko tinggi, sebab contoh nyata ketidak becusan SDM kita maupun 
pendanaan kita dalam sektor migas adalah kasus melubernya LUMPUR LAPINDO yang 
berarti resiko tinggi tidak dijadikan dasar pijakan yang penting bagaimana 
mendapatkan dollar atau rupiah yang banyak tanpa memperhatikan aspek resikonya.

Terus pemerintah Indonesia dalam pengelolaan sektor migas mengambil win-win 
solution (rugi tidak tapi untungnya masih bisa dibodohi he..he.), yakni melalui 
UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas dikelola melalui bentuk kerjasama antara 
Pemerintah dengan Badan Usaha Tetap/Badan Usaha tidak tetap (pihak lain) dalam 
eksplorasi dan eksploitasi melalui kerjasama "Production Sharing Contract". PSC 
merupakan bentuk kerjasama anatara Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh 
Badan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas (BPMIGAS) dengan perusahaan lain 
(pihak asing).

Kembali kepada tuliasn Pak Kwik Kian Gie, merdeka hampir 60 tahun lebih, tapi 
belum bisa melahirkan SDM-SDM yang handal dan profesional dibidang migas. Saya 
masih belum yakin terhadap kualitas SDM kita. Jadi pada dasarnya sumber daya 
manusia bidang migas belum mampu (belum professional) plus masih kental mental 
"Inlander". Barangkali kalau migas dinegeri kita habis, baru sdm kita 
profesional betul.




 



________________________________
Dari: Hafiz <abu.ha...@yahoo.com>
Kepada: WongBanten@yahoogroups.com
Terkirim: Kam, 1 Juli, 2010 08:05:29
Judul: [WongBanten] Terjajah ExxonMobil di Cepu

  
-----Original Message-----
From: @transaviaotomasi. com 
Sent: Wednesday, June 30, 2010 2:54 PM
Subject: Blok Cepu - Kegusaran Kwik Kian Gie

  
Terjajah ExxonMobil di Cepu

Oleh: Kwik Kian Gie

Kali ini saya tidak akan membahas tentang pengertian subsidi -apakah
itu sama dengan uang tunai yang harus keluar atau tidak- dan hal-hal
teknis lain seperti itu. Saya akan membahas tentang negara kaya yang 
menjadi miskin kembali karena terjerumus ke dalam mental kuli yang oleh 
penjajah Belanda disebut mental inlander. Mental para pengelola ekonomi 
sejak 1966 yang tidak mengandung keberanian sedikit pun, yang menghamba, 
yang ngapurancang ketika berhadapan dengan orang-orang bule.

Ibu pertiwi yang perut buminya mempunyai kandungan minyak sangat
besar dibanding kebutuhan nasionalnya, setelah 60 tahun merdeka hanya 
mampu menggarap minyaknya sendiri sekitar 8 persen. Sisanya diserahkan
kepada eksplorasi dan eksploitasi perusahaan-perusaha an asing.

Apa pekerjaan dan sampai seberapa jauh daya pikir para pengelola
ekonomi kita sejak merdeka sampai sekarang? Istana Bung Karno dibanjiri 
para kontraktor minyak asing yang sangat berkeinginan mengeksplorasi dan 
mengeksploitasi minyak bumi di Indonesia. Bung Karno menugaskan Chairul 
Saleh supaya mengizinkannya hanya sangat terbatas. Putrinya, Megawati, 
bertanya kepada ayahnya, mengapa begitu? Jawaban Bung Karno kepada 
putrinya yang baru berumur 16 tahun, "Nanti kita kerjakan sendiri 
semuanya kalau kita sudah cukup mempunyai
insinyur-insinyur sendiri."

Artinya, Bung Karno sangat berketetapan hati mengeksplorasi dan
mengeksploitasi minyak oleh putra-putri bangsa Indonesia sendiri. 
Mengapa sekarang hanya sekitar 8 persen? Lebih menyedihkan ialah 
keputusan pemerintah memperpanjang kerja sama dengan Exxon Mobil (Exxon) 
untuk blok Cepu selama 20 tahun sampai 2030.

Begini ceritanya. Exxon membeli lisensi dari Tommy Soeharto untuk
mengambil minyak dari sebuah sumur di Cepu yang kecil. Exxon lalu
melakukan eksplorasi tanpa izin. Ternyata ditemukan cadangan dalam
sumur yang sama sebanyak 600 juta barel. Ketika itu Exxon mengajukan 
usul untuk memperpanjang kontraknya sampai 2030. Keputusan ada di tangan 
Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Dua dari lima anggota 
menolak. Yang satu menolak atas pertimbangan yuridis teknis. Yang lain 
atas pertimbangan sangat prinsipil.

Dia sama sekali tidak mau diajak berargumentasi dan juga sama sekali
tidak mau melihat angka-angka yang disodorkan Exxon beserta para 
kroninya yang berbangsa Indonesia. Mengapa? Karena yang menjadi 
pertimbangan pokoknya, harus dieksploitasi bangsa Indonesia sendiri, 
yang berarti bahwa Exxon pada 2010 harus hengkang, titik. Alasannya 
sangat mendasar, tetapi formulasinya sederhana. Yaitu, bangsa yang 60 
tahun merdeka selayaknya, semestinya, dan seyogianya mengerjakan sendiri 
eksplorasi dan eksploitasi minyaknya. Bahkan, harus melakukannya di mana 
saja di dunia yang dianggap mempunyai kemungkinan berhasil. Menurut 
peraturan yang berlaku (sebelum Pertamina berubah menjadi Persero), 
kalau DKPP tidak bisa mengambil keputusan yang bulat, keputusan beralih 
ke tangan presiden. Maka, bola ada di tangan Presiden Megawati 
Soekarnoputri. Beliau tidak mengambil keputusan, sehingga Exxon kalang 
kabut. Exxon mengirimkan executive vice president-nya yang langsung 
mendatangi satu anggota DKPP yang mengatakan "pokoknya tidak".

Dia mengatakan, sejak awal sudah ingin bertemu satu orang anggota DKPP 
ini yang berinisial KKG, tetapi dilarang kolega-koleganya sendiri. KKG 
tersenyum sambil mengatakan karena para koleganya masih terjangkit 
mental inlander.

Lalu dia berargumentasi panjang lebar dengan mengemukakan semua angka 
betapa Indonesia diuntungkan. KKG menjawab bahwa kalau dia ngotot sampai 
seperti itu, apa lagi latar belakangnya kalau dia tidak memperoleh 
untung besar dari perpanjangan kontrak sampai 2030? Karena itu, kalau 
mulai 2010, sesuai kontrak, Exxon harus hengkang dan seluruhnya 
dikerjakan Pertamina, semua laba yang tadinya jatuh ke tangan Exxon akan 
jatuh ke tangan Indonesia sendiri. Lagi pula, KKG menjelaskan bahwa 
sudah waktunya belajar menjadi perusahaan minyak dunia seperti Exxon. 
KKG bertanya kepadanya, "Bukankah kami berhak mulai merintis supaya 
menjadi Anda di bumi kita sendiri dan
menggunakan minyak yang ada di dalam perut bumi kita sendiri?"

Eh, dia mulai mengatakan tidak bisa mengerti bagaimana orang
berpendidikan Barat bisa sampai seperti itu tidak rasionalnya! Jelas
KKG muntap dan mulai memberi kuliah panjang lebar bahwa orang Barat 
sangat memahami dan menghayati tentang apa yang dikatakan EQ, dan bukan 
hanya IQ. Apalagi, kalau dalam hal blok Cepu ini ditinjau dengan IQ juga 
mengatakan bahwa mulai 2010 harus dieksploitasi oleh Indonesia
sendiri.

Bung Karno juga berpendidikan Barat dan sejak awal beliau mengatakan,
"Man does not live by bread alone." Dalam hal blok Cepu, dua argumen
berlaku, yaitu man does not live by bread alone, dan diukur dengan bread 
juga menguntungkan Indonesia, karena laba yang akan jatuh ke tangan 
Exxon menjadi labanya Pertamina.

Pikiran lebih mendalam dan bahkan dengan perspektif jangka panjang yang 
didasarkan materi juga mengatakan bahwa sebaiknya blok Cepu
dieksploitasi oleh Pertamina sendiri. Mengapa? Jawabannya diberikan oleh 
mantan Direktur Utama Pertamina Baihaki Hakim kepada Menko Ekuin ketika 
itu bahwa Pertamina adalah organisasi yang telanjur sangat besar. Minyak 
adalah komoditas yang tidak dapat diperbarui. Penduduk indonesia 
bertambah terus seiring dengan bertambahnya konsumsi.

Kalau sekarang saja terlihat bahwa konsumsi nasional sudah lebih besar 
daripada produksi nasional, di masa mendatang kesenjangan ini menjadi 
semakin besar, dan akhirnya organisasi Pertamina yang demikian besar itu 
akan dijadikan apa?

Apakah hanya menjadi perusahaan dagang minyak, dan apakah akan mampu
berdagang saja dalam skala dunia, bersaing dengan the seven sisters? 
Maka visi jangka panjang Baihaki Hakim, mumpung masih lumayan 
cadangannya, sejak sekarang mulai go international dan menggunakan 
cadangan minyak yang ada untuk sepenuhnya menunjang kebijakannya yang 
visiuner itu.

Menko Ekuin ketika itu memberikan dukungan sambil mengatakan, "Pak 
Baihaki, saya mendukung sepenuhnya. Syarat mutlaknya ialah kalau Anda 
ingin menjadikan Pertamina menjadi world class company, Anda harus juga 
memberikan world class salary kepada anak buah Anda." Sang Menko Ekuin 
keluar dari kabinet Abdurrahman Wahid. Setelah itu dia
kembali ke kabinet sebagai kepala Bappenas dan ex officio menjabat
anggota DKPP. Maka pikirannya masih dilekati visi jangka panjangnya
Pak Baihaki Hakim dan kebetulan direktur utama Pertamina ketika itu juga 
masih Pak Baihaki Hakim. Tetapi, kedudukan kita berdua sudah sangat 
lemah, karena dikreoyok para anggota DKPP dan anggota direksi lain yang 
mental, moral, dan cara berpikirnya sudah kembali menjadi inlander.

Baihaki Hakim yang mempunyai visi, kemampuan, dan telah berpengalaman 
13 tahun menjabat direktur utama Caltex Indonesia langsung dipecat
begitu Pertamina menjadi persero. Alasannya, kalau diibaratkan sopir, 
dia adalah sopir yang baik untuk mobil Mercedes Benz. Sedangkan yang
diperlukan buat Pertamina adalah sopir yang cocok untuk truk yang
bobrok. Bayangkan, betapa inlander cara berpikirnya. Pertamina 
diibaratkan truk bobrok. Caltex adalah Mercedez Benz. Memang sudah
edan semua.

Ada tekanan luar biasa besar dari pemerintah Amerika Serikat di
samping dari Exxon. Ceritanya begini. Dubes AS ketika itu, Ralph Boyce, 
sudah membuat janji melakukan kunjungan kehormatan kepada kepala 
Bappenas, karena protokolnya begitu. Tetapi, ketika sang Dubes tersebut 
mendengarkan pidato sang kepala Bappenas di Pre-CGI meeting yang 
sikap,isinya pidato, dan nadanya bukan seorang inlander, janjinya
dibatalkan.

Eh, mendadak dia minta bertemu kepala Bappenas. Dia membuka pembicaraan 
dengan mengatakan akan berbicara tentang Exxon. Kepala Bappenas dalam 
kapasitasnya selaku anggota DKPP mengatakan bahwa segala sesuatunya 
telah dikemukakan kepada executive vice president-ya Exxon, dan 
dipersilakan berbicara saja dengan beliau.

Sang Dubes mengatakan sudah mendengar semuanya, tetapi dia hanya 
melakukan tugasnya. "I am just doing my job". Kepala Bappenas mengatakan 
lagi, "Teruskan saja kepada pemerintah Anda di Washington semua argument 
penolakan saya yang diukur dengan ukuran apa pun, termasuk semua akal 
sehat orang-orang Amerika pasti dapat diterima."

Kepala Bappenas keluar lagi dari kabinet karena adanya pemerintahan 
baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu, dan Exxon menang mutlak.
Ladang minyak di blok Cepu yang konon cadangannya bukan 600 juta barrel, 
tetapi 2 miliar barrel, oleh para inlander diserahkan kepada Exxon 
penggarapannya.

Saya terus berdoa kepada Bung Karno dan mengatakan, "Bung Karno yang 
saya cintai dan sangat saya hormati. Janganlah gundah dan gelisah, 
walaupun Bapak sangat gusar. Istirahatlah dengan tenang. Saya juga sudah 
bermeditasi di salah satu vihara untuk menenangkan hati dan batin saya. 
Satu hari nanti rakyat akan bangkit dan melakukan revolusi lagi seperti 
yang pernah Bapak pimpin, kalau para cecunguk ini sudah dianggap 
terlampau lama dan terlampau mengkhianati rakyatnya sendiri."






Kirim email ke